KENAPA?

1130 Words
Ketika Luna hendak menyendok nasinya, Mila datang, masuk kedalam rumah seperti biasanya sambil berteriak keras. "DYLAN, ONTY BAWAIN KAMU–" teriakan antusias Mila tiba-tiba berhenti begitu saja, dia menatap kaget pada Dipo yang sedang duduk bersama Luna dan Dylan. "Onty!" Dylan melambaikan tangannya dengan senang, "Papa Dylan udah pulang." Mila menatap Luna, seolah meminta penjelasan. Tapi Luna menundukkan kepalanya, berpura-pura fokus pada nasi di piring. "Ah–" "Tante sini, makan baleng Dylan," ajak Dylan pada Mila. Luna akhirnya mendongak, menatap Mila. Memberi isyarat pada wanita itu agar datang dan ikut makan bersama mereka. Mila juga tidak bersikap sopan, dia duduk di sebelah Luna, menatap Dipo dengan sedikit ketidak sukaan. "Lo apa kabar?" tanya Mila pada Dipo seolah tengah berbasa-basi. Dipo mengangguk kecil, "Baik." "Kemana aja? Kok gue gak pernah liat lo–shh." Mila mendesis karena di bawah meja Luna menginjak kakinya dengan keras. Luna memberi Mila tatapan peringatan. Dipo tersenyum, melirik Luna yang dalam pandangannya terus menunduk seolah fokus pada makanannya. "Di luar negeri, lanjut sekolah sambil ngejalanin bisnis." Mila dan Luna tercengang diam-diam. Jelas sewaktu SMA dulu Dipo adalah anak yang miskin, bahkan sampai Luna dan Dipo putus, Dipo masih miskin. Sekarang pria itu mengatakan bahwa dia di luar negeri dan berbisnis, pertanyaan di benak kedua wanita itu sama, uang dari mana? Keduanya terdiam, Mila ingin melanjutkan pertanyaan, tapi hidangan di depannya terlalu menggoda untuk di abaikan. Mila juga sesekali memperhatikan Dipo, pria itu tinggi, memiliki pundak lebar, d**a bidang dan pinggang ramping seperti seorang idol dan aktor Korea. Tapi jambang yang menyebar dari rahang satu ke rahang lain membuat wajahnya terlihat sangat tegas dan sangar. Dylan terus makan dengan lahap, sangat lahap hingga dia sudah menghabiskan dua paha ayam di piringnya. Mila menoleh pada Luna, tercengang ketika Luna juga sudah menghabiskan semangkuk nasi dan dua paha ayam tapi masih mau menambah lagi! Apa wanita itu tidak mau jaga image di depan ayah dari anaknya?! Karena kesal, Mila diam-diam menyenggol paha Mila dengan pahanya. Mila juga mengeluarkan ponsel, mengetik serangkaian pesan pada Luna. Luna yang merasa ponselnya bergetar lantas membuka pesan tersebut, dia melirik Mila yang ternyata di pengirim pesan. Mila: Jangan nambah lagi! Lo gak mau di depan Dipo, hah? Katanya pengen diet. Luna tiba-tiba tersadar, dia lalu mengembalikan centong nasi ke tempatnya. Dipo melihat Luna, bertanya pada perempuan itu. "Enggak mau nambah?" Belum sempat Luna menjawab, anaknya yang sangat berbakti lebih dulu berkata pada Dipo. "Mama lagi diet, Pa. Padahal Mama makannya tiga piling, semalem juga Mama makan ciki Dylan! Dylan liat bungkus cikinya di tempat sampah." Sontak saja semua orang yang ada di meja makan mengalihkan tatapannya pada Dylan dengan tatapan yang berbeda-beda. "Itu kamu yang makan cikinya, makannya nambah gendut!" balas Luna dengan kesal. "Mama yang gendut, Dylan itu lucu. Mama juga bilangnya bakal beliin Dylan puding tapi malah dimakan semua sama Mama!" Seolah tidak kuat menahan, tawa Mila menyembur seketika. Dipo juga hampir tertawa jika dia tidak ingat bahwa Luna begitu tempramental. Benar saja, Luna bangkit berdiri lalu berjalan kembali ke kamarnya dengan marah. Dylan tercengang melihat ibunya pergi. Di tiba-tiba merasa bersalah karena ucapannya sendiri. Ketika selesai makan, Mila masuk kedalam kamar yang ditempati Luna, menyeret wanita itu untuk berbicara dengan dia. Dipo berada di luar, mengajak Dylan bermain, anak itu memamerkan mainan barunya yang canggih pada anak-anak disana. "Kok Dipo bisa ada disini?" tanya Mila pada Luna. Luna menggelengkan kepalanya. "Gue juga gak tau, tadi Dylan yang tiba-tiba Dateng bareng dia." "Kenapa lo oke-oke aja?" "Dia enggak ninggalin gue, Mil. Gue yang mutusin dia waktu itu." "Hah?" Mila menatap Luna dengan tidak mengerti. "Waktu itu kita ada masalah, gue akhirnya mutusin dia dengan alasan kalau dia miskin dan gue suka cowok lain. Tapi beberapa hari setelahnya gue baru tau kalau gue hamil, pas gue cari dia lagi, dia udah gak ada. Gue enggak bisa nemuin dia," Jelas Luna dengan nada pelan. Mila cengo melihat Luna. "Kenapa Lo gak cerita dari dulu sama gue?! Lo tau gak, gue pikir dia yang enggak mau tanggung jawab sama kehamilan Lo sampe akhirnya lo berakhir di jalan." "Susah jelasinnya," kilah Luna tidak mau di salahkan. Mila menghela nafas dengan khawatir. "Dia sekarang balik, apa rencana lo?" Bibir Luna berkerut, dia menatap jemarinya yang gemuk. "Dia mungkin datang cuma buat Dylan, mungkin dia bakal bawa Dylan." Luna menyeka air matanya. Mila menatap Luna, tangannya terulur mengelus punggung wanita itu. "Gimana kalau dia bawa Dylan, hiks. Gue bakal sendirian, dia pasti enggak mau ama gue, Mil. Apa yang harus gue lakuin, huhu." Mila merasakan hatinya sakit melihat Luna yang menangis tersedu seperti ini. *** Beberapa menit kemudian, Mila keluar dari rumah Luna. Wanita Itu itu melihat Dipo yang berdiri di kejauhan sambil menatap Dylan yang sedang bermain bersama teman-temannya. Mila menghampiri Dipo, berdiri tepat di sebelah Dipo. "Gue gak tau ada masalah apa di antara kalian dulu." Mila memecah keheningan, "Gue enggak bermaksud ikut campur tapi–Lo tau dulu Luna sesempurna apa secara fisik. Dia hidup di lingkungan kaya, sombong dan bangga. Putri cantik yang dulu bangga akan kecantikannya, sekarang kayak gini. Lo tau kenapa?" Jantung Dipo berdetak kencang, bibirnya Kelu ketika dia bertanya pada Mila, "Kenapa?" "Setelah lulus SMA, gue enggak berkomunikasi lagi sama Luna karena memang pada dasarnya kita enggak deket. Tapi beberapa bulan setelah itu, Lo tau apa yang gue liat? Luna, yang gue tau cewek sombong, lagi nyapu jalanan dengan perut buncit. Saat itu dia udah hamil Dylan, mungkin sekitar 6 sampe 7 bulan. Gue ngerasa iba, jadi saat itu gue nyoba ngebantuin dia walaupun sedikit. Pada saat usia kandungannya 8 bulan, dia harus tetep kerja buat biaya lahiran. Hari itu mungkin lagi apes, Luna yang nyapu jalan seperti biasa ketabrak mobil dan untungnya dia cepet dilarikan ke rumah sakit." Dipo hanya diam, tenggorokannya terasa perih dan dadanya sesak bukan main. Mila juga tidak peduli bahkan jika Dipo tidak menanggapi. "Ibu dan anak selamat, saat itu Dylan lahir prematur dan Dokter harus menyelamatkan bayi Luna dan Luna sekaligus. Cederanya parah. Meskipun setelah itu keadaan Luna membaik, tapi selama di rumah sakit dokter banyak ngasih dia obat dan makanan mengandung hormon. Dalam masa penyembuhan tiga bulan dirumah sakit, Luna yang ramping hilang, beratnya naik drastis. Mungkin sekitar 90 kg? Dia yang dulu suka ngejaga pola makan juga berubah, gampang lapar, sensitif dan depresi selama dua bulan. Enggak mau liat dirinya di cermin. Tapi sukurnya dia masih mau ngurus anaknya." Mila tiba-tiba terdiam, lalu menatap Dipo dengan tatapan serius. "Lo tau, d**a gue sesak setiap kali liat dia nangis karena insecure. Gue gak bisa nyalain Lo juga atas semuanya setelah denger ceritanya dari Luna. Tapi, kalau tujuan Lo datang cuma mau bawa Dylan, tolong jangan lakuin itu. Kalau bukan karena ada Dylan, dia mungkin udah nyerah dari dulu. Tolong–jangan cuma bawa Dylan. Gue harap Lo juga bertanggung jawab sama Luna."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD