Pagi itu, tak ada aroma roti panggang dari dapur. Tak ada suara Norika yang menyenandungkan lagu lama sambil mengaduk adonan kue. Tak ada juga langkah riang Aster yang berlarian mengelilingi meja makan untuk merengek minta tambahan keju di rotinya. Yang terdengar hanya deru halus AC sentral yang mengalir tenang di sela keheningan rumah modern mereka. Cahaya matahari masuk lembut dari kisi-kisi jendela lebar, membingkai sudut kamar dengan kilau keemasan yang hangat—namun pagi ini tak cukup untuk mengusir rasa kosong. Di atas ranjang empuk yang berseprai linen krem, Norika berbaring menyamping, tubuhnya lemas. Kulitnya sedikit pucat, kantung mata tipis menghiasi wajahnya yang biasanya cerah. Rambutnya diikat asal, dan selimut menutupi tubuhnya sampai ke d**a. Gyan duduk di sisi ranjang, t