15. Sikap Aneh Edzard

1156 Words
Seperti biasa, sewaktu pulang sekolah Edzard dan Adreanne akan pergi menuju perpustakaan untuk belajar tambahan. Hari olimpiade sudah semakin dekat, persiapan pun harus dilakukan sematang mungkin agar memperoleh kemenangan ketika perlombaan tersebut berlangsung. Keduanya berjalan bersisian menuju perpustakaan, sesekali Adreanne melirik ke arah Edzard yang hanya diam dan menatap lurus ke depan. Biasanya lelaki itu akan berbicara apapun, tapi sangat berbeda dengan sore ini. Benar-benar sangat aneh. Rasa penasaran akan sikap Edzard harus Adreanne telan bulat-bulat karena sesampainya di perpustakaan mereka langsung berpisah menuju guru pembimbing masing-masing. Tanpa mengucap sepatah kata pun lagi pada Adreanne, Edzard langsung pergi menuju Pak Akmal, guru pembimbingnya. Masing-masing calon peserta olimpiade pun mulai belajar dengan guru pembimbing masing-masing dan berada dalam jarak yang cukup jauh agar tidak terlalu mengganggu satu sama lain. Satu jam setengah telah berlalu, saatnya waktunya pulang. Adreanne membereskan bukunya dengan cepat dan memasukkannya ke dalam tas kemudian ia mencium punggung tangan Bu Delina sebagai tanda pamit. Setelah bu Delina meninggalkan perpustakaan, manik Adreanne melirik ke arah Edzard yang masih menyusun bukunya sendiri. Baru saja Adreanne hendak berjalan menghampiri Edzard, tapi Abian malah datang dan mencegahnya. "Tunggu, Re," cegah Abian. "Ada apa, Bi?" "Lo pulangnya sama siapa? Gue anter yuk!" tawar Abian dengan semangat. Adreanne menggigit bibir bawahnya pelan. Jujur saja, ia belum meminta Bang Damien atau Ayahnya untuk menjemput dirinya. Lagi pula ia berencana akan pulang bersama Edzard seperti yang cowok itu katakan pagi tadi. "Lo udah ada yang jemput, ya?" Lagi, Abian bersuara. Menebak, karena tak kunjung mendapat jawaban dari Adreanne. "Em, aku tadi udah janjian sama Edzard. Maaf ya, Bi." Abian tersenyum lalu mengangguk samar. "Oke gapapa, lain kali mungkin kita bisa pulang bareng. Kalau gitu, gue duluan." Adreanne mengangguk dua kali dan melambaikan tangannya sekilas. Setelah Abian tak terlihat lagi, Adreanne buru-buru menghampiri Edzard. "Kita jadi pulang bareng kan, Ed?" Adreanne bertanya dengan ceria, ia berusaha untuk menarik perhatian Edzard yang tampak sangat lesu dan kusut. Edzard mengangguk samar. Adreanne pun mengikuti langkah Edzard dari belakang. Gadis itu menatap punggung Edzard dengan heran. Raut wajah Edzard seperti orang yang sedang terkena masalah besar, dan sangat kusut. Adreanne mempercepat langkahnya karena merasa sangat tertinggal dengan Edzard. Gadis itu pun mensejajarkan langkahnya dengan cowok itu. Kepala gadis itu menoleh menatap wajah Edzard, mengamati wajah tampan itu dengan kepala yang sedikit miring ke kiri. "Kamu kenapa diam aja sih? Ada masalah, ya?" Edzard menoleh lalu menggeleng. "Nggak. Udah, masuk sana." Kebetulan mereka tiba di parkiran, mau tak mau Adreanne masuk ke dalam tanpa bertanya apapun lagi. Selama diperjalanan menuju rumah, keduanya hening. "Ed, jangan ke rumah aku dulu. Kita mampir ke mekdi ya," pinta Adreanne. Edzard mengangguk patuh. Ia tahu di mana letak restoran cepat saji bernama Macdonald's itu karena ia pernah makan di sana. "Drive thru aja, Ed," kata Adreanne lagi. Lagi-lagi Edzard mengangguk tanpa suara. Cowok itu tak jadi memarkirkan mobilnya dan langsung masuk ke jalur drive thru. Sekitar tiga menit menunggu, akhirnya tibalah saat giliran mereka. Adreanne menurunkan kaca mobil dan membacakan pesanannya. "Kamu mau apa, Ed?" "Big Mac dan cola." Adreanne mengangguk dan memberitahu sang kasir apa pesanan Edzard. Setelah melakukan pembayaran, mobil Edzard kembali melaju dan berhenti di pemberhentian selanjutnya. Sekitar sepuluh menit menunggu, akhirnya pesanan mereka tiba. Adreanne mengambil paper bag yang disodorkan oleh petugas. "Terimakasih." Edzard pun melajukan kembali mobilnya. Di perjalanan, Adreanne memakan kentang goreng pesanannya. "Kamu mau makan sekarang?" tawar Gadis itu. Edzard menggeleng. "Lagi nyetir," jawabnya singkat. "Gampang, aku bisa suapi kamu," sahut Adreanne santai. Gadis itu mengambil kentang goreng dan menyodorkannya ke mulut cowok itu. Edzard melirik tangan Adreanne sejenak hingga ia membuka mulutnya. "Kamu hari ini beda banget, Ed. Lebih pendiam, ada sesuatu yang terjadi?" tanya Adreanne dengan nada lembut. Edzard melirik Adreanne sekilas dan menggeleng. "Nggak mood aja." Mata Adreanne memicing curiga, ia tak percaya dengan alasan itu. "Kenapa aku nggak percaya ya?" tanya Adreanne jujur. Edzard bungkam sejenak hingga akhirnya menghela napas. "Aku lagi bingung." Kedua manik Adreanne berbinar, akhirnya Edzard bercerita. "Bingung kenapa? Sini cerita." "Soal makanan, di rumah nggak ada yang masak. Aku selalu beli, lama-lama bosan," ucap cowok itu berbohong. "Loh, cuma karena itu?" tanya Adreanne memastikan. "Ya." "Sewa jasa pembantu aja, Ed." "Aku nggak suka ada orang asing di rumah," tukas Edzard. "Ya udah, kalau gitu tiap makan malam kamu di rumah aku aja. Kalau makan siang kita kan selalu di kantin sekolah." Edzard menggeleng tidak setuju. "Ayah kamu tampak tidak menyukaiku." "Kita pulang jam lima sore, kan? Kalau nggak ada bimbingan belajar, pulangnya jam setengah empat. Nah aku yang masakin deh, pas pulang kita ke rumahmu dulu." Ckitt! Edzard sontak mengerem mendadak. Adreanne terlonjak ke depan dan dahinya nyaris membentur dashboard mobil kalau saja ia tak memakai seat belt. Dan juga, untung saja ini sudah memasuki jalanan kompleks perumahan Adreanne, tidak ada kendaraan di belakang mereka. "Kamu kok ngerem mendadak sih?" gerutu Adreanne karena terkejut. "Maaf," ringis Edzard. Tangan cowok itu terulur mengusap dahi Adreanne yang nyaris mencium dashboard. "Iya, gapapa. Aku maafin." Edzard tersenyum kecil. "Tapi kamu serius? Mau masakin? Memangnya kamu bisa masak?" tanya Edzard memastikan. Adreanne mengangguk. "Iya, bisa. Kamu nggak perlu meragukan keahlian ku. Asalkan ada bahan makanan mah, aku bisa mengolahnya." Edzard tersenyum. "Baiklah. Aku setuju dengan usulanmu." Edzard kembali melajukan kuda besinya karena tinggal beberapa meter lagi hingga tiba di depan pagar rumah Adreanne. "Kalau begitu, mulai dari besok ya!" Adreanne mengangguk. "Okay. Ya sudah aku turun dulu. Makasih tumpangannya Ed." Edzard mengangguk dua kali. Ia menatap kepergian gadis itu lamat-lamat hingga Adreanne tak terlihat lagi. Helaan napas keluar dari hidung Edzard. Jujur saja, kebohongannya kali ini mendatangkan sesuatu yang ia inginkan sejak beberapa waktu lalu. Dulu, ia memang menginginkan belajar membuat makanan dari Adreanne dan sekarang benar-benar akan terwujud. Tapi ia sedikit sedih, dengan aktivitas tambahan mereka sepulang sekolah, berarti ia akan semakin dekat dengan Adreanne. Padahal waktunya di Bumi sudah ditentukan. "Huft, sudahlah jalankan saja. Setidaknya bisa dekat dengan Adreanne walau hanya beberapa waktu sebelum pulang." Melirik rumah besar Adreanne sekilas, akhirnya Edzard melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah gadis itu. Lima belas menit kemudian, Edzard tiba di rumah mewahnya. Lelaki itu melempar tasnya asal di single sofa lalu menjatuhkan dirinya di sofa panjang. Huh. Edzard meletakkan lengannya di atas kepala lalu memejamkan matanya. Memorinya kembali memutar pada pertemuannya dengan Edrea di sekolah tadi. Adiknya itu mengatakan bahwa Dante akan segera datang. Tapi kira-kira, kapan dia akan datang? Apakah Dante tahu ia tinggal di sini? Edzard terkekeh geli atas pertanyaannya sendiri. Sudah tentu, Dante mengetahui tempat ia tinggal. Raja Philips pasti sudah mengatakannya. Tanpa diberitahu, Edzard pun sadar bahwa Ayahnya juga memantau dirinya dari atas. Raja Philips pasti tahu aktivitasnya dan di mana ia tinggal. Baiklah, tinggal menunggu Dante kemudian mengajak Dante untuk ikut bergabung ke sekolah yang sama dengannya. Bagaimana pun juga, hidup di Bumi harus diisi dengan beberapa kegiatan agar hari-hari berjalan dengan menyenangkan. Bukan membosankan. *** to be continued... don't forget to tap love dan comments!^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD