13. Harapan

1030 Words
"Din, lain kali jangan kurang ajar sama Kaisar!" tegur Dias pada adiknya yang sedang menonton televisi. "Apa sih, Kak! Aku kan cuma ingin dibelikan barang yang sama dengan punya kakak. Lagian Kak Kaisar pun juga tidak keberatan. Kenapa kakak malah sewot." "Astaga, Din! Tapi dengan kamu meminta-minta pada Kaisar seperti itu, namanya tidak sopan. Dia bukan siapa-siapa kamu. Tidak ada hak kamu minta-minta begitu sama dia. Memalukan tau nggak!" "Ya udah kalau gitu Kak Dias saja yang belikan." "Din, kamu itu sudah dewasa. Seharusnya cara berpikir kamu juga ikutan dewasa. Tau mana yang baik dan tidak. Jika masalah baju ... bukankah Kakak juga sering belikan untuk kamu." "Iya tapi hanya barang-barang murahan." "Din! Jaga bicaramu. Kamu tidak tau bagaimana perjuangan kakak bekerja keras agar bisa membantu ibu menyekolahkan kamu." "Kalau kakak nggak ikhlas, nggak usah diungkit-ungkit. Aku juga tidak meminta kakak menyekolahkanku." "Dina, cukup!" Sri Widarti, sang ibu lekas melerai perdebatan kedua putrinya. "Dina masuk kamar." "Terus saja ibu bela Kak Dias." "Dina, malu didengar tetangga kalau kalian ribut begini." Dengan hati dongkol, Dina meninggalkan ibu dan kakaknya. Masuk ke dalam kamar lalu menguncinya. Dias dan ibunya saling pandang. Hela napas panjang lolos dari bibir wanita paruh baya itu. "Dias, maafkan adikmu. Dia masih labil." "Tapi makin ke sini sikapnya makin keterlaluan kalau tidak kita tegur dia, Bu." "Ibu paham, Dias. Tapi kita juga tidak bisa terlalu keras sama dia." "Aku hanya takut Dina salah pergaulan, Bu." "Ibu pun sama khawatirnya sama kamu, Di." "Bu, kita ini hanya keluarga sederhana yang bisa makan setiap hari saja sudah alhamdulilah. Bisa membiayai sekolah Dina dan Dito. Aku betulan takut jika Dina salah pergaulan dengan anak-anak orang kaya yang apa-apa selalu ada. Ibaratnya aku aja rela nggak punya tabungan yang penting Dina dan Dito bisa bersekolah di tempat yang layak." Sri Widarti menyentuh tangan putrinya. Lalu ia genggam. "Dias, ibu minta maaf jika sudah ikut menyusahkan kamu. Karena ibu juga, kamu jadi mengesampingkan kehidupan pribadimu. Maafkan, ibu." "Ibu jangan meminta maaf seperti itu. Sudah menjadi tugasku membantu ibu. Karena dulu kan ibu dan ayah juga yang sudah membesarkan aku juga menyekolahkan aku hingga sarjana. Jadi wajar jika giliran aku yang bantu ibu sekarang." "Tapi karena ibu, kamu dan Kaisar tak kunjung menikah, Dias." "Ibu tenang saja. Kaisar itu lelaki yang baik. Dia juga sangat mengerti akan kondisiku saat ini." Sri Widarti tersenyum. Sebagai seorang ibu, ada firasat yang kurang baik beliau rasakan. Tapi entah apa. Beliau hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk putrinya. ••• Di lain tempat, tepatnya di dalam rumah besar keluarga Nayaka. Kristi memasuki kamar setelah tadi sengaja menunggu Kaisar pulang agar beliau dapat berbicara empat mata dengan putra sulungnya itu. "Kaisar sudah pulang, Ma?" tanya Kresna yang masih menunggu istrinya. "Sudah. Mama juga sudah bicara banyak sama dia." "Bicara tentang apa?" "Tentang hubungan pernikahan mereka berdua." "Lalu?" "Mama memberikan permintaan pada Kaisar agar memberikan mama cucu. Agar almarhum Alana dan Damar memiliki keturunan yang juga mengalir darah keluarga kita." "Ma! Kenapa mama meminta hal besar seperti itu." "Habisnya mama kesal pada Kaisar. Kenapa dia keras kepala sekali. Tetap tidak mau meninggalkan Dias apapun yang terjadi. Nggak sadar juga jika kita mengkhawatirkan dia. Pa, sebagai seorang ibu, feelingku ini cukup kuat. Sebenarnya Dias itu anak baik. Nggak ada masalah juga jika Kaisar ingin menikahi Dias. Hanya saja mama kurang sreg dengan keluarganya Dias. Bukan maksud menghina karena keluarga Dias mungkin taraf ekonominya tidak setara dengan kita. Dias juga hanyalah anak dari seorang janda. Tapi entah mengapa mama nggak rela jika Kaisar menjadi bagian dari keluarga Dias. Mama punya feeling bahwa Kaisar akan dimanfaatkan oleh mereka. Ah, entahlah, Pa. Mama susah sekali menyingkirkan pikiran buruk itu selama ini. Mencoba menerima Dias tapi tidak bisa sepenuh hati. Dan secara kebetulan Alea tiba-tiba hadir dalam keluarga kita. Mama seolah mendapatkan pencerahan dan berpikir mungkin inilah jalan Tuhan mengirimkan jodoh untuk Kaisar. Sayangnya, Kaisar ini sangat susah sekali mama minta agar menerima keberadaan Alea. Hanya Dias dan Dias yang selalu ia bela. Mama nggak ada cara lain, Pa, selain meminta cucu pada Kaisar agar setidaknya Kaisar dan Alea memiliki ikatan yang kuat ketika kelak mereka punya anak." Kresna mendengarkan dengan serius keluh kesah isterinya. Beliau bertanya, "Lalu, bagaimana tanggapan Kaisar?" "Katanya dia nggak bisa janji. Tapi akan diusahakan." "Apa mama yakin jika Kaisar betulan mau membuat Alea hamil?" "Pa, Alea itu cantik. Kaisar saja yang tidak mau membuka mata hatinya. Dan permintaan mama itu sebenarnya adalah pancingan buat Kaisar agar mau mendekati Alea. Mama yakin sekali, Pa. Kaisar akan jatuh cinta pada Alea begitu dia sudah memiliki kedekatan. Dan dengan adanya anak di antara mereka, mama yakin sekali Kaisar akan meninggalkan Dias. Karena apa ... karena Kaisar pasti akan lebih memilih dekat dengan buah hatinya yang jelas-jelas memiliki hubungan darah ketimbang dia memilih Dias yang bukan siapa-siapa." "Tapi bagaimana kalau Kaisar tetap akan menceraikan Alea setelah mereka punya anak? Papa hanya takut jika anak mereka lah yang malah jadi korban atas keegoisan kita, Ma." "Pa, Kaisar itu anak kita. Mama yang mengandung dan membesarkan dia. Dan mama yakin sekali jika Kaisar tak akan setega itu. Percaya sama mama. Dengan mereka punya anak, mama jamin Kaisar akan aman bersama Alea." "Papa juga berharapnya yang baik-baik dengan hubungan pernikahan mereka, Ma." "Pa, apa kita terlalu egois dan jahat pada Dias karena dengan sengaja memisahkan mereka?" "Bukankah mama sendiri yang mengatakan bahwa jodoh itu Tuhan yang mengatur. Lagipula, papa juga merasa hal yang sama dengan kamu, Ma. Papa lebih sreg jika Kaisar menikah dengan Alea. Mungkin karena kita sudah mengenal siapa Alea dan berteman baik dengan almarhum Damar dan Alana. Tapi diluar dari itu, papa sangat menyukai sikap Alea. Tak hanya cantik tapi Alea juga baik. Sementara dengan Dias ... meski hanya dua atau tiga kali papa pernah bertemu, tapi papa tidak seberapa cocok dengan gadis itu." "Pa, kita sebagai orangtua hanya ingin yang terbaik untuk anak-anak kita. Semoga saja usaha kita ini memang benar-benar demi kebaikan Kaisar." Kresna menganggukkan kepalanya. "Ya sudah. Ayo kita tidur. Mama jangan banyak pikiran. Percaya lah semua akan baik-baik saja." Kresna menuntun Kristi agar naik ke atas ranjang. Usia pernikahan mereka sudah tiga puluh tahun tapi hubungan mereka tetaplah harmonis. Hal yang sama mereka inginkan terjadi juga pada anak-anak mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD