9. Bukanlah Akhir, Tapi Awal Dari Semuanya

1024 Words
Alea baru saja visit pasien dan saat kembali ke ruang perawat, sudah ada satu buket bunga mawar merah di atas mejanya. Ratih yang sedang bersamanya, menyenggol lengan Alea membuat gadis itu menolehkan kepalanya. Ratih adalah teman sejawat Alea, selain Ratna, dan mereka berdua seumuran. "Cie, dapat bunga lagi," goda Ratih lalu terkikik sendiri. Ikutan baper padahal yang mendapat bunga adalah Alea. Alea mendekati meja lalu meraih bunga tersebut. Ada senyum kecil yang tersungging di bibirnya sebelum ia menghela napas panjang. Kembali meletakkan bunga di atas meja lalu perempuan itu menarik kursi dan duduk di sana. "Pasti dari dokter Andika lagi?" tebak Ratih yang sudah duduk di sebelahnya. Alea hanya menganggukkan kepalanya. "Dokter Andika romantis banget ya? Kalian kapan sih jadian. Ntar keburu dokter Andika diambil orang." "Kalau namanya jodoh nggak akan ke mana, Tih. Tapi kan kamu tau sendiri. Aku masih takut didekati sama dokter Andi. Takut ketahuan Dokter Hendra dan aku bisa dipecat dari rumah sakit ini. Terus nanti aku kerja apa?" "Pikiranmu itu terlalu jauh Alea. Belum juga dicoba tapi kamunya malah nyerah duluan." "Inilah yang dinamakan tau diri, Tih. Hidup itu tidak seindah seperti sinetron atau cerita novel yang mana gadis biasa dan yatim piatu sepertiku bisa menikah dengan keluarga kaya. Kisah cinta bak cinderella itu tidak ada di kehidupan nyata. Ya mungkin ada sih satu dari seribu perbandingannya." "Yah, sayang sekali padahal. Dokter Andika itu kelihatan banget cinta mati sama kamu. Eh, kamunya selalu ragu. Tapi bener juga sih kata kamu, Le. Kalau mau menikah setidaknya juga harus seizin ortu dan jangan sampai membutakan mata hanya mengandalkan cinta dari pasangannya saja lalu mengabaikan keluarga. Rasanya pasti nggak enak banget. Seperti yang sering aku lihat di toktok banyak banget tuh wanita yang ngeluh karena berseteru sama mertua dan ipar. Ih, amit-amit kan. Moga-moga kelak jika kita menikah akan mendapat suami beserta keluarganya yang sayang sama kita ya, Le. Amin." "Amin." Ponsel di saku celana Alea bergetar. Perempuan itu merogohnya dan membuka aplikasi pesan karena di layar utama terlihat notifikasi yang muncul. Pesan dari dokter Andika, sosok yang baru saja dia dan Ratih bicarakan. [Lea, kamu sudah terima bunganya, kan? Pulang dari Sydney, aku akan melamarmu. Tolong kali ini jangan tolak cintaku lagi, Le. Please!] Tangan Alea gemetar membacanya. Menelan ludah kesusahan. Tak ada niat membalasnya karena Alea tengah dirundung dilema. Dan suasana hati Alea tak juga tenang hingga malam harinya. Wanita itu bahkan kesusahan untuk tidur malam ini. Padahal tubuhnya sangat capek setelah menjalani long shift hari ini. Punggung yang pegal juga tubuh yang kehilangan banyak energi, seharusnya malam ini dia bisa segera istirahat untuk memulihkan kondisinya agar lebih fresh esok hari. Namun yang ada justru sebaliknya. Pikiran yang dipenuhi dengan isi pesan dokter Andika padanya. Alea tengah berpikir serius untuk mengakui pada dokter Andika akan pernikahannya dengan Kaisar agar pria itu tak lagi mengejar-ngejarnya meski sejujurnya jauh di dalam lubuk hati Ales tersimpan rasa cinta yang sama seperti halnya apa yang selalu diutarakan oleh pria itu. Hanya saja Alea terlalu takut akan keadaan. Statusnya yang bukanlah siapa-siapa memaksa dia untuk tidak mengakui rasa cinta yang ada. Alea terpaksa membohongi dirinya dengan menolak secara halus ungkapan cinta dokter Andika. Tapi dasarnya pria itu yang tak ada kata menyerah dan terus memepetnya dengan segala macam cara. Alea sungguh takut jika sampai orangtua dokter Andika mengetahui hal itu. Lalu dia akan mendapatkan masalah dalam pekerjaannya karena rumah sakit tempatnya bekerja selama dua tahun belakangan adalah milik keluarga dokter Andika. Alea kembali mengubah posisi tidurnya yang tadinya miring membelakangi Kaisar, menjadi telentang. Lampu kamar juga sudah dipadamkan oleh Kaisar dan hanya menyisakan lampu remang-remang dari nakas. Namun, matanya tak kunjung jua terpejam. Gelisah dan banyaknya pikiran membuat wanita itu mengulangi hal yang sama. Sehingga tanpa Alea tau semua yang dilakukannya itu telah mengusik ketenangan Kaisar. Iya. Sejak Alea pulang, mandi lalu membaringkan tubuh di sampingnya, Kaisar sudah menahan diri untuk tidak tergoda pada Alea. Perempuan yang sudah sepuluh hari menjadi istrinya dan perempuan yang juga selalu mengusik ketenangan Kaisar di setiap malamnya. Dan sekarang lihat saja bagaiman tanpa berperasaannya, Alea malah tidur lasak membuat Kaisar makin tidak tenang. Sejak tadi Kaisar sudah menahan dirinya untuk tidak menolehkan kepala agar tidak memperhatikan Alea. Namun, karena Alea sendiri yang membuat kasur yang mereka tiduri bergerak-gerak sejak tadi, hingga Kaisar berdecak. Menolehkan kepala ingin menegur Alea. Tapi siapa sangka jika ternyata Alea sedang dalam posisi tidur miring menghadapnya. Dalam keremangan lampu kamar, kedua netra mereka saling beradu. Keduanya sama-sama diam tak saling bicara. Hanya melalui pandangan mata saja keduanya saling bertukar cerita. Tatapan mata sayu Alea yang tak lepas menatap pada Kaisar, membuat Kaisar jadi salah tingkah sendiri karenanya. Seharusnya Kaisar memutus pandangan tapi malah hati berkeinginan yang lainnya. Dengan nakal kedua netra pria itu menyusuri wajah polos Alea yang tanpa make-up. Kaisar akui jika Alea cantik dengan atau tanpa make-up. Berbeda dengan Dias yang akan jauh terlihat cantik jika wajah kekasihnya itu sudah tersentuh oleh make-up yang tak pernah lepas dalam keseharian Dias. Kaisar menelan ludahnya. Bibir Alea tampak menggoda. Saat pria itu mengubah posisi tidurnya jadi ikutan miring saling berhadapan, Alea masih saja diam. Entahlah. Alea sendiri tak mengerti kenapa tatapan Kaisar mampu menghipnotisnya. Bahkan untuk sekedar menjauhkan tubuhnya saja tak bisa ia lakukan. Ada tenang yang wanita itu rasa setelah sekian menit dilanda kecemasan dan dilema. Dan entah mendapat keberanian dari mana saat Kaisar makin mendekatkan wajahnya dan Alea sama sekali tak bergerak dan tetap diam di tempatnya. Kaisar makin berani, mengikis jarak di antara mereka. Kaisar mendekatkan bibirnya dan pria itu sadar bahwa dialah yang memulai semuanya. Mencium lembut bibir Alea. Tak ada pergerakan tapi juga tak ada penolakan. Tahu-tahu tubuh Kaisar sudah berada di atas tubuh Alea. Keduanya hanya saling pandang dalam diam begitu Kaisar menjauhkan bibirnya. Hanya sebentar dan setelahnya pria itu kembali memagut bibir istrinya. Kali ini lebih dalam dan lebih menuntut. Tangan besar Kaisar menahan kedua tangan Alea di kanan dan kiri tubuh wanita itu. Dalam benak Alea blank. Tak bisa berpikir panjang dengan apa yang akan mereka berdua lakukan setelahnya. Yang pasti, malam ini bukanlah akhir dari sebuah hubungan yang dibangun atas dasar paksaan, tapi malam ini adalah awal dari kerumitan hubungan yang akan dijalani oleh mereka berdua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD