Suasana makan siang kali ini tidak seperti biasanya. Sarah—yang biasanya semangat untuk mengajak Vian dan Norika untuk mencicipi berbagai restoran atau café baru di Jakarta malah lebih memilih untuk makan siang di kantin kantor. Sarah lebih banyak diam menikmati seporsi nasi bakarnya dengan tatapan kosong dan bahu merosot lemas, sedangkan Vian seperti biasanya banyak bercerita mengenai berbagai hal, dan Norika berusaha menjadi pendengar yang baik bagi Vian walaupun ia juga merasa badmood dengan perlakuan Gyan kepadanya pagi tadi. “Lo diem aja kenapasih elah?” keluh Vian pada akhirnya setelah mengetahui Sarah lebih banyak diam. Lamunan Sarah langsung buyar, ia berdecak dan mengangkat wajahnya, menatap Vian dengan tatapan kesal. “Gausah ganggu gue!” “Ye, aneh!” Sahut Vian. “Kenapasih,