Part 1 (Hello)

1578 Words
Ardika mengambil tas nya dan beranjak dari kamarnya , langit sudah cukup oranye namun Ardika malah ingin bergegas keluar dari kamarnya. Jam dinding menunujukan pukul 4 sore dimana seharusnya orang–orang mulai berpulang dari tempat berpergiannya. "Lo mau kemana dik?" Kristas baru saja keluar dari kamar mandi kamar tersebut mendapati Dika akan pergi keluar. "Mau apa ya..." "Gausah di tutupin deh lo. Mau private? part time?" "Iya mungkin salah satu dari itu, haha." Dika adalah seorang mahasiswa di Universitas Nasional Han Dong , merupakan sebuah universitas yang diminati, favorit dan sangat menantang bila ingin menjadi bagian dari universitas. Dika dan Kristas tinggal bersama di satu rumah susun dengan ukuran 4 x 4 meter dengan kamar mandi di dalamnya. Mereka bertemu dan mengenal satu sama lain ketika masa orientasi siswa baru, dihukum bersama karena tidak membawa nametag. Nametag ? apa pengaruhnya untuk penilaian di kampus? "Lo gak makan dulu? " "Gue bawa aja makananya sambil jalan." "Oke lah, hati - hati ya." Dika bergegas meninggalkan kamar rusun dan melangkah keluar. Dika menaiki bus 0911 memakan waktu 10 menit dan akhirnya berhenti di Jalan Rosela. Dika turun dari bus dan menuju suatu perumahan elit di kota tersebut dan mencari rumah bernomor 36. Dika akhirnya menemukan rumah tersebut dan menekan bel pintu pagar. Suara bel terdengar dan ada pengeras suara di samping bel serta dilengkapi kamera kecil untuk melihat siapa yang datang. “Maaf, ada keperluan apa ?” Dika menekan tombol di sebelah pengeras suara dan mulai berbicara. “Maaf menggangu, saya dika. Guru private yang melamar untuk mengajar siswa bernama Arnica, Fioresta dan Alven.” Setelah Dika selesai berbicara, Ia melepas tombol tersebut dan menunggu jawaban dari sebrang. Namun tidak ada jawaban. Setela Dika menunggu beberapa saat pintu pagar terbuka dan nampak seorang wanita paru baya dibalik pintu. “Maaf menunggu terlalu lama, silakan masuk.” Dika mengikuti arahan ibu paru baya tersebut menuju satu gedung dari rumah yang cukup besar. Ia melewati taman sepanjang delapan meter yang terdapat berbagai bunga di sekitar taman dan air mancur serta kolam ikan buatan. Di sisi kanan terdapat juga kolam berenang yang sangat bersih. Dika sampai di ruang tamu rumah tersebut, ruang tamu didesain dengan tema gold bercampur putih yang memberikan kesan glamour terhadap rumah tersebut. Dika terus berjalan tanpa berhenti, hingga akhirnya Ia tiba di taman kecil yang menghadap ke kolam renang di luar tadi. “Silakan duduk terlebih dahulu. Akan saya ambilkan minum sebentar.” Dika duduk di kursi dan meletakan tasnya di bawah meja. Meja dengan 4 kursi berwarna putih yang mengelilinginya. Beberapa saat kemudian datang tiga anak dengan berpakaian seragam sekolah mengambil tempat duduk di sebrang Dika, dua perempuan di seberang dan satu laki – laki di sebelahnya. Fioresta mulai bertanya diikuti dengan Arnica. “Jadi ? kau yang bernama Dika? “ “Iya, saya Dika. “ “Kau yang akan mengajari kami?” “Iya seperti itu.” “Woahh... kakak cukup tampan, seharusnya kakak menjadi model atau ikut debut seperti bintang lain.” “Hey, masih lebih tampan aku kan?” Bantah Alven. “Yang benar saja, kau dengan kakak ini sangat jauh , Alven.” “Kenalkan, aku Fioresta. Kau bisa memanggilku Fio.” “Aku Arnica, panggil aku Nica.” “Aku Alven, kau pasti sudah mendengarnya tadi.” “Oke aku Ardika, nama panggilan ku Dika.” Tak lama kemudian perempuan paru baya yang tadi menghilang kembali membawakan segelas sirup jeruk untuk Dika. “Btw, ini rumah Arnica, kami bertiga teman sejak masih di bangku Sekolah Dasar. Kami akan mengikuti beberapa ujian untuk lulus dari sekolah ini. Jadi, tolong bantu kami bertiga.” Fio kembali berbicara dengan menyatukan tangannya isyarat memohon. “Tentu, aku akan mencoba sebaik mungkin untuk membantu kalian dalam belajar.” “Oh iya, ini bi Rini, asisten rumah tangga ku, bila memerlukan sesuatu bisa katakan padanya.” “Iya, baiklah aku mengerti. “ Mereka bertiga bangun dari tempat duduk dan Fio menarik Dika untuk ikut bangun juga. “Kita mau kemana ?“ “Ayo kita mulai belajar sekarang juga.” Dika yang belum siap untuk ditarik tampak gelagapan dan segera mengambil tas ranselnya dan membawa segelas sirup yang diberikan bi Rini tadi. Fio menuntun Dika ke ruang baca rumah ini, didalamnya terdapat rak buku yang panjang sebanyak dua buah dan meja dengan kaki pendek di tengah ruangan tersebut. Arnica dan Alven langsung mengambil posisi di kanan kiri meja dan diikuti Fio serta Dika. “Ini ruang perpustakaan kecil rumah ini, banyak buku cerita dan pengetahuan, diantaranya punya kakak ku dan aku, namun lebih banyak punya kakak daripada punya ku.” Nica memperkenalkan perpustakaan kecil rumahnya yang ukurannya hampir dua kali lipat luasnya dari rusun tempat tinggalnya. “Kakak Nica seorang mahasiswa kedokteran, kau juga bukan?” “Iya aku mahasiswa kedokteran.” “Wah jangan – jangan kalian saling mengenal.” “Ah, mungkin.” Ucap Dika sambil mengingat-ingat mahasiswa kedokteran yang memiliki wajah mirip dengan Nica. “Apakah kau punya peraturan untuk kami?” Tanya Alven. “Sebenarnya aku tidak punya aturan yang terikat, hanya saja kalian tidak boleh memainkan ponsel selama kita belajar dan jangan ada yang sakit hati bila mendapat hasil yang kurang. Karena disini kita belajar untuk mendapatkan yang terbaik maka kita harus semangat.” “Oke, bukan hal yang berat. Kami bisa melakukan itu semua.” Jawab Nica. “Kak, apa sudah punya pacar?” “Ish.. Fio.. kau ini menakuti kakak ini saja.” Nica mencoba menahan Fio. “Belum, aku belum punya.” Ucapnya sambil tersenyum. “Wah, yang benar saja, Alven yang tidak tampan saja sudah punya pacar.” “Kau ini, aku tampan tahu!” “Ah sudah lah kalian mau didepan siapapun suka bertengkar. Ayo jangan menakuti kakak ini dengan pertanyaan aneh dan pertengkaran kalian. “ “Tidak apa, kalian memang masih Sekolah Menengah. Aku mengerti.” “Baiklah, apa yang mau kalian pelajari hari ini? Biologi? Kimia? Fisika?” “Biologi!” Jawab mereka bertiga serentak. Mereka mulai membuka buku biologi mereka dan mempelajari respirasi aerob dan anaerob. Dika menjelaskan pelan – pelan dan menggambar ulang skema serta mekanisme terjadinya hal tersebut. *** Dika keluar dari rumah besar tersebut dan menuju halte bus, Ia akan pulang ke rumah susunnya dan mengerjakan tugas – tugas kuliahnya. Hari ini cukup baik , Dika mendapat respon yang baik dari murid bimbingan belajar yang Ia lamar sebulan lalu. Setidaknya ini cukup untuk menutupi kebutuhan sehari – harinya yang seharusnya orangtua Dika bisa membiayai nya. Kristas calling “Halo kris, ada apa?” “Kau akan pulang cepat kan?” “Iya ini aku sedang di perjalanan pulang.” “Bagus, aku akan memasak makanan untuk mu.” “ Baiklah.. Aku akan segera sampai.” Ardika akhirnya sampai di halte dekat rumah susun dan Ia menaiki tangga. Dari tangga tercium aroma makanan, sepertinya memang benar Kris sedang memasak untuknya. Dika masuk ke kamar dan menuju dapur umum di lantai itu , memang dapur disini dipakai bersamaan. “Akhirnya kau pulang, tepat sekali makanan ini matang.” Dika menyiapkan piring untuk nasi mereka dan meja nya. “Bagaimana murid *bimbel mu? Apakah mereka nakal?’ “Tidak Kris, mereka sangat baik dua perempuan dan satu laki – laki.” “Wah pasti mereka tertarik pada lo.” “Iya salah satu dari mereka mengatakan gue tampan, namun gue merasa biasa saja.” “Pasti mereka menyarankan lo untuk menjadi model.” “Iya, kenapa lo begitu persis seperti mereka?” “Nah betulkan. Gue udah bilang.. lebih baik jadi model saja.” “Tidak Kris, gue sangat kaku tidak bisa bergaya hot dan menggoda seperti yang ada di majalah kesukaan lo.’ “Ck. Ya sudah ayo tambah lagi makan nya.” Kris dan Dika melanjutkan makan mereka, beberapa saat kemudian ponsel Kris berbunyi. “Hmm siapa yang mengirimkan pesan.” Kris membuka layar ponselnya dan ruang pesan di layar notifikasi. “Ada lowongan pekerjaan malam.” “Apa itu Kris? “ “Bukan apa–apa. Ayo lanjutkan makannya.” Dika tampak curiga, tidak biasanya Kris menyembunyikan sesuatu darinya. *** Ruangan rapat dengan nuansa elegan, meja berbentuk persegi panjang dan kursi beroda di setiap sisi. Oliver Karadja duduk di salah satu kursi disana. “Baik semuanya sudah hadir disini. Mari kita mulai rapatnya.” Ucap salah seorang komisaris disana. “Rapat hari ini sangat mendadak, karena beberapa hari lalu saya melihat adanyaa 0.85% penurunan saham rumah sakit.” Seorang sekretaris membantu menampilkan data di layar penampil. “Baiklah dapat kita lihat disini kurvanya. Penurunan kurva memang tidak mencapai satu persen namun hal ini cukup membuat panas para pemegang saham. Kami berdua dari divisi komisaris dianggap membutuhkan satu komisaris lagi untuk mengembalikan kurva kembali stabil bahkan diharapkan lebih baik.” Terdengar forum didalam forum, diantara mereka mulai berbisik satu sama lain kecuali Oliver dan Sanjaya. “Mohon perhatiannya, karena para pemegang saham sudah memberikan mandat pada saya untuk mengadakan pemilihan maka bila ada yang berminat mohon mempersiapkan. Pemungutan suara akan dilakukan tiga bulan dari sekarang dan hasil akan diumumkan satu bulan setelahnya dan tidak memungkinkan untuk lebih cepat diumumkan.” Rapat selesai, seluruh orang di ruangan tersebut kembali ke ruangan masing-masing. Oliver duduk di ruang kerjanya dan menatap ke luar jendela. Pemandangan kota yang cukup padat menjadi pandangannya. “Ah tidak perlu lah, aku sudah cukup bersyukur berada sampai saat ini.”Ucapnya pada diri sendiri. Oliver sadar persaingan tersebut pasti tidak sehat, lebih tidak sehat ketika Ia iseng mencalonkan diri sebagai direksi. Oliver melanjutkan pekerjaan yang sempat terhenti akibat rapat dadakan. . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD