Edzard kembali ke rumah besarnya setelah makan malam dengan keluarga Adreanne. Sesampainya di rumah, Edzard menjatuhkan dirinya di kasur dengan lesu.
Obrolannya dengan Ayah Adreanne yang bernama Adam sedikit tidak berjalan lancar. Tatapan pria itu secara terang-terangan tampak tidak menyukai kehadirannya.
Sewaktu pulang pun, Edzard diberitahu agar tidak terlalu dekat-dekat dengan Adreanne.
Edzard menghela napas pelan, kedua maniknya melirik jam di atas nakas, sudah hampir jam sepuluh malam.
Cowok itu mengangkat tangannya dan mengendus-endus bau tubuhnya yang tidak terlalu tercium. Namun ia terpaksa memilih mandi lantaran seharian ini ia sudah beraktivitas di luar ruangan, alhasil ia butuh mandi.
Dengan gerakan malas dan lesu, Edzard bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.
***
Di pagi harinya...
Tidak seperti kemarin, Adreanne diantar oleh Damien ke sekolah. Hari ini Adam sendirilah yang mengantarkannya.
"Belajar yang benar okay? Nanti pulang, Abang kamu yang jemput," ucap Adam.
Adreanne mengangguk patuh. "Iya, Yah." Gadis itu mencium punggung tangan sang Ayah barulah setelahnya ia turun.
Setelah putrinya tidak terlihat lagi, barulah Adam menjalankan mobilnya meninggalkan pekarangan sekolah.
Di koridor, Adreanne bertemu dengan Lily yang sedang melihat sesuatu di mading.
"Lihatin apa?" tanya Adreanne.
Lily menoleh lalu menunjuk sebuah kertas yang disematkan di mading. "Olimpiade. Guru-guru lagi nyari siswa yang mau daftar."
Wajah Adreanne berubah berseri-seri, Olimpiade adalah hal yang paling ia tunggu-tunggu. Tahun lalu ia tidak berhasil di olimpiade biologi. Adreanne kalah dalam olimpiade Nasional. Ia tidak menjadi juaranya.
"Daftarnya ke Ibu Delina kan, Ly?" tanya Adreanne memastikan.
Lily mengangguk. "Lo mau ikut lagi?"
Adreanne mengangguk cepat. "Kemarin kan tingkat Nasional nya nggak menang."
"Iya deh iya, yang pinter jadi bisa daftar lagi. Ayo ke kelas," ajak Lily.
Kedua gadis itu pun berjalan ke menuju kelas mereka.
"Nanti jam istirahat temani aku ketemu Bu Delina ya, Ly," pinta Adreanne setelah duduk di kursinya.
Lily menganggukkan kepalanya. "Aman."
Tepat setelah mendapat respon dari Lily, guru pun masuk dan mulai membuka pelajaran hari ini.
***
Jam istirahat, Adreanne dengan semangat menarik sahabatnya menuju ruang guru. Lily pun hanya bisa pasrah ditarik seperti itu oleh Adreanne.
"Sudah Ibu duga kamu bakal ikutan lagi," kata Bu Delina.
Adreanne nyengir. "Bisa, kan Bu?"
Ibu Delina mengangguk. "Bisa. Namun sebelum Olimpiade nya mulai, kita ada kelas tambahan lagi ya? Sewaktu pulang sekolah di perpustakaan."
Adreanne mengangguk. "Baik, Bu. Terimakasih."
"Kamu mau mendaftar olimpiade juga Lily? Mau mata pelajaran apa?"
Lily menggeleng cepat. "Nggak, Bu. Otak saya nggak nyampai ikutan lomba begituan. Saya cuma menemani Adreanne ketemu Ibu," jawabnya jujur.
Jawaban Lily yang terlalu jujur itu mengundang gelak tawa Bu Delina dan beberapa guru yang mejanya di sebelah meja bu Delina.
"Kamu ini, sebelum lombanya kan ada pelatihan dulu. Jadi jangan pesimis dulu," kata Bu Delina.
Lily tetap menggeleng. "Saya nggak betah kalau banyak belajar, Bu."
"Iya deh iya. Ya sudah kalian boleh istirahat."
Adreanne dan Lily mengangguk. Keduanya lantas pamit dan meninggalkan ruangan guru.
Dalam perjalanan menuju kantin, melewati lapangan baske. Langkah keduanya berhenti saat melihat kerumunan siswa dan siswi.
"Ntar, Re. Lihat dulu, kali aja ada yang berantem," kata Lily melepaskan tautan tangan dengan Adreanne.
Adreanne mengikuti Lily yang mendekati kerumunan siswa.
"Gue suka sama lo, Ed."
Mata Adreanne membola melihat Kalista mengutarakan perasaannya pada Edzard.
"Lo jelek."
"hahahahaha."
"Anjir, si Edzard to the point banget!"
"Sekelas Kalista dibilang jelek? Standar selera Edzard gimana dah?!"
Berbagai komentar terdengar setelah mendengar respon dari Edzard. Rata-rata para siswa menertawakan Kalista yang dibilang jelek oleh Edzard.
Kalista sendiri jadi malu, wajahnya memanas dan memerah karena menjadi bahan tertawaan para siswa.
Sama seperti siswa lainnya, Lily pun ikut tertawa sangat lebar.
Adreanne menyikut lengan Lily saat Edzard dan disusul Kalista melirik mereka. "Jangan diketawain, Ly."
Lily pun menghentikan tawanya. "Sori. Yok, Re, kita ke kantin."
Baru saja kedua gadis itu hendak meninggalkan lapangan basket, tangan Adreanne ditarik seseorang.
Adreanne menepis tangan Edzard langsung karena tatapan para siswa dan siswi jadi mengarah padanya.
"Aku ikut kamu." Edzard menggenggam tangan Adreanne dan membawa gadis itu meninggalkan lapangan.
Tautan tangan Adreanne dan Lily terlepas. Sejenak Lily terdiam, hingga ia sadar bahwa ia tertinggal.
"Edzard k*****t!" umpatnya. Dengan berlari, Lily menyusul keduanya.
Berbagai respon kembali muncul setelah melihat kepergian Adreanne dan Edzard. Mereka berspekulasi bahwa Edzard dan Adreanne memang menjalin hubungan seperti gosip yang telah berlalu.
Kalista mengepalkan tangannya kuat. Ia menatap kepergian Edzard dan Adreanne dengan tatapan marah. "Lihat aja kalian!" gumamnya sinis.
***
Di kantin, Edzard, Adreanne menempati kursi yang kosong. "Mau apa?" tanya Edzard.
"Nasi goreng pakai telor ceplok," jawab gadis itu.
Edzard mengangguk, tanpa bertanya pada Lily, cowok itu pergi memesan makanannya dan Adreanne.
"Sumpah dah! Si Edzard ngeselin banget, nggak ditanyain gue mau makan apa!" kesal Lily.
"Yuk aku temani kamu mesan," ajak Adreanne berusaha meredakan kekesalan Lily.
Lily menggeleng. "Lo di sini aja, gue bisa pesen sendiri."
Mau tidak mau Adreanne mengangguk saja. Gadis itu duduk sendiri di kursi. Beberapa menit kemudian Edzard kembali dengan sebuah nampan berisi dua piring nasi goreng dan es teh.
Edzard langsung duduk di sisi kanan Adreanne. "Aku tadi sempat heran, kenapa kamu nggak pesan seblak."
"Seblak terus, aku sedikit bosan." Adreanne menyahut.
Edzard menggeser piring nasi goreng untuk Adreanne dan juga gelas es teh khusus untuk gadis itu.
Tanpa menunggu Lily, keduanya makan dalam diam. Sesekali Edzard melirik Adreanne yang tampak lahap. Tatapan cowok itu seperti ingin mengajak Adreanne berbicara.
"Mau ngomong apa?" Seolah sadar dengan lirikan Edzard, gadis itu bertanya.
"Ayah kamu masih di rumah?"
"Ya masih lah. Kenapa?"
"Nggak keluar kota lagi?"
Adreanne menggeleng. "Nggak tahu. Memangnya kenapa, sih?"
Edzard menggeleng cepat. "Nggak ada, udah sana lanjut makan."
Mata Adreanne memicing curiga. "Kamu takut ya sama Ayah?"
Dengan polos, Edzard mengangguk. "Ayah kamu itu kayak nggak suka sama aku."
"Nah itu tahu, sekarang jangan dekat-dekat lagi okay?"
"No!!" tolak Cowok itu.
Adreanne mendengus pelan lalu memutar bola matanya malas, ia sudah menduga ini. Edzard sangat keras kepala, entah apa yang menyebabkan cowok itu selalu menempel padanya.
"Kalian kok nggak nungguin gue sih?" Lily kembali dengan mangkuk mie ayamnya.
"Hehe, laper Ly. Jadi makan duluan," cengir Adreanne.
Lily memutar bola matanya malas lalu duduk di hadapan Adreanne.
"Saosnya jangan banyak-banyak, kamu nggak kuat pedas Ly," peringat Adreanne.
Lily hanya mengangguk acuh tak acuh.
Keheningan pun melanda meja itu. Ketiganya sibuk dengan makanan masing-masing.
"Ed, gue penasaran, kok lo sering banget caper di depan sahabat gue?" tanya Lily dengan tatapan mengintimidasi.
"Caper?" beo Edzard, tidak mengerti dengan kata yang menurutnya baru itu.
"Cari perhatian," lanjut Lily.
"Emang gue kelihatan cari perhatian?"
"Tuh, dari ngomongnya aja beda. Ke yang lain lo-gue, eh sama si Adreanne aku-kamuan," pungkas Lily.
"Pengen tahu?" Edzard tersenyum miring.
Lily mengangguk dua kali.
"Dilarang kepo. Makan aja sana," tandas Edzard.
Lily mendengus sebal dan tidak bicara lagi.
***
to be continued...