INCEPTION

1345 Words
Pada saat tengah hari di musim semi yang udaranya terasa sangat nyaman. Bertepatan dengan tanggal dua puluh tujuh April tahun dua ribu dua puluh lima bertempat di suatu gedung ditinggal yag terdapat di distrik komersial di sisi barat Tokyo yang bernama Ikebukuro. Suatu kota yang kerap menjadi latar kisah pop dengan cerita yang memiliki tema gangster dan kehidupan anak remaja lainnya. Mulai dari yang sudah lawas seperti novel terkenal yang versi animenya sudah dibuat sampai berseason-season, novel “Drrr!” dengan kisah soal geng Dollars dan geng Yellow Scarves-nya. Sampai ke tayangan popular seperti yang berjudul “Ikebukuro West Gate Park”-nya. Namun, apakah kisah ini akan mengambil tema yang serupa? Tentu saja. Tentu saja tidak maksudnya. Ꝇ Đ Ʞ Nama remaja yang tengah serius memerhatikan sekitar dengan tatapan mata tajam memburu seperti singa yang tengah mengincar kijang gazelle itu adalah Shuuya Hashimoto. Seorang anak SMA “biasa” berusia tujuh belas tahun. Saat ini tengah resah menunggu di salah satu kursi yang mengelilingi sebuah meja berbentuk oval. Ia perhatikan sepertinya seluruh kursi telah terisi. Total ada enam orang di sana. Lima orang lain yang sama sekali tidak ia kenali. Maaf, tapi pernyataan di atas sepertinya harus diralat. Karena sebenarnya ada satu lagi kursi yang belum terisi. Entah kursi siapa itu. Setelah menunggu di sana sekitar setengah jam. Keenamnya sepakat bahwa alasan yang membuat mereka yang tidak saling mengenali itu bisa berkumpul di satu tempat adalah karena surat elektronik yang mereka dapatkan pada tanggal dua puluh lima lalu. Sudah sekitar tiga tahun terakhir. Dunia gempar karena banyaknya kasus kematian yang dinilai tidak wajar. Berbagai badan penyelidikan kriminal terbaik di dunia telah turun tangan untuk mengusut masalah ini. Namun, hasil yang didapat hanyalah nihil. Pada tahun pertama fenomena ini saja korban ditemukan di empat ratus delapan belas negara di seluruh penjuru dunia. Tidak kurang dari tujuh juta delapan ratus tujuh puluh empat ribu lima ratus tiga (7.874.530) jiwa manusia tak berdosa di seluruh dunia telah melayang tak jelas rimbanya. Tak jelas apa penyebabnya. Atau... apakah surga akan menjad tempat berakhir mereka? Tahun mengenaskan penuh isak tangis itu dijuluki sebagai Lost Year pada masanya. Bahkan hingga saat ini. Karena waktu terus berlanjut membawa umat manusia memasuki kengerian dari Lost Year-Lost Year selanjutnya. Kasus ini begitu meresahkansemua orang yang mengetahuinya. Setiap detak waktu… setiap saat di mana nafas dihembuskan dan dibuang… dunia terus dirundung oleh kecemasan dan ketakutan. Berharap ada sesuatu yang dapat melindungi mereka. Nyawa dapat melayang dengan begitu mudahnya. Dunia manusia tengah dirundung kemalangan tak berkesudahan. Isi dari surat eletronik itu menawarkan kebebasan dari rasa takut. Tawaran untuk menjadi penyelamat dunia. “Apa kau ingin menyelamatkan dunia ini? Orang-orang yang kau sayangi dari kengerian kematian yang tak pandang bulu ini? “Datanglah ke gedung tua di belakang Fujoshi Road sebelum tengah hari!” Masalahnya sekarang… orang naif macam apa juga yang berpikir bisa menjadi penyelamat… untuk semua kegilaan yang tengah terjadi di dunia mereka? “Apa alasan kalian sampai mau membuang waktu untuk memenuhi undangan itu?” tanya Shuuya kepada lima orang di depannya. Ada yang masih remaja sama sepertinya. Tapi, lebih banyak dari mereka merupakan orang dewasa. Seorang pria paruh baya bernama Ishito Masuda menjawab, “Aku lelah dengan semua ini. Rasanya seperti mau gila jika setiap menarik nafas saja harus takut oleh kematian. Semua jadi terasa serba salah. Jika saja satu hal yang aku lakukan bisa membantu terciptanya dunia yang lebih baik… aku tak akan berpikir dua kali untuk berusaha sekuat tenaga.” “Hmm, baiklah,” respon Shuuya pelan. Melihat yang lain. Jawaban yang sedikit berbeda dilontarkan oleh remaja bertampang acuh tak acuh bernama William Rhen yang duduk di samping Masuda, “Kalau aku sih untuk iseng saja. Tidak bisa dipungkiri kejadian ini membuat banyak orang kehilangan separuh kewarasan mereka. Kalaupun perbuatan manusia… tak ada alasan yang masuk akal di baliknya. Aku hanya ingin tahu meski tanpa niat membantu. Lagipula aku sama sekali tidak tertarik jadi pahlawan untuk siapa pun.” Seorang wanita berprofesi sebagai tenaga medis yang duduk di samping William berusaha mengkerutkan wajah. Untuk menyembunyikan tampang cemasnya. “Aku tidak punya alasan khusus,” jawabnya lirih. Meski jauh di lubuk hati. Wanita bernama Tsugumi Hida itu berkata, sudah lama aku menantikan hal menarik seperti ini. “Kalau Anda?” tanya Shuuya pada pemuda yang tampak lebih tua darinya yang duduk di kursi samping Hida. Pemuda bernama Takato Souichirou itu mengawali ucapannya dengan desahan, “Haahh… aku hanya tidak mau mati muda. Kalau menjadi pahlawan bisa membuatku hidup lebih lama. Maka itulah yang harus aku lakukan. Tidak ada yang lain lagi.” “Aku punya alasan yang sama dengannya,” timpal pemuda bernama Inoue Masuka yang duduk di sampingnya. Shuuya menatap kedua tangannya yang kering di atas meja. Padahal cuaca cukup panas. Tapi, tak ada keringat menetes di tubuhnya. Ia berkata, “Kalian semua benar. Kita semua tidak mau mati. Apalagi mati karena fenomena kematian masal yang tidak bisa dipertanggung jawabkan ini.” Kelima orang lainnya hanya merespon dengan anggukan kepala. Atau berkata lirih, “Tentu saja.” Jarum panjang pada jam di dinding tua yang menempel di dinding lapuk ruangan itu terus bergerak. Tik tik tik. Namun, tak juga ada sesuatu pun yang terjadi di sana. Sama sekali tak ada yang datang untuk menduduki kursi yang kosong. Meresahkan. Apa mereka semua sedang dipermainkan? Ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda, bukan? Jarum panjang sampai pada pukul 13.00. Sudah tepat satu jam mereka menunggu dalam ketidakpastian yang menjemukkan. Ketika beberapa orang di sana mulai merasa sedang melakukan penantian yang bodoh. Di tengah suasana yang terasa penuh tekanan itu pintu terbuka. Seorang laki-laki yang mengenakan topi serta masker memasukinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. “Hei, bukankah ada yang harus kau ucapkan setelah membuang waktu kami selama ini?” tanya Shuuya lantang. “Tolong maafkan aku. Karena sudah membuat kalian semua menunggu,” ucap laki-laki itu. Ia duduki satu kursi yang masih kosong di sana. “Sebenarnya apa yang kau rencanakan dengan mengirim pesan seperti itu pada kami semua? Apa kau benar-benar memiliki cara untuk menyelesaikan semua masalah yang tengah terjadi di dunia? Apakah kau semacam detektif? Bagaimana caramu mengetahui identitas dari kami semua?” tanya Hida beruntun. Tak bisa lagi bersabar menahan keingintahuan dan gejolak rasa penasaran dalam dada. “Hida san, tenanglah!” pinta Souichirou seraya menyenggol kursi wanita itu dengan kursinya sendiri. Drak. Ia merasa pertanyaan Hida belum pada tempatnya untuk dilontarkan saat sang penyelenggara acara sendiri belum mengutarakan apa pun. Laki-laki misterius itu masih belum mengatakan apa pun. Membuat suasana di sana terasa semakin panas. “Hei, bagaimana jika sebelum memulai semua omong kosong ini kau tunjukkan dulu siapa dirimu sebenarnya?!” pinta Shuuya setengah berteriak. Permintaannya seperti didukung oleh orang lain yang ada di sana. Mereka semua sejurus menatap laki-laki misterius itu dengan pandangan tajam menuntut. Lelaki itu pun menyambut keinginan keenam orang di sana dengan menurunkan maskernya. Dan mengenakan kembali sebuah kacamata yang sebelumnya ia lepas karena buram akibat embun nafas. Tanpa benda itu semua orang yang ada di sana memang hanya akan tampak seperti bayangan. Deg. Shuuya tak bisa bergerak sedikit pun melihat rupa di balik masker yang menutupi wajah laki-laki itu. Ia melanjutkan, “Aku telah menyeleksi seluruh penduduk di kota ini. Dan kalian adalah yang terpilih,” ucapnya dengan raut percaya diri. Terpilih? Terpilih untuk apa? Atas dasar kualifikasi apa? Apa yang sedang ia bicarakan? Tubuh Shuuya tak bisa bergerak sedikit pun. Kulitnya yang tadi kering kerontang kini dibasahi oleh rembesan keringat, tapi sekujur tubuhnya terasa amat dingin. Cairan asin itu menetes dari ujung dagunya. Dari tebing tulang rahangnya yang tegas. Karena orang itu adalah… Ano kata wa donate desuka? Siapakah orang itu? “Kitalah yang akan mengakhiri semua ini,” ucapnya percaya diri. Shuuya menenggak ludahnya lagi. Untuk membasahi tenggorokannya yang ganti kering kerontang. Memikirkan bagaimana ia akan menyembunyikan kebenaran. Bahwa penyebab kematian sebagian orang itu adalah dirinya. Bersama keempat orang lain. Dan “sesuatu” bernama Keaven. Siapakah laki-laki itu? yang mengundang mereka dengan tawaran yang seperti mengajak bercanda di tengah situasi genting ini. Siapakah kelima orang di sana sebenarnya? Siapakah Keaven? Bukan hanya itu… siapakah Shuuya sebenarnya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD