"Apa yang membuatmu mau mencoba untuk melangkah kedepan bersamaku?" Menggenggam tangan Meta dengan erat. "Mmm ... maksudku, mau melupakan Alex dan meneruskan pernikahan ini."
Ganjar memandangi wajah cantik Meta.
Satu hari ini, mereka mengelilingi kota. Tentu masih dengan Lusi yang ikut serta dengan mereka. Di saat pasangan suami istri itu duduk berdua di atas sebuah rumah pohon, lagi-lagi Lusi menunggu di dalam mobil. Karena ia takut akan ketinggian.
"Aku tidak tahu, Mas. Aku juga tidak mengerti kenapa hatiku mau mencoba melangkah denganmu. Setelah apa yang dilakukan oleh Alex kepadaku. Kamu tahu, luka ini begitu sangat besar. Sehingga aku mohon dengan sangat, jangan khianati kepercayaan yang aku berikan!" Meta menghela nafas. "Posisimu sekarang sangat genting. Seperti memeluk guci kaca yang telah pecah. Yang kamu perbaiki dengan sebuah lem. Sedikit saja kamu salah melangkah, maka aku akan kembali pecah dan kamu akan terluka."
Sedikit kebohongan rasanya cukup agar Ganjar tidak tahu bahwasanya ia benar mencintai Alex. Agar Ganjar tak besar kepala dan malah lalai dalam berjuang untuk mendapatkan restu.
"Aku tahu itu. Pasti tidak akan mudah bagimu untuk menerimaku setelah apa yang kamu alami. Namun, satu hal yang sudah sering aku katakan padamu sudah lama aku memiliki rasa padamu. Tapi bodohnya aku mengenyampingkan rasa cinta dan mengedepankan larangan dari kedua orang tuaku. Rasa takutku terlalu besar sehingga langkahku terlalu sulit untuk mendekat padamu."
Meta tersenyum kecut. Tanpa diberitahu pun ia sudah tahu Ganjar takut berjuang demi cintanya sendiri. Maka dari itu Meta memilih membuat drama bersama Alex. Tapi, nyatanya drama malah mengubahnya menjadi istri sah Ganjar.
Meskipun demikian, Meta akan terus bersikap seperti gadis yang hancur ditinggal pergi di mata Ganjar. Agar pria itu tidak seperti dulu, cinta, tapi takut melangkah lebih jauh.
"Kenapa kamu takut dan tidak mau berjuang? Apa karena kastaku sangat jauh darimu dan restu itu mustahil didapat?" Meta mengernyit.
"Bukan! Tetapi kamu terus saja menolak dan mama keras ingin menjodohkan dengan Lusi. Dan satu hal yang harus kamu tahu, banyak bawahanku yang begitu sangat mengagumimu. Karena sikap yang baik dan lemah lembut yang kamu miliki. Bayangkan, akan aku taruh dimana mukaku jika mereka tahu aku terus saja ditolak? Makanya aku tarik ulur dalam mendekat."
"Kamu ini ada-ada saja, Mas. Mana mungkin aku menolak pria tajir dan tampan sepertimu, asalkan restu itu sudah diberikan" Meta terkikik. "Setidaknya aku bisa memakai uangmu, sambil menunggu cinta hadir di hatiku."
"Kamu?" Ganjar mengerucutkan bibirnya.
"Tidak! Aku hanya bercanda, Mas. Sudah pasti aku menolakmu. Kasta kita sangat berbeda. Jangankan memikirkan memiliki suami sempurna seperti kamu, memimpikannya saja aku tidak berani." Memeluk pinggang Ganjar. "Sekarang giliran kamu. Apa yang membuatmu memutuskan untuk menggantikan posisi sahabatmu. Tentu kamu tahu, seperti apa penolakanku atas kehadiranmu" Wajah Meta mendongak.
"Tidak ada alasan. Dia pergi meninggalkanmu, ku anggap dia bukan jodohmu. Tapi walaupun begitu, aku belum percaya diri menganggapmu jodohku. Setidaknya, hari itu aku ingin menyelamatkan kamu dan semakin dekat satu langkah denganmu. Kamu tahu, ayahmu meminta Abram untuk menikah denganmu makanya aku tidak ingin kehilanganmu lagi."
"Abram?" kening Meta mengernyit dalam.
"Iya, kamu mengenalinya bukan?"
Meta mengangguk. "Pria yang selalu datang ke rumah dalam keadaan mabuk. Dan berteriak-teriak di depan rumah." Menundukkan kepalanya. Ia merasa malu atas sikapnya selama ini kepada Ganjar. Bayangkan saja, apa yang akan terjadi padanya, jika Abram yang menjadi pendampingnya. Bagaimana nasibnya, jika Ganjar tidak datang menolongnya.
Betapa sial yang ia dapatkan jika itu benar terjadi. Jadi menikah dengan Ganjar rasanya tidak terlalu buruk.
"Lihat aku," Ganjar menaikkan dagu istrinya. "Jangan merasa bersalah kepadaku, Sayang. Ini telah aku anggap sebagai takdir kita berdua." Melumat bibir istrinya dengan lembut. Membuat Meta luluh dan membalas dengan menyesap bibir bawah suaminya itu. Mereka saling berganti saliva di dalam sana. Secara bergantian menyesap lidah yang hangat dan penuh kenikmatan.
Terbakar hasrat, Ganjar memasukkan tangannya kedalam baju yang digunakan oleh istrinya. Untuk mencari dua gundukan kenyal yang begitu sangat menggoda. Nafas Meta semakin tidak karuan, saat jari-jari tangan Ganjar memainkan kedua ujung dadanya.
"Mas," desah Meta di sela-sela ciuman mereka.
"Ayo kita pulang! Akan sangat berbahaya berada terlalu lama disini. Aku bisa memakanmu di depan umum seperti ini."
Wajah Meta merona. Ia segera menyembunyikan wajahnya di d**a bidang suaminya.
Melihat Ganjar dan Meta turun, dengan langkah cepat Lusi segera turun. Mendengar percakapan mereka berdua, barulah Lusi sadar, ada Alex yang seharusnya menjadi suami Meta. sahabat Ganjar yang berkenalan dengannya, di hari pertunangannya dengan Ganjar.
Lusi memukul dahinya sendiri. Bisa-bisanya ia lupa dengan sosok pria yang sempat menjadi tunangan Meta.
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Ganjar dan Meta saling melempar gurauan satu sama lain. Mulai dari hobi hingga hal konyol yang lainnya. Lusi yang duduk di kursi belakang, memanfaatkan keadaan untuk mencari informasi lebih jauh tentang Alex. Berharap lewat Alex ia bisa menjadi istri satu-satunya untuk Ganjar.
Diam-diam gadis itu mengambil foto Meta yang sedang menggenggam tangannya Ganjar, yang sedang menyetir. Lusi yakin, foto-foto tersebut akan berguna saat ia menemukan keberadaan Alex. Untuk mempermudah Lusi mengembalikan Meta kepada pasangan yang sebenarnya.
Begitu mobil Ganjar terparkir di halaman rumah, langit malam telah menyapa mereka. Membuat Meta terlelap di dalam mobil. Sebelum pulang ke rumah, mereka mampir ke warung lesehan penjual pecel lele kesukaan Meta. Untuk kesekian kalinya, Lusi menahan rasa laparnya. Karena ia tidak berselera makan di pinggiran jalan.
Ganjar mengangkat tubuh istrinya masuk ke rumah, dan membiarkan Lusi yang telah lemah berjalan sendiri. Gadis itu terlihat sangat pucat, karena satu hari ini hanya makan biskuit dan air mineral yang ada di dalam mobil Ganjar.
"Kamu mau kemana?" Ucap Jani, saat ia melihat Ganjar berjalan menaiki tangga, dengan Meta di dalam gendongannya.
"Ke kamar. Kami sudah selesai makan malam. Jadi Mama tidak usah khawatir. Dan malam ini aku tidur dengan Meta. Jadi, jangan ganggu kami." Tanpa menghentikan langkahnya, Ganjar menjawab pertanyaan sang Mama.
"Ma...," rengek Lusi.
"Kamu kenapa, Sayang?" Jani mengusap keringat yang membasahi kening menantu kesayangannya itu.
"Aku kelaparan, Ma!"
Jani tersentak. "Kelaparan?" Ucapnya lagi.
Lusi mengangguk. "Ini semua ulah menantu kesayangan Mama! Seleranya kampungan. Dia lebih suka makan di emperan dari pada restoran. Membuat aku terpaksa harus menahan rasa lapar, dari pada ikut makan bersama mereka."
"Ya, sudah. Ayo ikut Mama! Mama akan masakin makanan kesukaan kamu. Sambil menunggu, kamu bersihkanlah tubuhmu dulu. Entah kemana Ganjar membawamu, tubuhmu bau matahari!"
"Iiihhhhh, Mama...." Rengek Lusi.
***
"Mas," lirih Meta. Saat tubuhnya mendarat nyaman di atas ranjang yang empuk.
"Kamu sudah bangun?" Ganjar menatap jernihnya mata oval milik istrinya.
"A-aku, ingin mandi terlebih dahulu." Meta kembali bangkit dan berlari ke kamar mandi. Gadis itu bisa membaca pikiran Ganjar dengan sangat baik. Ia tahu apa yang diinginkan oleh suaminya itu.
Ganjar menggelengkan kepalanya, karena tingkah lucu sang istri. Sebelum ia berbaring untuk beristirahat, Ganjar mengunci pintu kamarnya terlebih dahulu. Agar tidak ada yang mengganggu mereka berdua. Siapa tahu, Meta memberinya jatah lagi malam ini.
Entah berapa lama Meta di dalam kamar mandi, membuat Ganjar yang tengah menunggunya tertidur di atas ranjang.
"Mas, cuci muka dulu baru tidur!" Meta mengusap lembut pipi suaminya.
Ganjar menggeliat karena rasa dingin yang menyentuh pipinya.
Ganjar langsung menggenggam pergelangan tangan istrinya dan menarik tubuh yang hanya dililit oleh handuk.
"Mas!" Meta terpekik, saat Ganjar melepaskan handuk yang melilit tubuh ramping istrinya itu.
"Mas, aku baru selesai mandi, aku...," bibir tipis Meta di bungkam oleh Ganjar. Dengan kuluman dan pagutan yang lembut. Ia juga menggulingkan tubuh polos istrinya ke samping. Lalu menindih tubuh tersebut. Tanpa melepaskan pagutannya, Ganjar melepaskan pakaian yang melekat pada tubuh kekarnya. Ia ingin buah hati mereka segera hadir, untuk mempererat ikatan di antara mereka berdua.
Meta meringis saat merasakan Ganjar yang telah mengeras mencoba masuk ke dalam miliknya. Rasa hangat dan licin langsung menyapa. Rasa sempit dan memijat semakin memanjakan Ganjar disana.
Perlahan. Ganjar mulai bergerak, membuat ringisan Meta berubah menjadi desahan kenikmatan. Merasakan Meta mulai rileks, Ganjar melepaskan ciumannya dan berpindah menyesap dan memainkan ujung dua bola istrinya yang telah mengeras karena terbakar hasrat.
"Ma-mas," racau Meta. Saat Ganjar keluar dan masuk di dalam inti yang sempit dan basah, diiringi dengan remasan, permainan lidah Ganjar di kedua gundukan kenyal miliknya.
Suara nafas yang memburu dan desahan mendominasi kamar tersebut. Menandakan betapa panasnya percintaan kedua pasangan suami istri, yang sedang menikmati surga dunia yang telah halal bagi mereka.
"Owh, Mas. Jangan seperti ini," Meta semakin meracau saat Ganjar meletakkan satu kaki gadis itu pada pundaknya. Membuat Ganjar semakin leluasa untuk menghujamkan ke dalam milik istrinya. Tangannya yang bebas, meremas dan memainkan kedua ujung Meta.
Gerakan Ganjar semakin tidak terkendali, saat merasakan milik Meta berkedut karena pelepasannya. Semakin memijat, semakin hangat dan licin di dalam sana.
"Ah, Sayang..." lirih Ganjar. Saat ia mencapai pelepasannya dan mengantarkan benih miliknya ke dalam rahim sang istri.
Tubuh Ganjar tumbang ke samping Meta. Masih dengan nafas yang putus-putus, Ganjar membawa tubuh istrinya naik ke atas tubuhnya, tanpa melepaskan penyatuan mereka berdua.
"Tidurlah, Sayang!" Ganjar mengusap punggung istrinya yang telah basah oleh keringat.
Merasa lelah dan mengantuk, Meta hanya mengangguk dan langsung terlelap di atas tubuh suaminya.