Episode 8

2202 Words
"Jelaskan..." Denver melihat staff adminnya yang bernama Indah Pertiwi itu terus saja gemetaran walaupun ia sudah menggunakan nada paling rendah saat menginterogasinya. Duduknya tidak tenang dan kedua tangannya saling meremas satu sama lain. Tatapan matanya tidak fokus pada satu titik dan terus saja memandang kesegala arah kecuali padanya. Denver memberi isyarat pada detektif yang terlihat memegang sebuah amplop coklat. Denver tahu, isi amplop itu pasti hasil penyelidikan menyeluruh dari detektifnya. Setelah membacanya sebentar, is sudah tahu secara gadis besar semua permasalahannya. Ia kemudian memberi kode pada sang detektif untuk keluar. Ia ingin menguliti Indah Pertiwi ini sendirian selapis demi selapis. Sang detektif membuka pintu ruangan dan saat bayangan si detektif menghilang, barulah Indah bersuara. "Sa--sa--ya bersalah. Saya minta ma--maaf." Jawab Indah terbata-bata. "Bukan itu jawaban yang saya inginkan. Apakah saya perlu untuk mengulangi pertanyaan saya?" Tanya Denver pelan namun mengancam. "Saya--saya-- berjanji tidak akan mengulanginya lagi, Pak." