Bab 7

1021 Words
Meta yang berada di dalam dekapan Ganjar, menggeliat karena mendengar suara ketukan pintu kamar mereka. Namun, saat ia ingin meraih gaun tidur yang terletak di kepala ranjang, tangan Meta ditarik kembali oleh Ganjar ke dalam pelukannya. "Jangan hiraukan! Aku tidak peduli hari ini miliknya atau bukan. Yang aku tahu, seluruh hariku milikmu!" Ganjar semakin mempererat pelukannya pada Meta. "Sepertinya yang mengetuk pintu bukan hanya Lusi, tapi mama juga, Mas." Mencoba untuk beranjak kembali. "Biarkan saja!" Ucap Ganjar lagi. Namun, Meta tetap dengan keinginannya untuk membuka pintu kamar tersebut. Menyadari hal itu, Ganjar meremas gundukan kenyal milik istrinya, yang berada tidak jauh dari tangannya. Meremas, mengelus, dan memainkan kedua ujung istrinya itu. "Masih ingin pergi dariku?" Ganjar menindih tubuh istrinya dan kembali masuk, hal yang sedari tadi sudah ingin dilakukan. Sedari tadi sebenarnya Ganjar sudah ingin memasuki Istrinya. Namun, Ganjar tidak ingin mengganggu tidur Meta yang terlihat sangat pulas. "Mas...," lirih Meta. Saat Ganjar kembali menerobos masuk untuk mencari kehangatan di dalam sana. Dengan gerakan maju mundur, Ganjar kembali merasakan miliknya, hangat, di remas, dan rasa licin yang berasal dari milik istrinya itu. Mengabaikan ketukan pintu yang semakin keras dan sering, Ganjar sibuk memanjakan sang istri. Dengan menghisap dan meremas kedua bola yang kini menjadi mainan baru baginya. Desahan demi desahan meluncur saja dari mulut Meta. Gadis itu juga meremas kuat rambut tebal suaminya. Sudah tidak mampu lagi di gambarkan, bagaimana kenikmatan yang dirasakan Meta. Permainan yang diberikan oleh suaminya itu, mampu membuatnya kehilangan kesadaran. Sehingga, tanpa mereka berdua sadari, Lusi dan Jani telah berdiri didepan pintu kamar yang telah terbuka. Dengan kunci cadangan yang Jani miliki. Wajah Lusi memanas melihat Ganjar yang sedang bercinta dengan istrinya. Hal yang belum ia rasakan, meskipun telah menyandang status sebagai istri sahnya Ganjar. Jani yang merasa malu melihat tubuh polos anak dan menantunya, yang sedang memadu kasih. Kembali menutup dan mengunci pintu kamar tersebut. Bisa dibayangkan, betapa marahnya Ganjar jika mengetahui ia dan Lusi melihat apa yang sedang ia lakukan. "Ma, kenapa ditutup lagi? Hari ini giliran aku bersama Ganjar!" Rengek Lusi. "Sudahlah! Kamu harus bersabar, Lus. Kamu lihat kan, Ganjar sedang berada di puncak kenikmatan. Mama tidak bisa membayangkan kalau dia melihat kita?" Lusi menghela nafas. "Tapi aku juga ingin melakukannya, Ma,! Ganjar belum pernah menyentuhku. Padahal, aku telah memasukkan obat yang mama berikan ke dalam minumannya." "Iya, kah?" Lusi mengangguk. "Tapi tetap saja dia tidak terpengaruh sama sekali. Bahkan milik Ganjar tidak mengeras sama sekali. Apa jangan-jangan, obat yang Mama beri palsu?" "Enak saja!" Jani memukul lengan Lusi. "Kalau kamu tidak percaya, coba kamu minum. Dan rasakan efek sampingnya!" "Kalau aku pengen juga bagaimana?" Lusi mengerucutkan bibirnya. "Ya, kamu minta sama Ganjar, lah. Masak sama Mama!" Kepala Jani menggeleng. "Sudahlah, ya. Nanti malam kamu beri dosis yang lebih tinggi. Pakailah pakaian yang sexy dan goda suamimu." "Nanti deh, aku coba lagi." "Bagus! Itu baru menantu kesayangan Mama. Jangan sampai Meta terlebih dahulu hamil di bandingkan kamu. Posisi kamu akan semakin sulit." Lusi tertegun. "Bagaimana bisa hamil, di sentuh saja tidak." Gerutu Lusi. "Makanya kamu usaha!" Ucap Jani sambil beranjak. Semakin mengundang decihan dari mulut Lusi. Gadis itu mencak-mencak dan mengacak rambutnya sendiri. Ia berusaha berpikir untuk mendapatkan cara agar Ganjar mau menidurinya. Lusi juga memandanginya wajah dan tubuhnya di hadapan cermin. Cantik, meskipun Meta jauh lebih manis darinya. Mengingat nama Meta, bayangan Ganjar yang sedang menghujamkan pada Meta, kembali terbayang oleh Lusi. Tanpa ia sadari, gadis itu menatap penuh nafsu ke arah miliknya sendiri. "Bagaimana ya, rasanya? Aku melihat mulut Meta terbuka karena Ganjar menghujam miliknya. Apakah itu sakit? Atau nikmat seperti yang dikatakan oleh orang-orang?" Gumamnya lagi. Kepala Lusi menggeleng. "Kapan, ya. Ganjar menyentuhku! Agar aku bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Meta. Ah, pasti sangat nikmat!" Lusi menggigit bibir bawahnya sendiri. "Non!" Seorang pria menyapa Lusi yang sedang berdiri di depan sebuah lemari. "Eh," Lusi terkesiap dan menyentuh dadanya sendiri. "Ada apa?" ketusnya. Kepada pria berusia dua puluh tahun tersebut. Raihan, seorang pria yang baru saja datang untuk menggantikan posisi sang ayah yang sedang sakit. "Saya, Raihan, Non! Ingin menggantikan Bapak. Bapak sudah sakit tiga hari. Beliau meminta saya untuk menggantikan beliau, hingga Bapak sembuh. Tadi malam, Bapak sudah memberitahu Tuan Ganjar dan beliau setuju." Terang Andhika. "Ya, ya. Terserah! Jawab Lusi acuh. Gadis itu melengos pergi, kembali naik ke tangga, untuk masuk ke dalam kamarnya yang ada di depan kamar Ganjar dan Meta. Mana mungkin ia peduli, Ganjar saja tak acuh padanya, jadi untuk apa ia mengurus supir pria itu? Raihan menggeleng. Sejenak, ia terpesona karena kecantikan Lusi. Aroma tubuh gadis itu juga sangat wangi, sehingga memanjakan penciuman pria itu. Tapi, sayangnya Lusi begitu ketus dan sombong. "Mas," Meta memainkan rambut Ganjar, dengan jari-jari lentiknya. "Mmhh," lirih Ganjar. Pria itu sudah tidak sanggup untuk berbicara apa lagi bergerak. Dari tadi malam, hingga sore. Ia tidak pernah berhenti menggempur istrinya itu. Untuk makanan, pengantin baru itu meminta asisten rumah tangga mengantarkan ke kamar mereka. Dari kamar mandi, kasur, dan sofa. Seluruhnya telah mereka coba untuk menyalurkan hasrat mereka berdua. Bukan hanya Ganjar, Meta pun sudah tidak mampu bergerak, walaupun hanya untuk mengenakan pakaiannya saja. Dan sore ini, mereka berdua masih berpelukan dibawah selimut tebal dengan tubuh yang masih sama-sama polos. Ganjar yang menyembunyikan wajahnya di dalam ceruk leher Meta, masih betah memainkan mainan barunya. "Kamu nggak ke kantor?" Tanya Meta lagi. "Mungkin besok, Sayang. Untuk hari ini, aku ingin selalu di dalam pelukanmu. Waktu kita menikah, aku tidak mendapatkan cuti sama sekali. Jadi tidak apa, ya. Aku bolos dua hari." Menempelkan wajahnya pada salah satu gundukan kenyal istrinya. "Mas ...," lirih Meta. Karena dengan nakalnya, Ganjar kembali menghisap, membuat tubuh Meta kembali menegang. "Mau lagi?" Goda Ganjar. Meta menggeleng cepat. "Milikku sakit sekarang, Mas. Tubuhku juga remuk. Izinkan aku untuk istirahat sejenak. Mungkin nanti malam kita bisa melakukannya lagi. Tapi dengan satu syarat, bawa aku ke kamar mandi dan buatkan aku makan malam yang sangat spesial. Aku tidak ingin bibik yang masak!" Mencubit hidung mancung suaminya. "Baiklah! Aku akan melakukannya. Demi istriku ini!" Ganjar bangkit dan menggendong tubuh istrinya. Saat melewati lemari, Meta menutup kedua matanya. Ia merasa malu melihat tubuhnya dan Ganjar yang sama-sama polos tanpa sehelai benangpun yang menempel.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD