03 - Jalan-jalan.

2076 Words
"Sha, ayo masuk." Aneth mempersilakan Navisha memasuki kediamannya. Mereka semua akhirnya sampai di rumah Abraham dan Aneth setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 menit lamanya. Jika di tempuh dengan berjalan kaki, mungkin akan memakan waktu waktu yang lebih lama, tapi karena mereka memakai mobil, jadi tak banyak waktu yang di butuhkan. Navisha mengangguk pasrah, lalu melangkah memasuki kediaman sang atasan, mengikuti langkah Aneth yang kini berjalan tepat di depannya. Navisha masih tidak percaya jika ternyata kediaman Abraham dan Aneth berada dalam satu cluster yang sama dengan rumah orang tuanya. Padahal setahu Navisha, beberapa minggu yang lalu ketika ia melewati rumah ini, rumah ini masih dalam keadaan kosong tak berpenghuni, jadi besar kemungkinan jika Abraham dan Aneth baru saja pindah beberapa hari yang lalu. "San, Santi!" Begitu sudah memasuki rumah, Aneth berteriak memanggil Santi, salah satu pengasuh Aqila. Tak berselang lama kemudian setelah Aneth berteriak, terdengar suara sahutan yang pastinya dari wanita yang baru saja Aneth panggil. "Santi tolong mandiin Aqila dulu ya, badannya lengket banget penuh keringat," pinta Aneth pada Santi yang kini sudah berdiri di sampingnya. "Baik, Bu." Santi menghampiri Aqila, yang kini sedang bermanja-manja dalam pelukan seorang wanita yang baru pertama kali ini ia lihat. "Aqila digendong siapa nih?" tanya Santi pada Aqila dengan nada menggoda. "Mommy." Aqila menjawab pertanyaan Santi dengan malu-malu, bahkan Aqila langsung menyerukan wajahnya pada ceruk leher Navisha sesaat setelah menjawab pertanyaan Santi. Navisha tak kuasa menahan tawanya, ketika deru nafas hangat Aqila menerpa kulit lehernya yang memang sensitif. "Ih Aqila malu-malu kucing nih." Santi sengaja menggoda Aqila, membuat Aqila tertawa dan semakin mengeratkan pelukannya pada leher Navisha. "Sekarang Aqila mandi dulu ya biar badannya wangi lagi," bisik Navisha lembut seraya melerai pelukan Aqila dari lehernya. Tadi Navisha pikir Aqila akan tertidur sepanjang perjalan pulang menuju rumah, tapi perkiraan Navisha salah karena sepanjang jalan, Aqila lebih banyak mengoceh khas balita yang membuatnya gemas dan ingin sekali menggigit pipi chuby Aqila. Aqila melepaskan pelukannya dan beralih ke dalam gendongan Santi, wanita yang sudah merawatnya sejak ia masih kecil. "Dadah dulu sama tante cantik." Aqila mengangkat tangan kanannya, lalu melambaikannya pada Navisha, tak lupa untuk mengucapkan kata dadah. "Dadah." Navisha membalas lambaian tangan Aqila tak lupa memberi Aqila senyuman manis. Santi berlalu dari hadapan Aneth dan Navisha, berjalan menaiki tangga menuju kamar Aqila dengan Aqila yang terus saja berceloteh, menceritakan tentang Navisha. "Silakan duduk dulu, Sha." Aneth mempersilakan Navisha agar duduk di sofa. "Iya, Bu, terima kasih." Navisha lalu duduk di sofa, mengikuti intruksi Aneth. Sebenarnya Navisha ingin langsung pulang, tapi ia merasa tidak enak jika menolak tawaran Aneth. "Sebentar ya, biar Ibu ambilkan cemilan dan minuman dulu." Tanpa menunggu jawaban Navisha, Aneth langsung berlalu pergi menuju dapur. Sepeninggalnya Aneth, Navisha mengedarkan pandangannya kesegala penjuru arah, mengamati dengan seksama kediaman sang atasan. Sepertinya dugaaan Navisha memang benar, Abraham dan Aneth baru saja pindah, karena barang-barang dari rumah tersebut masih tampak kosong di beberapa bagian. Selang beberapa menit kemudian, Aneth kembali. "Maaf ya Sha karena lama." Aneth meletakan segelas jus jeruk di hadapan Navisha lengkap dengan cemilannya. Ucapan