Adelard menggunakan seragam sekolah yang sama seperti Edzard. Hari ini ia resmi akan bersekolah juga. Selain ingin mengganggu Edzard, ia juga ingin melihat pelajaran apa saja yang dipelajari manusia di Bumi ini. Apakah sama seperti pelajaran yang ia lakukan?
"Bagaimana penampilanku, Max?" tanya Adelard mematut dirinya di cermin.
"Sangat rapi dan juga tampan, Pangeran."
Adelard tersenyum puas. "Terimakasih atas pujianmu. Kalau begitu aku harus berangkat sekarang."
Max mengangguk. Ia mengantar sang Pangeran hingga pintu depan. "Hati-hati Pangeran."
Adelard mengacungkan jari jempolnya. Segala fasilitas sudah ia miliki. Kendaraan mobil yang telah ia kuasai cara mengendalikannya pun ia sudah bisa. Tak lama, mobilnya melesat meninggalkan pekarangan rumah yang ia beli.
Tak butuh waktu yang lama, jarak sekolah dengan rumahnya sangat dekat. Hanya butuh sepuluh menitan untuk sampai jika menggunakan kendaraan. Setelah tiba Adelard langsung turun dan tak heran ia menjadi pusat perhatian beberapa siswa yanh berlalu lalang.
"Hei, ada murid baru lagi."
"Ganteng banget."
"Jangan sampai adek kelas. Semoga seangkatan."
"Duh, seganteng Edzard."
Banyak lagi kicauan suara perempuan yang terdengar di gendang telinga Adelard. Namun ia mengabaikan itu semua.
Tatapan Adelard tiba-tiba mengunci pada satu sosok perempuan yang baru saja memasuki area sekolah. Rambutnya hitam legam, kulit yang putih dan bersih, hidung yang mancung dan mata yang indah. Ya tuhan, wajah gadis itu sangat cantik.
Adelard mendekati gadis yang tampak acuh dengan sekitar.
"Permisi," ujarnya sopan.
"Yahhh, si Adreanne lagi yang disamperin."
"Udah lah bubar. Tuh cogan kepincut sama si Rea."
Beragam keluhan dapat Adelard dengar lagi. Telinganya memang sangat tajam. Hm, jadi nama gadis ini adalah Adreanne? Nama yang indah.
"Ada apa?" tanya Adreanne dengan datar.
"Bisakah kamu menolongku? Aku tidak tahu di mana kantor guru dan aku anak baru," ujar Adelard lugas.
"Oh, ayo ikuti aku."
Adreanne jalan lebih dulu dan diikuti oleh Adelard.
"Pindahan mana?" tanya Adreanne sedikit basa-basi.
"Bali," jawab Adelard ngasal.
Tanpa mereka berdua sadari, Edzard melihat itu semua. Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat Adelard berbincang dengan Adreanne.
Sial! Kenapa Adelard bisa sampai di sini? Apa yang mantan sahabatnya itu lakukan dengan memakai seragam sekolah ini?!
Edzard berlari menyusuri lorong dan mencari Dante yang sudah pasti berada di kelas.
Di sisi lain...
Setelah mengantarkan si murid baru yang tidak diketahui namanya itu, Adreanne pergi ke perpustakaan. Ternyata Bu Delina sudah berada di sana lebih dulu.
"Maaf bu saya terlambat. Saya harus mengantar anak baru ke kantor dulu tadi," ringisnya.
"Iya tidak apa. Ayo duduk! Empat hari lagi olimpiade-nya akan dimulai, jadi kamu harus mempersiapkannya lebih giat lagi."
"Baik, Bu."
***
Edzard tidak bisa fokus pada pelajaran yang diterangkan oleh Pak Akmal. Setelah keberadaan Adelard yang begitu tiba-tiba, tentu membuatnya panik dsn terkejut. Sejak tadi ia tak henti bertanya-tanya apa maksud kedatangan Adelard.
Apakah Adelard sedang merencanakan sesuatu?!
Apapun itu, Edzard harap Dante segera menemukan jawabannya. Hanya Dante yang dapat ia andalkan karena ia sedang sibuk di perpustakaan.
Tringgg... Tringgg... Trringggg...
Bel istirahat berbunyi. Edzard menghela napas lega lalu menutup bukunya.
"Saya boleh istirahat dulu, Pak?" tanya Edzard meminta izin.
"Ya istirahat dan makanlah. Kamu tampak kurang fokus," kata Pak Akmal yang ternyata menyadarinya.
"Baik, Pak. Terimakasih." Edzard menutup bukunya di atas meja lalu berjalan keluar dari perpustakaan.
Dengan langkah lebar, Edzard mencari keberadaan Dante. Syukurlah Dante tidak sulit dicari.
Dante berada di kelas dengan raut wajah seriusnya menatap sebuah kertas.
"Dante, apa kau mengetahui alasannya di sini?" tanya Edzard begitu tak sabaran.
Dante menggeleng samar. "Saya bertemu dengannya tadi dan dia hanya menyeringai kemudian berlalu begitu saja. Dia mengabaikan pertanyaan saya."
"Di mana dia sekarang?"
"Dia berada di kelas sebelah."
"Ayo kita hampiri dia."
Dante mengangguk, ia berdiri lantas mengikuti langkah sang Pangeran.
Setibanya di kelas yang dimaksud. Edzard menatap malas ke arah Adelard yang jelas sekali tebar pesona pada para gadis di kelas itu.
"Adelard, ikuti aku. Ada yang ingin aku bicarakan padamu," ungkap Edzard datar.
Adelard hanya menatap Edzard dengan datar. "Apakah kita saling mengenal?"
Pertanyaan bernada santai itu menyurut emosi Edzard.
"Jangan memancing emosiku, Adelard."
Beberapa pasang mata mulai memperhatikan raut wajah tak santai Edzard dan ketenangan di wajah Adelard.
"Ikuti aku," ucap Edzard penuh penekanan.
Adelard melengos lantas berdiri. "Kali ini aku akan menurutimu."
Edzard membawa Adelard ke rooftop, begitu pula Dante yang mengekor dari belakang seraya memastikan bahwa di sekitar aman untuk berbincang secara luas.
Keadaan rooftop sangat sepi. Jadi mereka bisa leluasa berbicara.
Edzard melipat kedua tangannya di depan d**a. "Apa maksudmu? Kenapa kau berada di sini?!"
Adelard terkekeh pelan. "Kau serius menanyakan hal ini?"
"Jangan membuatku mengulang ucapanku," desis Edzard tajam.
Adelard terkekeh. "Aku hanya mencari suasana yang bagus. Ku pikir bumi cocok menjadi destinasi liburanku kali ini."
"Apa kau serius ke Bumi hanya untuk liburan?"
Adelard menyeringai lalu mengangguk. "Kenapa memangnya? Tidak boleh. Siapa dirimu memangnya?" tantangnya.
"Kau boleh saja liburan di Bumi. Tapi kenapa malah berada di tempat ini?!"
Adelard mengangkat bahunya acuh. "Aku menyukai sekolah ini dan mencoba untuk masuk. Ternyata sekali coba aku lolos menjadi siswa di sini. Mau apa kau?!" Cowok itu menantang balik.
Edzard memijit pangkal hidungnya. "Baiklah kau boleh berlibur di sini tapi ingat, jangan muncul di hadapanku."
"Termasuk pada gadis yang kau sukai?" sahut Adelard asal.
Mata Edzard melotot. Bagaimana bisa Adelard tahu tentang gadis yang ia sukai?!
Adelard tertawa sinis. "Lihat, aku hanya memancingmu saja. Dan ternyata benar, kau punya kekasih di sini."
"Jangan banyak bicara. Jika kau mengganggu ketenangan ku di sini, aku tak segan-segan menghabisimu. Lagi pula kita berada di luar Istana," ucap Edzard penuh ancaman.
Adelard berdecih pelan. "Cih, terlalu percaya diri sekali kau menganggap aku akan mengganggumu."
"Kalau begitu enyahlah dari hadapanku sekarang, sialan!" umpat Edzard.
Adelard menatap sinis. "Kau yang lebih dulu menarikku ke sini. Untuk apa aku pergi."
"Dasar gila!" umpat Edzard lagi. Pemuda itu berjalan meninggalkan rooftop dan Adelard seorang diri.
Edzard berharap, Adelard tidak macam-macam. Terlebih jika Adelard sampai tahu aka perasaan pada Adreanne.
Bisa-bisa semuanya kacau!
Ya, Adelard tidak boleh tahu ini semua."
***
Adreanne berjalan menuju kantin bersama Lily, beberapa hari belakangan ia tidak menghabiskan waktu bersama sahabatnya itu.
"Eh Re, ada murid baru di kelas sebelah. Wajahnya sebelas dua belas kayak Edzard yang ganteng," tutur Lily tampak semangat.
"Aku tahu, pagi tadi aku yang mengantarkannya ke ruang guru di kantor."
Lily mengangguk paham. "Bagaimana kalau aku menggebetnya? Tidak masalah bukan?"
"Tentu jadi masalah. Kau tidak bisa melakukan hal itu karena kau sudah pdkt dengan lelaki lain," pungkas Adreanne.
Bibir Lily mengerucut sebal, beberapa detik kemudian wajahnya kembali cerah. "Itu dia si ganteng murid baru!" tunjuk Lily pada pintu masuk kantin.
Adreanne mengikuti arah pandang Lily. Lelaki yang belum ia ketahui namanya itu memang tampak sangat tampan terlebih tubuhnya terlihat Atletis dsn tinggi. Sebagai pecinta cogan tidak salah juga sebenarnya Lily menyukai cowok itu.
"Gue boleh duduk di sini?" Si anak baru mendekati meja mereka dan meminta izin.
"No, itu tempat kami." Tiba-tiba Abian dan Arsen datang dengan piring makanan mereka. Abian menggeser tubuhnya Adelard agar menjauhi Adreanne.
"Apa sih, Bi," pungkas Lily galak. Mode galaknya hanya bertahan beberapa detik karena wajahnya kembali ke imut.
"Lo boleh kok duduk di sini," lanjut Lily.
"Oh iya nama lo siapa?" tanya Lily mulai kepo.
"Gue Adelard Basil."
"Kalau gue Lily, dan ini Adreanne sahabat gue. Sedangkan dua bocah itu hanya orang yang tidak tahu malu dan tidak ada yang suara diantara mereka sejak tadi.
"Salam kenal kalau begitu, senang berkenalan dengan kalian." Adelard tersenyum lebar dan sangat ramah.
"Lo dulu pindahan dari mana? Kok pindah?" tanya Lily semakin kepo.
"Dari Bali, pindah karena bosan aja dengan suasana yang itu-itu saja. Lagi pula suasana di sana tidak berubah. Gue juga ingin mencari pengalaman baru tinggal di negeri orang.
Senyum Lily terpantri. "Pilihan yang bagus," sahutnya ngasal.
"Oh iya, gue belum kenal kali denah sekolahnya. Lo mau temani gue jalan sekeliling sekolah nggak?" tanya Adelard pada Adreanne.
Mata Adreanne terbelalak lantas ia menggeleng. "Maaf, aku nggak bisa. Soalnya lagi masa sibuk-sibuknya. Lily mungkin bisa temani kamu."
Terlihat raut wajah kecewa di wajah Adelard. "Kalau boleh tahu sibuk apa, ya?"
"Dia ikut lomba olimpiade Biologi, tahap Provinsi. Olim itu beberapa hari lagi, jadi para peserta memang sibuk belajar di perpustakaan," jawab Abian mewakili Adreanne karena gadis itu sedang mengunyah makanannya.
"Ah begitu... siapa saja yang ikut lomba itu?"
"Tahap Provinsi hanya empat orang, dari jurusan yang sama dengan kita hanya Adreanne dan Edzard," jawab Lily.
Mata Adelard melebar, ia tidak menyangka Edzard akan mengikuti lomba yang cukup menyusahkan.
"Hm, Edzard ya," gumamnya pelan dam tak terdengar siapapun.
"Iya, kamu kenal dia?" tanya Adreanne.
Adelard tersenyum lalu menggeleng. "Nggak."
Adreanne memangut-mangut paham. "Aku kira kamu mengenalnya."
Adelard tersenyum miring. Well, sebenarnya aku mengenalnya, cantik. Dia adalah musuh bebuyutanku berpuluh-puluh tahunan.
***
TBC...
DON'T FORGET TO TAP LOVE AND COMMENTS^^