Siang ini Adreanne diperbolehkan pulang oleh Bu Delina lebih awal karena H-2 sebelum lomba ia harus benar-benar tenang dan beristirahat. Bu Delina tidak terlalu menekan Adreanne.
Sesuai dengan perkataan dokter, siang ini Damien sudah diperbolehkan pulang. Adreanne pulang menggunakan taksi, namun sebelum pulang ia mampir ke toko kue untuk membelikan tiramisu cake kesukaan Damien.
Setelah selesai membeli cake, barulah ia menyuruh sang sopir taksi menuju alamat rumahnya.
Ketika ia masuk, suasana sepi menyambutnya. Tentu saja masih sepi, Adam masih menjemput Damien.
Adreanne meletakkan tas sekolahnya di kamar dengan cepat lalu mengganti bajunya. Setelah beres ia segera turun ke bawah untuk memindahkan cake yang ia beli tadi ke piring.
"Bi Rumi, s**u kotak rasa pisang yang aku beli kemarin untuk bang Damien itu di mana ya? Kok nggak ada di kulkas?" tanya Adreanne heran.
"Itu, Non. Pagi tadi Tuan membawanya ke rumah sakit. Mumpung ada stok tiga di kulkas, ya dibawa Tuan."
Adreanne menepuk dahinya. Pasti Ayahnya membawa s**u kotak itu untum Damien. Padahal Adreanne sengaja membelikan tiga kotak untuk siang ini.
Adreanne menghela napas. "Ya sudah biarin aja deh. Lagian susunya itu memang untuk bang Damien."
"Oiya, Bi di mana pisau memotong kue?"
"Sebenarnya Bibi ambilkan ya."
Adreanne mengangguk dan menunggu di kursi pantri. Tak lama bi Rumi kembali dengan membawa pisau khusus memotong kue.
Meja makan juga sudah penuh dengan hidangan hasil masakan Bi Rumi. Adreanne berpindah menuju kursi makan. Jarinya mengetuk-ngetuk di atas meja menunggu kepulangan keluarganya yang terasa begitu lama.
Lima menit kemudian terdengar deruan suara mobil. Dengan berlari, Adreanne menuju pintu depan dan membukanya.
"Selamat pulang kembali Bang!" sambut Adreanne dengan ceria.
Damien menyunggingkan senyum lebar. Ia berjalan sedang dipapah oleh sang Ayah. "Iya, makasih udah disambut."
Adreanne mengangguk kecil lalu memberi jalan pada Ayah dan Abang nya untuk lewat.
"Udah makan belum Bang? Bi Rumi masak makanan yang enak lho," ucap gadis itu.
"Kita makan dulu yah." Tika menyusul masuk dengan membawa koper berukuran sedang berisi pakaiannya dan Damien.
Adam membawa Damien ke kursi makan.
"Bisa makan sendiri, kan Bang? Atau disuapi bunda?" tanya Tika siaga.
"Bisa sendiri kok bunda."
"Baiklah." Tika langsung duduk di sebelah suaminya sedangkan Adreanne memilih duduk di sebelah Damien.
"Gimana kepalanya, Bang? Masih nyut-nyutan?" tanya gadis itu kepo.
"Udah nggak."
"Ada yang sakit lagi nggak?" tanyanya lagi.
Damien jadi gemas sendiri menanggapi celotehan adiknya itu. Ia mengambil ayam goreng lalu menyumpal mulut Adreanne.
"Kita makan dulu, tanya-tanya nanti saja."
Adreanne nyengir kuda. "Iya-iya."
Keluarga kecil itu pun mulai menyantap makanan siang dengan beberapa obrolan selingan.
***
Setelah selesai makan siang bersama, akhirnya Adreanne memasuki kamarnya. Entah kenapa siang ini ia begitu mengantuk.
Biasanya ia tidak tidur siang, namun kali ini sepertinya pengecualian. Karena kelelahan tak butuh waktu lama akhirnya ia sudan memasuki dunia mimpi.
Entah mengapa, Adreanne merasa menyadari alam bawah sadarnya. Mimpinya pun tampak bisa di kendalikan.
Adreanne tidak tahu di mana ia berada sekarang, namun anehnya tempat ini kayak bangunan-bangunan bersejarah. Lebih tepatnya seperti istana.
Kakinya terus mengayun memasuki bangunan tersebut. Ia melihat pelayan yang berjumlah tak sedikit selalu bolak-balik mengerjakan tugasnya. Anehnya pelayan itu seperti tidak menyadari keberadaannya yang juga berada di sana.
"Hei, permisi," panggil Adreanne mencoba mengambil alih perhatian.
Namun mereka tetap melakukan pekerjaan mereka dan mengabaikan Adreanne.
"Apa mereka tuli?" Asumsi Adreanne itu langsung buyar ketika melihat pelayan itu saling bicara satu sama lain yang menandakan bahwa pelayan itu tidak tuli, hanya saja tidak bisa mendengar suaranya.
Adreanne kembali melangkah untuk menjelajah, ia semakin masuk ke dalam istana dan memang tidak ada yang menyadari keberadaannya di sini. Ia terus melangkah melihat-lihat sekitar, kalau diingat-ingat lagi, ia seperti sedang terlempar ke masa lalu. Di mana masa lalu itu kebanyakan dunia kerajaan dalam sistem pemerintahan Negaranya. Kakinya tiba-tiba terhenti ketika melihat sebuah figura foto yang begitu besar terpanjang di dinding.
"Ayah?!" pekik Adreanne kemudian ia membekap mulutnya sendiri.
Ia terpana melihat lukisan yang menampilkan sosok ayahnya yang gagah memakai baju yang tampak ribet di matanya. Adreanne berasumsi kembali bahwa itu baju seperti bangsawan-bangsawan yang pernah ia lihat di kartun barbie.
"Kenapa Ayah bisa ada di sini?" gumamnya kebingungan.
Ternyata Adreanne tersesat di koridor yang menampilkan banyak foto-foto yang terpajang di dindingnya. Adreanne terus melangkah memperhatikan satu persatu foto yang sosoknya tidak ia kenali.
Sebenarnya ada di mana ia? Dan kenapa ada foto Adam di sini?
Langkah Adreanne terhenti ketika melihat figura yang berada di lorong paling ujung. Gadis itu membekap mulutnya sendiri dan menatap foto itu dengan sangat terkejut.
Sebuah foto yanh menampilkan sosok ayahnya saat muda dan juga ada sosok Raja dan Ratu yang memakai mahkota mereka dan ada satu sosok laki-laki asing yang tidak ia kenali.
"Apa ini? Apa mereka keluarga Ayah?!" pekiknya tak percaya.
Adreanne menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak, tidak mungkin. Kamu sedang berada di dunia mimpi. Jadi jangan berasumsi yang tidak-tidak."
"Siapa kau?"
Tubuh Adreanne sontak menegang mendengar suara yang tajam dan menusuk di belakangnya.
Perlahan-lahan ia membalikkan tubuhnya dan melihat sosok lelaki gagah yang sama persis seperti di foto. Laki-laki yang berdiri di sebelah Ayahnya.
"Kau makhluk apa?" tanya laki-laki itu lagi. Dua detik kemudian si laki-laki asing ini mengeluarkan pedangnya.
"Jawab pertanyaanku! Siapa kau dan bagaimana kau bisa masuk?!" desis lelaki itu tajam. Pedang sudah dihunuskan tepat di lehernya.
Tubuhnya bergetar kuat. Kenapa bisa begini? Tadi tidak seorangpun bisa mengenalinya dan bahkan tidak menyadari keberadaan dirinya di sini. Tapi kenapa laki-laki menyeramkan ini bisa melihatnya?!
!Ayah, Bunda, bantu Rea!' pekiknya dalam hati, ketakutan.
"Kau penyusup!" desis laki-laki itu lagi.
Adreanne tidak ingat, ia hanya melihat laki-laki itu sangat lihay bermain pedangnya dan menusuk dirinya dengan cepat.
Mata Adreanne terbelalak kaget, ia memegang pedang yang sudah menyatu dengan tubuhnya. Matanya menatap nanar pada perutnya yang mengeluarkan darah. Namun anehnya ia tak merasakan sakit.
Adreanne terbatuk ringan hingga akhirnya ia tersentak dan bangun dari tidurnya.
Tubuh Adreanne mendadak bergetar ketika sadar. Ia memperhatikan sekelilingnya yang ternyata adalah kamarnya sendiri.
"Mimpi macam apa tadi itu?! Kenapa sangat mengerikan?" Gadis itu bergidik ngeri ketika mengingatnya.
Bagaimana bisa ia memimpikan hal semacam itu di siang bolong seperti ini? Anehnya lagi ia mengingat seluruh mimpinya.
Adreanne menarik napasnya dan membuangnya perlahan. Lalu ia meraih gelas air putih yang ada di nakas lalu menandaskan isinya. Setelah memuaskan dahaganya, ia kembali tercenung.
Tidak bisa ia pungkiri bahwa mimpi aneh itu benar-benar mengusiknya.
"Apa aku tanyakan pada Ayah saja, ya?" gumamnya ragu.
Adreanne menyingkap selimutnya dan menatap perutnya yang menjadi sasaran pedang lelaki itu tadi.
Tubuhnya kembali bergetar ketika mengingat bagaimana pedang itu menembus kulitnya. Sangat menyeramkan.
Semakin merasa takut, akhirnya Adreanne turun dari ranjang dan berlari keluar kamar. Ia menuruni tangga dan menemukan Adam sedang duduk di sofa seraya menonton televisi.
Langsung saja gadis itu berhamburan memeluk sang Ayah.
"Ayah," rengeknya.
Adam menyambut kedatangan putrinya, ia balas memeluk Adreanne. "Ada apa? Kenapa rambutmu basah sayang?"
Adreanne memegang rambutnya sendiri, ia menelan saliva susah payah ketika sadar bahwa ia berkeringat sangat banyak sampai membuat rambutnya basah seperti baru selesai keramas.
"A-aku memimpikan sesuatu yang mengerikan," ungkapnya ketakutan.
Raut wajah Adam berubah lembut, dari semula yanh cemas. "Itu hanya mimpi sayang, tidak usah terlalu dipikirkan."
"Tapi dimimpi, laki-laki aneh itu menghunuskan pedangnya ke aku. Pedang itu menembus kulit aku, Yah. Di sini." Adreanne menunjuk perutnya yang terkena pedang ketika di mimpi tadi.
Adam mengelus puncak kepala Adreanne. "Mimpi itu hanya bunga tidur. Jangan khawatir."
Saking takutnya, tanpa sadar Airmata keluar dari kelopak matanya.
"Aku melihat foto Ayah di mimpi. Ayah memakai baju seperti bangsawan di film-film barbie. Seperti pakaian pangeran," rengeknya.
Tubuh Adam mendadak kaku. Ia langsung menatap wajah Adreanne dengan tatapan yang sulit diartikan. Sebenarnya mimpi seperti apa maksud putrinya ini?
"Bisa ceritakan pada Ayah bagaimana ayah dan di mana kamu?" Adam mengusap pipi Putrinya yang basah.
Adreanne mengangguk pelan. "Aku nggak tahu persis di mana, cuma kayak di bangunan-bangunan tua gitu Yah. Kayak istana, dari luar tampak biasa saja. Tapi di dalamnya sangat mewah. Terus aku melihat banyak pelayan yang berlalu lalang. Hingga aku tersesat di sebuah koridor yang menyimpan banyak foto di setiap sudut dindingnya."
Adreanne mengambil jeda untuk menarik napas. "Aku melihat ada wajah Ayah di salah satu foto itu. Hingga akhirnya ada laki-laki asing yang berambut putih mendekat. Dia menghunuskan pedangnya padaku dan membunuhku, Yah."
Adam mencerna mimpi yang dialami Adreanne. "Selain foto ayah, apalagi yang kamu lihat?"
"Sebuah foto keluarga. Ada Raja dan Ratu memakai mahkota cantik dan dua laki-laki yang sepertinya pangeran. Salah satu lelaki itu adalah Ayah," ujar Adreanne bersungguh-sungguh.
Adam tertegun. Mungkinkah Adreanne memimpikan Kerajaan dahulu? Tapi bagaimana bisa? Adreanne sama sekali tidak mengenal dunia luar sana.
"Mimpi aneh macam apa itu, Ayah? Aku takut banget," ungkapnya.
Adam memeluk sang Putri lalu mengelus-elus punggungnya. "Ssttt, itu hanya mimpi jangan dipikirkan dengan serius. Bahkan mimpi kamu sangat aneh, masa Ayah pangeran sih?"
Adreanne menelisik wajah Adam dan mengangguk. Apa yang dikatakan Adam benar.
"Tapi walaupun cuma mimpi tetap aja seram, Yah."
"Lupakan mimpi itu. Sekarang kamu mandilah, udah sore."
Adreanne mengangguk patuh. Sebelum beranjak dari sofa, Adam mengecup dahinya sejenak barulah setelah itu ia kembali menuju kamarnya.
Seperti kata Adam, ia akan berusaha melupakan mimpi aneh itu. Ya, mimpi seperti itu tidak patut ia ingat.
Tapi Adreanne sadar, sepenuhnya ia belum bisa melupakan mimpi itu. Seakan mimpi itu sudah lekat diingatannya dan susah dihapus. Terlebih wajah-wajah yang ada di mimpi, sangat melekat diingatannya.
***
TO BE CONTINUED...