When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Malam itu aku kembali pergi ke rumah Ibu. Pas kebetulan Vi sedang menelepon. Ibu mertua yang baik ini paham bagaimana perasaan menantunya. Diberikan ponsel padaku. Sayangnya Vi tidak mau memberitahu keberadaannya. Dia benar-benar menutup diri dan ingin sendirian. Andai dia memberitahu, malam ini juga aku berangkat menyusulnya. Aku berdiri, meninggalkan Syifa yang sedang belajar mewarnai. Aku duduk di kursi teras. "Kenapa nomernya tidak aktif, Mas sudah menelepon berkali-kali." "Nomerku yang kemarin sudah enggak aku aktifkan. Aku takut orang itu akan mengirimkan gambar yang lebih parah lagi, makanya buru-buru aku nonaktifkan saja." "Mas tidak pernah melakukan hubungan intim yang kamu khawatirkan itu, Vi. Mas memang salah karena telah menyakitimu. Tapi sumpah, Mas ...." "Apa Mas beran