01 Pesanan Yang Salah
Pesanan Yang Salah
“Ivy, kau tahu ini jam berapa?!”
Arivy Zaliana Muchlis, biasa dipanggil Ivy, hampir melompat karena bentakan yang ia terima baru saja.
“Ma maaf, Pak.”
“Minta maaf tidak akan membuat saya menghasilkan uang! Cepat kerja sana! Karena kamu, saya sudah kehilangan beberapa pesanan antar. Sekali lagi kamu terlambat, saya akan langsung memecatmu!”
Ivy menutup matanya ketika mendapatkan omelan yang diselingi air liur yang menyembur dari mulut Pak Slamet.
Musim hujan membuatnya mengalami kendala untuk sampai ke tempat kerja paruh waktu ke tiga di hari ini. Ia yang mengandalkan kendaraan umum, tak bisa bergerak sendiri sehingga harus mengikuti jadwal kereta api yang suka berubah-ubah.
“Iya, Pak. Siap laksanakan.”
Ivy bergerak dengan cepat. Gadis berusia dua puluh dua tahun itu bergegas menghampiri dapur untuk mengambil pesanan yang baru saja selesai dibuat.
“Dapat sapaan yang bagus ya?” tanya Mawar, salah satu staff bagian kasir, dengan nada mengejek pada Ivy.
Tapi Ivy mengabaikannya. Ia sudah terbiasa dengan sikap Mawar yang tidak pernah berteman dengannya.
“Mana alamatnya?” tanya Ivy.
“Ini!”
Mawar meletakkan sebuah kertas kecil yang berisikan nama juga alamat si pemesan makanan.
‘Bravino Adams?’ tanya Ivy dalam hati karena ini pertama kalinya ia mendengar nama itu.
Dan untuk alamatnya pun baru ia baca sekarang. Namun, ia tetap harus mengantarkan pesanan itu agar ia bisa terus mendapatkan gaji dari Pak Slamet yang galak bin tukang muncrat.
“Apa pesanannya sudah lengkap?” tanya Ivy lagi.
“Ya iyalah! Gue gak kayak lo kalau kerja. Gak pernah becus.”
Sekali lagi Mawar mencemooh Ivy, tapi juga seperti biasanya Ivy mengacuhkannya.
Ivy lalu memasukkan bungkusan makanan tersebut ke dalam tas khusus yang berfungsi untuk membuat makanan tersebut tetap hangat, meski di cuaca yang sedang dingin ini.
Sembari mencari alamat, Ivy mulai menguras otak dimana ia bisa mencari uang tambahan untuk kuliah sang adik. Menjadi anak yatim piatu sejak lima tahun lalu, membuatnya menjadi tumpuan hidup adiknya, Eriva. Ternyata alamat yang Ivy cari itu berada di sebuah kompleks perumahan konglomerat.
“Rumah di sini seperti istana. Istana yang super besar. Apa orang di dalam rumah itu gak kesasar ya saking luasnya” ujar Ivy kepada dirinya sendiri sambil terkekeh.
Ivy diharuskan meletakkan kartu identitas sebelum masuk ke dalam gerbang portal perumahan tersebut.
“Ini dia.”
Ivy turun dari motor, mengeluarkan boks makanan lalu memencet bel rumah itu. Cukup lama Ivy menunggu hingga ada yang membukakan pintu untuknya.
"Cari siapa?" tanya seorang lelaki bertubuh besar dengan wajah seram.
"Tuan Bravino Adams?"
Dari balik punggung lelaki seram tadi muncul seorang lelaki lain.
Mata Ivy di terpaku kepada lelaki yang berjalan dari arah dalam rumah. Mata hitam Ivy bertemu dengan mata biru gelap milik lelaki tersebut.
“Kenapa kamu baru datang sekarang? Lama!"”
Suara lelaki yang bisa dibilang sangat tampan dengan banyak otot yang menonjol sempurna dari balik kemeja putih yang dikenakannya, membuat Ivy sadar kalau ia telah menatap lelaki itu terlalu lama.
“Oh, iya. Maaf karena saya terlambat. Saya baru kali ini mengantar pesanan ke daerah ini, jadi tadi saya agak kesulitan. Dan ini pes … Aargghhh!”
Ivy berteriak kaget karena lelaki itu tiba-tiba mengangkat dan juga meletakkan tubuhnya ke atas pundak kekar lelaki itu. Terlebih sekarang lelaki tersebut menepuk bagian bawah milik Ivy.
“Tuan apa yang anda lakukan?!” tanya Ivy masih dengan volume suara yang tinggi. “Tuan!”
“Tidak usah banyak bicara! Aku sudah terlalu lama menunggu. Dan asal kamu tahu saja! Aku paling membenci itu.”
Lelaki itu berjalan masuk ke dalam mansion yang terlihat benar-benar istana di cerita dongeng. Mereka melewati beberapa lelaki lain yang memakai jas berwarna hitam dengan wajah datar, hanya melihat Ivy dengan lelaki itu tanpa ada rasa kaget sama sekali.
Seakan-akan hal tersebut adalah hal yang biasa-biasa saja. Padahal Ivy sekuat tenaga memberontak dan berusaha meraih orang-orang di sekelilingnya.
“Tolong! Tolong lepaskan aku. Aku mengaku salah karena sudah terlambat. Tapi aku berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi,” pinta Ivy memelas.
Lelaki itu tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya terus berjalan dengan ringan dan kini sedang menaiki tangga, seolah Ivy hanyalah boneka yang tak memiliki berat sama sekali.
“Tolong. Jangan seperti ini. A-aku akan membiarkan kamu tidak membayar pesanan ini. Aku yang akan membayarnya sebagai kompensasi. Tapi tolong jangan adukan ini kepada Bossku, dan tolong turunkan aku.”
Lelaki itu tetap diam dan terus berjalan, menaiki tangga yang berkelok, lalu masuk ke dalam sebuah kamar.
Ia menjatuhkan tubuh Ivy ke atas kasur besar yang sangat empuk denga cukup kasar. Untung saja ada benda itu, kalau tidak Ivy pasti akan merasa kesakitan.
Mata Ivy makin terbuka ketika melihat lelaki itu membuka kemejanya dengan menarik dari atas dan keluar dari kepalanya tanpa membuka kancingnya.
Ivy seperti melihat adegan film salah satu tokoh utama film kontroversial yang melakukan hal yang sama. Membuka kemeja dengan gerakan yang sangat manly dan seksi.
Bedanya lelaki di hadapan Ivy ini memiliki otot bahu, d**a dan juga perut yang lebih menggiurkan. Seperti yang orang sering bilang, pelukable.
Di tambah dengan kumpulan rambut halus yah berada agak jauh di bagian bawah perut. Rimbun dan membuat penasaran.
Ivy menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikiran nakal yang tidak seharusnya ada di sana. ‘Sadar, Ivy!’
Lelaki itu tersenyum miring. “Kamu pikir aku tidak bisa membayar seribu wanita sepertimu? Aku Bravino Adams, pewaris tunggal dari Perusahaan Armstrong Grup, bukan orang yang bisa kamu rendahkan seperti itu. Kalau bukan karena aku sudah sangat ingin melampiaskan hasratku, aku akan langsung menghukum kamu untuk melayani semua anak buahku karena keterlambatan dan juga mulut lancangmu itu!”
Ivy bergidik ngeri membayangkan ancaman kejam dari lelaki yang kini menunjukkan kejahatan di wajahnya. Entah mimpi apa ia semalam sampai mengalami hal ini. Atau kalau bisa ia berharap ini semua hanya mimpi belaka.
‘Melayani seperti apa maksud dia? Apa ini sebenarnya?’ batin Ivy bersuara
“Karena kamu cantik dan menggairahkan, aku akan menerima permintaan maaf kamu kalau kamu bisa menunjukkan kehebatan kamu di ranjang ini!”
Ivy membelalak lebar tak percaya, ‘What?! Apa-apaan ini?!’