Aneth membuat Navisha terkejut, dan atensinya pun kembali tertuju ke depan. "Enggak apa-apa, Bu." "Silakan diminum." Navisha akhirnya meminum minuman yang Aneth sajikan untuknya. Jika ia menolak, ia takut kalau hal itu malah akan membuat perasaan Aneth tersinggung. "Maafin Ibu ya, pagi-pagi udah buat kamu kerepotan." "Enggak apa-apa kok, Bu, kebetulan saya lagi ada di sana juga." "Wah, ada tamu nih!" Seruan tersebut membuat obrolan antara Aneth dan Navisha terhenti. Kedua wanita berbeda usia tersebut lantas menoleh pada asal suara, dan keduanya melihat Abraham yang kini sedang menuruni anak tangga. Navisha berdiri, memberi hormat pada Abraham sesaat setelah Abraham berdiri tepat di hadapannya. Navisha lantas menyapa Abraham. "Selamat pagi, Pak." "Selamat pagi juga, Sha." Abraham menjawab sapaan Navisha dengan tak kalah ramahnya. Setelah itu Abraham duduk di samping Aneth dan menatap Navisha dengan kening berkerut. "Jadi ... kenapa Navisha bisa nyasar ke sini?" Navisha sontak tertawa saat mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Abraham. "Saya mengantar Aqila pulang, Pak." "Tadi Aqila sempat kabur dan untung bertemu sama Navisha," jelas Aneth sebelum Abraham sempat bertanya lagi. Aneth lalu menjelaskan lebih detail tentang apa yang tadi terjadi di taman, dan tanpa sadar, mereka bertiga larut dalam obrolan. Navisha mengalihkan pandangannya pada jam yang saat ini melingkari pergelangan tangannya, matanya sukses membola saat melihat angka di jam sudah menunjukan pukul 10 lewat 10 menit. "Pak, Ibu, Visha pamit pulang dulu ya." Navisha yakin kalau saat ini, Vina pasti sedang panik karena ia yang tak kunjung pulang. Terlebih ia lupa membawa ponselnya dan malah meninggalkan benda tersebut di kamarnya. "Biar di antar sama supir Bapak aja, Sha." "Enggak usah, Pak, rumah saya dekat kok." Navisha menolak secara halus tawaran Abraham. "Yakin rumahnya dekat?" "Iya, Bu, rumah saya di gang pertama pas masuk gerbang, Bu." "Wah, berarti kita bertetangga dong." Entah kenapa Aneth begitu senang ketika tahu kalau ia dan Navisha ternyata bertetangga. "Iya, Bu, kita bertetangga." "Ya sudah, nanti kapan-kapan Bapak sama Ibu main ke sana." "Iya, Bu, silakan." Navisha tidak mungkin melarang Abraham dan Aneth untuk main ke rumahnya. Ketiganya lantas berdiri , berjalan menuju teras depan dan masih diselingi oleh obrolan. "Sekali lagi terima kasih banyak ya, Sha." Aneth memeluk Navisha, Navisha pun membalas pelukan Aneth, tak lupa untuk membalas ucapan Aneth. "Hati-hati ya, Sha." Kali ini giliran Abraham yang bersuara. "Iya, Pak, kalau begitu saya permisi Pak, Bu." Abraham dan Aneth menggangguk. Setelah melihat Navisha keluar dari kediamannya, pasangan suami istri tersebut kembali memasuki rumah. Saat itulah mereka mendengar suara tangisan dari Aqila yang sontak saja membuat keduanya panik. Abraham dan Aneth segera menuju kamar Aqila yang terletak di lantai 2, dan ternyata Aqila menangis karena ingin main bersama Navisha. Abraham, Aneth, begitu juga Santi mencoba untuk menenangkan Aqila. *** Setelah berjalan selama hampir 15 menit, akhirnya Navisha sampai di kediaman orang tuanya. Vina yang sejak tadi menunggu kedatangan Navisha langsung berkacak pinggang saat melihat Navisha baru saja memasuki rumah. "Ya ampun Navisha, kamu dari mana aja? Kenapa jam segini baru pulang?" Teriak Vina menggelegar. Antara khawatir dan kesal, itulah yang Vina rasakan saat tahu jika Navisha belum pulang. Vina khawatir karena biasanya Navisha pulang 30 menit setelah berolahraga. Vina kesal karena Navisha tidak membawa ponselnya, jadi susah untuk dihubungi, dan mencari tahu apa saja yang Navisha lakukan di luaran sana. Sampai akhirnya jam di dinding sudah menunjukan pukul 10 lebih, Navisha baru pulang. "Maaf, Mah, tadi Navisha main dulu ke rumah tetangga yang di pojok sebelah kanan." Navisha meringis saat melihat kedua mata sang Vina yang melotot. Mendengar jawaban Navisha tak ayal membuat Vina kebingungan, karena setahunya rumah itu kosong. "Setahu Mamah rumah itu kosong deh, Sha." Vina dan Navisha berjalan memasuki ruang keluarga. Keduanya memilih untuk duduk di sofa. Di atas meja sudah ada banyak sekali makanan serta minuman yang tersaji, jadi Navisha bisa langsung menikmatinya. "Kayaknya baru di isi deh, Mah, soalnya isi dalam rumahnya masih banyak kosong." Navisha lalu menyalakan tv untuk melihat ada berita apa hari ini. "Oh begitu." Vina mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. "Papah mana, Mah?" Biasanya Bambang sedang mengobrol dengan Vina di ruang keluarga, tapi sejak tadi ia tidak melihat sang Papah. "Papah lagi pergi reuni sama teman-teman kuliahnya." "Perginya ke mana? Kok Mamah tumben enggak ikut pergi sama Papah?" Tentu saja Navisha penasaran karena biasanya Vina akan selalu ikut ke mana pun Bambang pergi, jadi saat Vina tidak ikut pergi bersama Bambang, membuat Navisha bertanya-tanya. Apa alasan Vina tidak ikut acara reuni dengan Bambang? "Acara reuni Papah khusus laki-laki semua, makanya Mamah enggak bisa ikut. Lagian sebentar lagi Mamah mau pergi arisan." Vina menggeser tubuhnya mendekati Navisha dan menatap Navisha dengan tatapan memelas. "Kenapa?" Navisha heran saat melihat Vina menatapnya dengan raut wajah memelas. Navisha tahu Vina pasti ingin sesuatu darinya, karena itulah Vina menunjukan raut wajah memelas. "Kamu mau gak ikut pergi arisan sama Mamah?" tanya Vina penuh harap. Bukannya mengangguk, setuju untuk pergi bersama dengan Vina, Navisha malah menggeleng, dengan kata lain, Navisha menolak ajakan Vina. "Enggak mau ah!" Tanpa banyak berpikir, Navisha menolak tegas ajakan Vina. Raut wajah Vina langsung cemberut saat untuk ke sekian kalinya Navisha kembali menolak ajakannya. Ini bukan kali pertama Navisha menolak untuk ikut dengannya ke acara arisan. "Ayolah Sha, ikut Mamah arisan, sekali ini aja." Vina belum mau menyerah untuk membujuk Navisha agar mau ikut dengannya. Navisha mengalihkan pandangan matanya dari tv ke Vina dan menatap Vina dengan senyum mengembang di wajahnya. "Visha udah janjian sama Sein kalau nanti siang kita mau jalan-jalan ke mall." "Oh, kalau gitu enggak usah ikut sama Mamah, jalan-jalan aja sama Sein." Tadinya, Vina pikir Navisha akan di rumah seharian karena itulah lebih baik ia mengajak Navisha ikut pergi bersamanya, dari pada diam di rumah, tapi ternyata Navisha sudah membuat janji dengan Sein. "Ya sudah, Visha ke atas duluan yah, Mah. Visha mau mandi nih, badan Visha lengket banget." "Ya sudah sana mandi." Secara halus, Vina mengusir Navisha. Navisha pun bergegas menaiki tangga menuju kamarnya. 2 jam sudah berlalu, dan saat ini Navisha sudah berada di salah satu mall di bilangan Jakarta. Mall tersebut adalah tempat di mana Navisha dan Sein akan bertemu. "Sein!" Navisha berteriak heboh lalu berlari menghampiri Sein yang baru saja turun dari mobil. "Ka Sha!" Sein ikut berteriak, tak kalah hebohnya dengan teriakan Navisha. Sein merentangkan kedua tangannya, dan keduanya pun berpelukan. Sudah lebih dari 1 minggu, Navisha tidak bertemu dengan Sein. Keduanya hanya berkomunikasi via telpon, itupun tidak bisa setiap hari, di karenakan Navisha yang sibuk bekerja, begitu pula dengan Sein yang sibuk dengan kegiatannya sendiri. "Titip ya Sha!" Teriak Anton dari dalam mobil dengan jari tangan kanan menunjuk pada Sein. "Iya, udah gih sana pulang." Secara tidak langsung Navisha mengusir Anton. Anton mengangguk lalu melambaikan tangannya pada Sein meskipun pada akhirnya Sein tidak membalasnya. "Rasain lo," ucap Navisha tanpa suara pada Anton. Sementara Anton hanya tersenyum kecut menanggapi ledekan Navisha, ternyata Sein benar-benar marah padanya akibat kejadian tadi pagi. Anton menutup kaca mobil, kembali melajukan mobilnya menuju kantor. "Jadi, kita mau belanja dulu atau mau makan dulu?" "Kak Sha belum sarapan?" "Sudah, kamu sudah sarapan atau belum?" "Sein juga udah sarapan." "Jadi kita belanja dulu baru nanti setelah belanja kita makan siang?" "Boleh tu, Kak, kita belanja dulu sebelum makan siang." "Ya sudah, ayo kita belanja." Navisha menggandeng tangan Sein, lalu keduanya memasuki mall dan mulai belanja barang-barang yang mereka inginkan. 2 jam sudah berlalu sejak Navisha dan Sein berkeliling mengitari mall. Sekarang tangan keduanya sudah penuh dengan kantung belanjaan. Brak!!! Hampir semua barang belanjaan di tangan Navisha langsung terjatuh ke lantai saat ada orang yang menabrak tubuhnya dari arah belakang. Tabrakan orang tersebut cukup keras, bahkan Navisha hampir saja jatuh tersungkur kalau saja Sein tidak segera menahannya dengan cara memegang tangannya. "Ma-maaf, Kak, saya enggak sengaja." Orang yang baru saja menabrak Navisha langsung meminta maaf, merasa bersalah karena sudah merugikan orang lain atas kecerobohannya. "Tidak apa-apa, Mba." Navisha segera berjongkok untuk mengambil barang belanjaannya, lalu ia mendapat bantuan untuk memunguti belanjaannya dari wanita yang baru saja menabraknya. "Makanya Mba, kalau lagi jalan tuh jangan lihat hp terus! Fokus dong!" Sein menegur wanita tersebut dengan nada ketus, bahkan raut wajah Sein saat ini benar-benar tidak bersahabat. "Iya saya salah, sekali lagi maaf ya, Kak.'" Wanita itu kembali meminta maaf, benar-benar merasa bersalah atas apa yang terjadi. "Sudah, tidak apa-apa." Navisha tersenyum, tak lupa untuk mengucap terima kasih karena wanita yang baru saja menabraknya telah membantunya merapikan belanjaannya yang tercecer di lantai. "Sekali lagi maaf, Kak." Untuk ketiga kalinya, wanita tersebut meminta maaf. "Iya, enggap apa-apa kok." Setelah itu, wanita tersebut pamit undur diri dan berlalu pergi dari hadapan Navisha juga Sein. "Lain kali jalan tuh lihatnya pakai mata, jangan fokus lihat hp terus." Sein masih menggerutu, kesal karena Navisha hampir saja jatuh tersungkur karena ulah wanita tadi. "Sudah-sudah, lagian Kakak enggak apa-apa kok." Navisha memaklumi mood Sein yang naik turun karena memang sejak tadi, mood Sein sedang memburuk. "Habisnya Sein kesal. Orang tuh lihat jalan ya pakai mata, eh dia malah fokus main ponselnya sampai nabrak," gerutu Sein penuh kekesalan. "Ya sudah, kan sudah kejadian. Sekarang mending kita makan, Ka Sha sudah laper banget nih," ucap Navisha sambil memegang perutnya yang berbunyi. "Ayo." Sein setuju dengan usul Navisha, kali ini giliran Sein yang menggandeng tangan kanan Navisha. Keduanya melangkah menuju tempat makan yang mereka biasa kunjungi jika sedang berkunjung ke mall tersebut. Selesai makan siang, mereka memilih untuk menyimpan barang belanjaan mereka di mobil, lalu kembali memasuki mall dan menonton bioskop. Keduanya pulang ketika hari sudah beranjak malam, dan hal itu sudah biasa terjadi jika mereka bertemu, lalu menghabiskan waktu bersama-sama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD