Pagi di rumah itu selalu dimulai dengan aroma kayu manis dan suara langkah kecil di atas lantai kayu. Norika sudah terbiasa dengan rutinitas pukul enam pagi: membuka tirai, mencuci wajah, dan memanaskan s**u almond untuk dirinya sendiri yang tengah hamil hampir dua bulan. Tapi hari ini berbeda. Ada rasa berdebar yang tidak biasa sejak tadi malam—bukan hanya karena mual atau perut yang makin sensitif—tapi karena pertanyaan Aster yang dilontarkan sebelum tidur. “Kalau adiknya sudah lahir, Mama masih sayang aku?” Norika ingat dirinya tercekat malam itu. Ia hanya bisa memeluk Aster erat-erat sambil menyembunyikan air mata di balik gelap kamar. Anak perempuan mereka itu sudah tumbuh terlalu cepat, terlalu peka. Bahkan sebelum sempat mereka benar-benar menjelaskan, Aster sudah tahu ada yang se