4. Pacarannya Dengan Dias, Menikahnya Dengan Alea

1143 Words
Pagi ini langit Jakarta tampak cerah, awan menggantung tipis-tipis di atas gedung-gedung tinggi. Tapi cerahnya langit tidak bisa menandingi cerah yang Kaisar temukan begitu pintu kaca terbuka. Dias. Perempuan itu duduk manis di balik meja front desk. Kemeja biru muda yang ia kenakan membingkai tubuhnya yang ramping dengan sempurna. Rambut hitamnya dikuncir sederhana. Tapi yang paling memikat adalah senyumnya. Senyum yang selalu membuat pagi Kaisar menjadi lebih baik. Sejenak Kaisar berdiri diam. Memperhatikan wajah ayu kekasihnya. Pria itu melanjutkan langkah kakinya, mendekat pada meja resepsionis. Menyapa hangat sosok wanita yang kini berdiri menyambutnya. “Hai…” sapa Kaisar dengan senyuman. Melihat Dias, selalu bisa membuat Kaisar merasa tenang. Dias pun membalas dengan tersenyum tak kalah manisnya. “Pagi, Kai. Bagaimana kabarmu hari ini? Apakah sudah jauh lebih baik lagi?" Pertanyaan itu Dias utarakan lantaran merasa khawatir akan kondisi Kaisar yang semalam dia temukan terlihat kacau dan tampak banyak pikiran. Hanya saja Dias tak tau apa yang sedang terjadi pada kekasihnya itu sebab Kaisar tak bercerita padanya. Dias sendiri juga enggan bertanya. Waktu yang sudah malam juga pertemuan mereka yang cukup singkat, membuat Dias harus menahan dirinya untuk tidak melempar tanya. "Ya, asalkan ada kamu semua akan baik-baik saja." Dias mengangguk. "Syukurlah. Aku khawatir sama kamu semalam, Kai." "Nanti kita makan siang bareng. Aku rindu mengobrol banyak sama kamu." "Baiklah. Oh ya. Tunggu sebentar. Ada titipan." Dias mengambil sebuah kotak putih kecil dari balik mejanya, dihiasi pita cokelat tipis. Dias menyerahkannya dengan dua tangan. “Dari ibu. Donat buatan sendiri. Katanya, kamu suka yang cokelat kacang, kan?” "Terima kasih." Dengan senang hati Kaisar menerimanya, lalu mengedipkan sebelah mata pada Dias sebelum pergi meninggalkan wanita itu dengan kotak donat berada di tangan. Langkah kaki Kaisar memasuki lift dan senyuman yang sejak tadi terpatri hanya untuk sang kekasih perlahan memudar. Wajahnya kembali ke settingan awal yang mana di kantor ini, Kaisar terkenal dengan pembawaannya yang kaku. Jarang tersenyum tapi kalau marah menakutkan. Sampai di depan ruangannya, berpapasan dengan rekan sesama manajer bernama Andri. "Apa itu, Kai?" tanya Andri melirik pada kotak donat di tangan Kaisar. "Titipan dari ibunya Dias," jawab Kaisar, membuka pintu ruang kerjanya lalu melangkah masuk ke dalam dengan Andri yang masih mengikuti di belakang. "Sayang banget kayaknya calon mertuamu? Kenapa kalian nggak buruan nikah aja sih!" Kaisar meletakkan kotak tersebut di atas meja lalu menarik kursi dan duduk di sana. "Aku maunya juga gitu. Tapi Dias yang tidak mau." "Kenapa? Dari segi usia, kalian sudah pantas untuk menikah. Karirmu pun cemerlang. Apalagi yang masih diragukan oleh Dias." Kaisar menghela napas panjang. "Dia masih punya tanggungan dua adiknya yang sekolah." "Ck, jangan seperti orang susah. Bahkan kau ini berasal dari keluarga kaya. Masak iya nggak mau ikut nanggung biaya pendidikan adik-adiknya jika kelak kalian menikah." "Semua tak sesimpel yang kau pikirkan, Dri. Aku juga harus menghargai keputusan Dias." Dalam lubuk hati Kaisar yang terdalam, ada rasa bersalah yang Kaisar rasakan. Bagaimana mungkin dia bisa menikahi Dias sekarang di saat dirinya saja baru saja menikahi wanita lain. Kaisar mengusap wajahnya merasa frustasi dengan jalan kisah asmaranya. Entah akan berakhir seperti apa nantinya. Andri menepuk bahu Kaisar. "Jangan lama-lama pacaran. Nanti keburu banyak godaan. Pacarannya sama Dias, menikahnya sama wanita lain," ucap Andri terkekeh lalu keluar dari ruangan Kaisar. "s**t!" umpat Kaisar lebih pada dirinya sendiri. Kenapa ucapan Andri seperti sedang menyindirnya. Lalu, tatapan mata Kaisar tertuju pada kotak donat yang teronggok di atas meja. Keluarga Dias memang dekat dengannya. Tak hanya ibunya saja tapi juga dua orang adik Dias yang sudah menganggapnya seperti kakak sendiri. Kaisar membuka kotak donat yang langsung menggugah seleranya. Meski tadi dia sudah sarapan, akan tetapi tak menghalangi Kaisar untuk mencomot satu donat kentang buatan ibunya Dias. Ibu Dias memang perempuan hebat. Seorang janda yang bekerja keras menerima pesanan kue demi menghidupi dua adik Dias yang masih sekolah. Kehidupan mereka sederhana, tapi penuh kehangatan. Dan Kaisar sempat mencicipi kehangatan itu. Pernah menjadi bagian darinya. Sayangnya, semua itu berakhir ketika kemarin dia dengan terpaksa menikahi Alea. Entah apa tanggapan Dias dan ibunya ketika tau bahwa dia malah menikahi gadis lain. Kaisar meletakkan kembali donat yang tadi sudah dia makan dua gigitan. Dadanya terasa sesak. Tidak akan sanggup Kaisar mengatakan hal yang sebenarnya pada Dias perihal pernikahannya dan Kaisar akan tetap merahasiakan itu dari kekasihnya. Biarlah dia egois karena untuk saat ini hanya itulah cara satu-satunya yang harus dia jalani. Kaisar sayang dengan mamanya dan tak akan pernah bisa menolak keinginan wanita yang telah melahirkannya itu untuk menikahi Alea. Tapi di sisi lain Kaisar juga menyayangi Dias dan tak akan sanggup membuat Dias terluka hatinya jika sampai mengetahui bahwa dia sudah menikah dengan wanita lain. Hidup yang sangat rumit akan dijalani oleh Kaisar mulai hari ini. ••• Alea meregangkan otot-otot lengannya begitu wanita itu melangkah memasuki kamar. Kamar milik Kaisar yang mulai semalam juga menjadi kamarnya setelah wanita itu secara resmi pindah ke rumah keluarga besar suaminya setelah dinikahi Kaisar sehari lalu. Tadi, Alea pulang bekerja di sore hari lalu membantu mama mertuanya memasak hingga berakhir di petang menuju malam. Sekarang Alea harus buru-buru mandi sebelum Kaisar datang karena satu jam dari sekarang Alea harus ikut makan malam bersama keluarga besar mertuanya. Perempuan itu memasuki kamar mandi. Melepas helai demi helai baju yang ia pakai. Detik berikutnya baru menyadari jika dia lupa membawa baju ganti. "Astaga kenapa aku bisa lupa," gumam Alea seorang diri lalu menyambar handuk yang kemudian ia lilitkan di tubuhnya. Membuka pintu kamar mandi, melongokkan kepalanya guna melihat dan mencari tau apakah Kaisar sudah pulang atau belum. 'Aman,' batinnya ketika memperhatikan suasana kamar yang masih sepi. Alea keluar dari dalam kamar mandi menuju koper miliknya yang teronggok di sudut ruangan. Perempuan itu belum sempat memindahkan baju-bajunya yang tidak banyak itu ke dalam lemari. Alea berjongkok mencari baju rumahan yang akan dia pakai, tepat di saat pintu kamar terbuka. Kaisar berdiri di ambang pintu dengan kedua mata membola melihat penampilan Alea. Alea jelas terkejut mendengar pintu yang tiba-tiba terbuka. Makin gugup saat tau jika Kaisar tengah memperhatikannya. Perempuan itu gegas berdiri, sayangnya cengkeraman tangan pada handuknya terlepas sebab Alea berusaha meraih baju di tangannya yang hampir jatuh. Handuknya melorot tapi tak sampai terjatuh. "Kai!" pekiknya antara malu dan juga gugup. Menarik handuknya menutupi bagian depan tubuhnya yang terbuka setengah, berbalik badan lalu berlari masuk kembali ke dalam kamar mandi. Sementara Kaisar masih berdiri dalam diam. Matanya ternoda karena sempat melihat gundukan kenyal milik Alea. "Apa itu tadi? Astaga!" Kaisar geleng-gelengkan kepalanya mengusir pikiran kotor yang mulai merasuki otaknya. Kaisar pria normal. Dan Alea bisa dikatakan adalah perempuan cantik dengan kulit putih mulus dan memiliki bentuk tubuh yang proposional. Hal yang wajar jika Kaisar tergoda. Kaisar tak jadi masuk ke dalam kamar karena pria itu enggan melihat Alea dalam situasi yang tidak dikondisikan. Pra itu memilih duduk di ruang makan. Mengambil segelas air lalu ia tenggak hingga habis isinya berusaha mengenyahkan isi otaknya yang jadi kotor karena Alea.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD