16. Tamu Yang Tak Diundang

1125 Words
Hari ini tidak ada angin, tidak ada hujan, tidak ada badai, Adreanne tiba-tiba sakit. Alhasil gadis itu tidak berangkat sekolah. Edzard sedikit kecewa, sebab aktivitas kecilnya memasak bersama Adreanne sore nanti jadi tertunda. "Woi, Ed!" Tiba-tiba Nicholas dan Azriel datang. Nicholas menepuk bahu Edzard pelan. "Bengong-bengong bae, udah ngopi belom?" kekeh Nicholas. Edzard memutar bola matanya malas. "Udah, kenapa?" "Eh, udah ngopi deng ternyata," celetuk Azriel. "Ntar sore ikut kita-kita yak! Kita main futsal. Gimana?" Edzard mengangguk setuju. Adreanne sedang sakit, jadi ia tidak bisa bertemu gadis itu sore ini. Jadi ia memutuskan untuk ikut Nicholas dan kawan-kawan. *** Saat jam istirahat, Edzard berjalan menuju perpustakaan. Beberapa menit lalu, Pak Akmal menyuruh dia mengembalikan buku-buku paket yang dipinjam dari perpustakaan. BRAK! Edzard menggeram karena bahunya tersenggol dengan seseorang. Mata Edzard menatap tajam Kalista yang menabrak dirinya, membuat buku-buku paket yang ia bawa jadi jatuh. "Eh, maaf-maaf. Gue nggak lihat, sini gue bantu," ujar Kalista buru-buru menyimpan ponselnya di saku. Edzard melengos, ia menduga ini hanya siasat Kalista saja. Beberapa waktu lalu, ia sempat menolak gadis ini. Dan kemungkinan besar, gadis itu sedang cari perhatian padanya dengan sengaja menabrak dirinya. Tanpa menunggu balasan dari Edzard, Kalista berjongkok dan memunguti buku-buku yang berserakan di lantai. Edzard pun ikut berjongkok dan menyusun buku-buku itu. "Ini." Kalista mengangkat buku yang telah ia kumpulkan dan memberikannya pada Edzard. Dengan sengaja gadis itu menyentuh tangan Edzard, lebih tepatnya gadis itu menggenggam tangan cowok itu sesaat. Edzard mendengus. "Nggak usah pegang-pegang!" sentaknya kasar. Kalista terkesiap dan menarik tangannya kembali. Edzard melirik gadis itu sinis kemudian melanjutkan langkahnya kembali menuju perpustakaan yang sudah dekat. Di belakang Edzard, Kalista tersenyum miring. "Sekarang aja lo galak sama gue, Ed. Nggak lama lagi lo pasti bucin ke gue," gumamnya dengan percaya diri. Tentunya Edzard dapat mendengar ucapan Kalista itu, karena indera pendengarannya yang begitu tajam dan juga jarak Kalista berdiri tak jauh dari perpustakaan. Edzard mendengus geli usai mendengar gumaman penuh percaya diri dari bibir Kalista. Perempuan itu terlalu percaya diri menganggapnya akan bertekuk lutut dengan mudah. Kalau yang berbicara seperti itu adalah Adreanne, mungkin ia akan senang dan mengangguk setuju. Karena ia pun yakin, ia bisa saja sangat tunduk pada gadis polos macam Adreanne. "Hei, kamu kenapa bengong? Saya tanya jumlah bukunya berapa?" Guru perempuan penjaga perpustakaan menyentak lamunan Edzard. "Dua puluh sembilan, Bu. Lengkap seperti awal minjam," jawab Edzard. Guru itu menganggukkan kepala lantas membeli centang satu pada buku panjangnya. "Udah, kamu bisa keluar," kata guru perempuan itu seperti mengusir. Edzard mengayunkan kakinya meninggalkan perpustakaan. Kaki cowok itu berjalan menuju kantin, perutnya sudah mulai berbunyi meminta segera diisi. Sesampainya di kantin, Edzard langsung memesan mie pangsit dan juga juga minuman dingin yang segar. Setelah mendapatkan pesanannya, ia berjalan menuju meja yang ditempati oleh Nicholas dan dua temannya yang lain. "Widih, mie pangsitnya pake bakso. Gue mau dong, Ed," pinta Nicholas. Edzard mengernyitkan dahinya, ia melirik mangkuk bakso Nicholas yang tersisa kuahnya saja. "Kan lo udah makan." Azriel terkekeh kecil. "Lo kan tau sendiri, sebesar apa perut si Nicholas, Ed." Akira menyeletuk. "Ya udah, pesan aja sana lagi. Ntar gue yang bayar," tukas Edzard santai. Ia lebih memilih membelikan seporsi lagi untuk Nicholas dari pada memberikan miliknya. "Oke siap, Bos." Nicholas melesat dengan cepat memesan mie pangsit dengan tambahan bakso seperti milik Edzard. "Dasar Nicholas! Gayanya sok orang kaya walaupun emang orang kaya, tapi denger gratisan langsung gercep," gerutu Azriel sembari geleng-geleng kepala. "Lo kayak kagak tau Nicho aja," timpal Akira yang seolah paham dengan Nicholas yang selalu tidak akan menolak gratisan. "Oh iya, ntar sore lo ikut futsal kan ya? Tadi Nicho sempat bilang," kata Azriel memastikan. Edzard mengangguk. "Iya." Walaupun ia belum pernah bermain futsal, Edzard pernah melihat pertandingan futsal di televisi dan video di youtube. Tapi ia yakin seratus persen ia akan bisa. *** Sepulangnya dari sekolah, kebetulan tidak ada bimbingan belajar. Alhasil Edzard bisa ikut main lebih cepat. Tim futsal pun sudah berkumpul di lapangan dan juga telah mengganti baju. "Cepat ganti baju lo, Ed!" seru Nicholas yang sudah berada di lapangan. Edzard mengangguk, ia mengeluarkan baju yang diberikan Nicholas tadi siang dari tas dan berjalan cepat menuju kamar mandi. Tak membuang banyak waktu, Edzard mengganti bajunya dengan cepat dan kembali ke lapangan. Permainan mereka hanya main antar kelas saja, meskipun begitu banyak juga siswa dan siswi yang menunda waktu pulangnya dan memilih untuk menonton. Edzard sedikit menyayangkan ketidakhadiran Adreanne hari ini. Kalau saja Adreanne hari ini tidak sakit dan sekolah, mungkin gadis itu bisa melihatnya bermain dan terpesona melihat ketampanannya ketika berkeringat. Edzard terkekeh geli karena halusinasinya sendiri. *** Pada pukul enam sore, Edzard baru tiba di rumahnya. Tubuhnya sangat berkeringat dan lengket setelah bermain bola bersama teman-temannya. Jujur saja, ini pengalaman pertama baginya. Dan yah, seperti yang ia duga ia dapat bermain dengan baik dan timnya memperoleh kemenangan. Meski diawal Edzard sempat salah gawang. Ia malah memasukkan bola ke gawang lawan, benar-benar memalukan. Tapi untungnya kejadian itu hanya sekali terjadi karena Nicholas menyadarkan dirinya. Edzard melempar tas sekolahnya di ranjang dan masuk ke dalam kamar mandi untuk bersih-bersih. Setelah selesai dan tubuhnya terasa segar, Edzard meraih ponsel miliknya. Cowok itu membuka aplikasi yang khusus untuk memesan makanan. Sepulang sekolah tadi, ia lupa membeli makanan. Selagi menunggu makanannya tiba, Edzard keluar dari kamarnya dan duduk di sofa ruang keluarga. Tangannya terulur meraih remote televisi. Kesunyian rumah besarnya ini membuatnya merasa kesepian. Suara dari televisi setidaknya dapat membuat suasana tidak terlalu sepi. Edzard menghela napasnya gusar, sepuluh menit menonton acara komedi membuatnya bosan. Lelucon yang dilontarkan sang artis tak membuatnya tertawa ataupun senang. Dengan bosan cowok itu mengganti-ganti chanel televisi hingga ia menemukan serial kartun spons berwarna kuning dengan teman bintangnya yang berwarna pink. Tringg... Tringg... Perhatian Edzard teralihkan dari televisi ketika suara bel rumah terdengar. Itu pasti makanannya. Dengan cepat Edzard berjalan menuju pintu lalu membukanya. Senyumnya mengembang ketika tebakannya benar. Dengan segera ia mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah dan memberikannya pada sang pengantar makanan. "Terimakasih, kembaliannya ambil saja. Anggap uang tip," kata Edzard. "Wah, terimakasih banyak Mas. Selamat menikmati makanannya Mas," kata pria pengantar makanan. Edzard hanya mengangguk dan menutup pintu. Edzard memesan satu kotak pizza dan juga lasagna dari restaurant cepat saji yang cukup terkenal. Baru saja Edzard hendak menggigit sepotong pizza, bel rumah kembali berbunyi dan membuatnya berdecak. "Ck! Ganggu aja malam-malam," gerutunya seraya berjalan menuju pintu depan. Cklek! "Selamat malam, Pangeran." Kedua manik Edzard melotot melihat kehadiran Dante dengan sayap cokelatnya berdiri di depan pintu. Edzard melihat ke kanan dan kirinya, mumpung sepi, dengan cepat cowok itu menarik tangan Dante agar masuk ke dalam rumahnya. Bisa gawat jika ada manusia yang melihat kehadiran Dante yang bersayap. 'Lagian, Dante kenapa tidak menyembunyikan sayapnya sih?!' gerutu Edzard dalam hati. *** to be continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD