06. Gosip

1735 Words
Sudah dua bulan sejak Edzard diturunkan ke Bumi dan sudah sebulan lebih pula ia berada di sekolah yang sama dengan Adreanne. Edzard dan Adreanne semakin dekat setelah menghabiskan waktu seharian di taman bermain beberapa waktu lalu. Bahkan keduanya kini selalu berangkat ke sekolah bersama-bersama. Tentu saja gadis itu dijemput oleh Edzard, padahal Adreanne sudah berulang kali melarang Edzard menjemputnya karena ia akan diantar oleh Damien. Tapi apalah daya, Edzard ternyata adalah orang yang keras kepala. Tak heran jika banyak gosip beredar bahwa mereka menjalin hubungan. Edzard memiliki kemampuan baca pikiran pun sudah tahu isi kepala para siswa di sekolah. Terkadang ia merasa kesal juga saat ada laki-laki yang sedang berpikir tentang Adreanne. Tentu saja ia membaca semua hal itu. Biarlah dikata tidak sopan. Lagian, siapa suruh punya pikiran tidak dijaga? Bukan salah dia 'kan kalau tahu? Tapi ada satu orang yang sejak awal sulit Edzard tembus pikirannya. Yaitu Adreanne. Di saat semua menggosipkan dirinya dan Adreanne, tentu saja ia penasaran dengan reaksi dan pikiran gadis itu. Tapi tetap saja, semau apapun ia berusaha, ia tidak bisa menembus pikiran Adreanne. Bahkan sejak kali mereka bertemu di minimarket dua bulan lalu. Dari situ Edzard tidak bisa membaca isi pikiran Adreanne. Jujur saja, Edzard semakin penasaran dengan gadis cantik itu. Tapi ia tidak boleh memperlihatkan dengan jelas ketertarikannya pada Adreanne. Gengsi tahu! Sekarang Edzard dan Adreanne sedang berjalan di koridor. Setengah jam yang lalu diumumkan bahwa free class karena para guru rapat. Jadi keduanya memutuskan untuk ke kantin. Minus Lily karena gadis itu tidak masuk. Dia sakit. "Kok bisa sih Edzard lengket banget sama si Adreanne? Heran gue dia pakai pelet apaan!" bisik seorang gadis yang dilewati Edzard dan Adreanne. Adreanne tampak tak ambil pusing dan terus melangkah. Beda halnya dengan Edzard yang menyimak semua gosip yang terdengar di telinganya. "Adreanne cantik banget, tapi digebet sama si murid baru!" Edzard mendengar gerutuan dalam pikiran seorang laki-laki. Membuatnya sedikit geram, tapi tidak ada yang bisa Edzard lakukan selain menyimak gosip lain. "Pake pelet apa sih?" "Nggak rela gue, masa iya ada cogan baru di sekolah ini udah otw sold out?!" "Sejak ada tuh murid baru, si Adreanne kek udah pemes banget ya? Jadi sorotan terusss!" "Nah iya, biasanya juga nggak pernah di sorot!" Dan bla... bla... bla... Edzard tak mendengarnya lagi karena ia dan Adreanne sudah berada di kantin. "Kamu mau makan apa?" tanya Edzard halus. Lihat, anehnya ia sangat perhatian pada Adreanne. Tapi Edzard menyukai itu. Ia suka setiap berada di samping Adreanne, rasanya sangat nyaman. "Aku mau seblak hehe. Boleh, kan?" tanya Adreanne seraya nyengir. Raut wajah Edzard berubah tegas. Dulu awal ia ada di Bumi, ia pernah memakan makanan yang namanya Seblak. Dan itu cukup membuat lidahnya terasa kebas dan panas karena saking pedasnya. Kemalangannya tak hanya sampai di situ, di malam harinya perut Edzard terasa sangat sakit, alhasil ia bolak-balik masuk ke kamar mandi. "Nggak boleh! Seblak itu pedas, bikin sakit perut," ujarnya tegas. "Bagi kamu emang pedes, aku kan kuat pedes," sungut Adreanne. "Lagian kenapa aku harus minta ijin dulu sih? Kamu kan bukan siapa-siapa aku," lanjutnya kesal. Edzard tergelak. "Kamu kan emang ada apa-apa sama aku," katanya dengan senyum miring. Suaranya pun terdengar sedikit keras sehingga menarik perhatian beberapa orang. "Hah? Ada apa-apa gimana?" tanya Adreanne masih tidak mengerti. Edzard kembali mengingat istilah yang di bilang Nico minggu lalu. Nico adalah teman laki-laki pertama di kelasnya. Kalau ada apa-apa, Edzard selalu bertanya pada Nico. Istilah pasangan jika di dunia manusia. Namanya pacaran. "Kamu kan pacar aku, kok lupa sih?!" Edzard berujar dengar sedikit keras. Bisik-bisik pun mulai terdengar. Sementara kedua pipi Adreanne memerah. "Kamu ngaku-ngaku!" tukasnya. "Dahlah, aku pesan seblak!" lanjutnya. Adreanne berlalu begitu saja meninggalkan Edzard, mereka menjadi pusat perhatian beberapa siswa. Tak heran jika desas-desis mulai terdengar ke telinga. Terlebih telinga peka Edzard mendengar itu semua. Edzard mengekori Adreanne, dan ia pasrah saja ketika Adreanne mulai memesan makanan kesukaan gadis itu, seblak. "Mang Ucup, seblaknya satu ya. Minumnya teh es," ucap Adreanne pada Mang Ucup, sang pemilik warung seblak. "Siapp, dek Adreanne!" "Jangan terlalu pedas ya, Mang, kasih cabai nya sedikit aja," timpal Edzard. Mang Ucup mengangguk paham sementara Adreanne melayangkan tatapan protes pada Edzard tapi tidak digubris oleh cowok itu. Edzard malah menarik Adreanne ke tempat ibu-ibu penjual siomay dan batagor. Entah kenapa Edzard sangat menyukai makanan itu. Setelah memesan ia kembali menarik Adreanne menuju tempat duduk semula. "Cantik kamu jadi hilang kalau cemberut gitu," kelakar Edzard dengan senyuman miring. Adreanne mengangkat bahu acuh, ia mengeluarkan ponselnya dan bermain ponsel. Mengabaikan Edzard. Melihat Adreanne fokus pada benda pipihnya, Edzard tidak mau kalah. Beberapa waktu yang lalu, ia juga membeli ponsel keluaran terbaru. Uang dari mana? Tentu saja dari hasil pertukaran emas yang dibawakan oleh adiknya Edrea. Sesekali Edrea mengunjunginya dan memberikannya emas dan berlian. *** Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak beberapa menit lalu. Adreanne merapikan buku-bukunya dengan cepat lalu memasukkannya ke dalam tas. "Ayo pulang!" seru Edzard yang ternyata sudah berdiri di samping Adreanne. Adreanne menggeleng. "Kamu pulang sendiri aja, aku pakai taksi. Soalnya mau ke rumah Lily." Edzard tampak tak senang mendengar perkataan Leah, ia tak akan membiarkan Adreanne pulang sendirian. "Aku yang antar, ayo!" Adreanne menghela napas berat. Memaklumi sikap Edzard yang pemaksa. Keduanya keluar dari kelas bersama. Ketika mereka sudah berada di mobil Edzard, lelaki itu tidak langsung melajukan mobilnya. Ia justru terdiam sejenak, memikirkan sesuatu. "Rumah Lily di mana ya?" Adreanne menepuk dahinya. "Udah jalan aja, nanti aku arahin." Edzard pun mengangguk patuh, mulai menghidupkan mesin mobil lalu melajukan kuda besinya itu. "Nanti di Jalan Ceras, abis itu belok kanan. Rumahnya yang tingkat dua warna hijau," intruksi Adreanne seraya menunjuk sebuah jalan yang berpalang nama jalan Ceras. Edzard mengikuti instruksi dari Adreanne hingga tak berselang lama mobilnya berhenti di depan pagar sebuah rumah bertingkat dua yang persis seperti dideskripsikan oleh Adreanne. "Makasih udah anterin aku." Adreanne bergegas turun. Namun lengannya dicekal oleh Edzard. "Nanti kamu pulangnya jam berapa? Biar aku jemput," katanya. Adreanne menggelengkan kepalanya. "Aku nanti pulang dijemput sama bang Damien aja. Kamu nggak usah repot-repot, sekali lagi makasih ya, Ed." Tanpa menunggu respon dan Edzard, Adreanne membuka pintu lalu turun. Edzard menghela napas pelan, ia sudah tak melihat Adreanne lagi. Gadis itu sudah masuk ke dalam. Dengan berat hati ia melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Lily. Dengan santai ia membawa mobil itu hingga tiba di rumahnya. Edzard tinggal di sebuah rumah yang besar. Berbagai fasilitas juga tersedia di rumah itu, sudah lengkap. Hanya saja soal makanan, ia selalu membeli. Edzard tidak pandai memasak makanan manusia, karena masakan manusia berbeda dengan masakan di Negerinya. Tapi masakan manusia harus Edzard acungi jempol, semua makanan yang telah ia cicipi selama di sini memanglah sangat lezat. Dahi Edzard mengerut dalam ketika melihat pintu rumah yang terbuka. Setahunya pintu sudah ia kunci pagi tadi. Buru-buru ia keluar dari mobil dan berlari masuk. Larian Edzard terhenti ketika melihat Edrea duduk manis di sofa sembari memegang remote televisi. "Sedang apa kamu di sini?" Edrea menoleh sekilas. "Aku hanya ingin menjengukmu saja, kak. Apa uangmu sudah habis?" Edzard nyengir. Selama berpijak di Bumi, bisa dikatakan Edzard sangat boros. Tabungan di brankas pun tidak terlalu banyak lagi. Dari sepuluh brankas berukuran sedang yang telah diisi Edrea oleh uang, kini hanya tersisa empat brankas lagi. "Tinggal empat brankas lagi," jawab Edzard sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal. Edrea mendengus, sejujurnya ia sudah tahu. Karena tadi ia sempat memeriksa isi brankas yang telah ia isi. Ia bertanya karena ingin mendengar jawaban Edzard langsung. "Sudah ku isi penuh lagi, ingat jangan boros kak! Sekarang sudah ku tambah lima brankas. Jadi totalnya ada lima belas brankas. Masing-masing brankas berisi uang tiga ratus juta. Paham?" Edzard mengangguk acuh tak acuh. Sekarang mereka seperti tertukar. Sikap Edrea seperti sudah yang paling tua saja. Sok bijak, pikir Edzard. Tetapi apa yang dikatakan Edrea ada benarnya juga. Edzard duduk tepat di sebelah Edrea. "Terimakasih sudah membantuku. Tapi aku benar-benar kesulitan dibagian makanan, aku selalu membelinya di luar," ucapnya jujur. "Kalau begitu kak Edzard harus belajar masak biar nggak semakin boros. Yah walaupun makanan di Bumi beda dengan masakan Koki di Istana, setidaknya kau bisa belajar, kak." Sebuah ide muncul di dalam benak Edzard. Seulas senyum pun terbit di bibirnya. "Nanti aku akan meminta Adreanne mengajariku." "Siapa Adreanne?" tanya Edrea bingung. "Gadis manusia yang tak bisa ku tembus isi pikirannya. Sangat aneh. Tapi di juga sangat cantik," imbuh Edzard menerawang rupa Adreanne. Mengingat kembali wajah Adreanne yang cantik dan natural, membuatnya merasakan hangat di d**a. "Jangan bilang kak Edzard menyukainya?!" pekik Edrea terkejut. Edzard mengangkat bahunya acuh, ia pun tidak tahu bagaimana perasaannya. Namun ia selalu senang dan bahagia ketika berada di sebelah Adreanne. Gadis itu benar-benar sesuatu untuk Edzard. Edrea menatap Edzard gemas. "Kak Edzard benar-benar menyukai gadis manusia itu?!" tanyanya dengan nada menuntut. "Kalau aku menyukainya kenapa? Nggak boleh?" pungkas Edzard dengan nada sedikit sewot. "Percuma, pada akhirnya pun kalian akan berpisah. Kak Edzard juga pasti bakal pulang ke Airya. Jadi jangan main-main dengan perasaan. Belum ada catatan sejarah Fairy seperti kita menikah dengan manusia," celoteh Edrea panjang lebar. Edzard tercenung sejenak. Apa yang dikatakan Edrea kembali benar seratus persen. "Aku tahu." Helaan napas berat pun keluar dari bibirnya. Edrea menepuk pundak Edzard beberapa kali, mencoba menguatkan Edzard. "Harus selalu hati-hati di sini ya. Jangan buat ulah lagi." Edrea memberi nasihat. Tatapan Edzard beralih ke meja, bau harum keluar dari sebuah kotak yang menarik perhatiannya itu. "Apa isinya itu?" "Makanan kesukaanmu. Aku membawanya dari rumah," ucap Edrea yang membuat senyum Edzard mengembang. "Kamu benar-benar adik tercintaku," ungkap Edzard yang membuat Edrea terkekeh geli. Gadis itu melepaskan pelukannya. "Berhati-hatilah kak. Untuk dua minggu ke depan aku tidak akan turun, Ayah memberiku sebuah tugas." Dengusan kecil terdengar dari Edrea ketika sudab menyelesaikan kalimatnya. "Tugas apa?" "Ke Negeri Voresha. Putri Isabella ulang tahun, dan Ayah ingin aku yang menghadiri acara itu." Edzard mengusap rambut Edrea. "Selamat bersenang-senang kalau begitu, jangan lupa jaga diri juga." Edrea mengangguk patuh. "Aku tahu itu. Kalau begitu aku pulang dulu, kak." Edrea berdiri lalu mengeluarkan sayapnya, membuat Edzard tersenyum sedih. Edrea yang peka dengan raut wajah sang kaka pun berlari memeluk Edzard. "Tak lama lagi kakak pasti pulang, dan bisa menggunakan sayap lagi. Sayap kakak nggak sepenuhnya dibekukan di dalam oleh Ayah," ujar Edrea. "Ya ... Aku akan bersabar." Edzard mengusap sayap Edrea dengan lembut. Ah iya sangat merindukan sayap besarnya. *** to be continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD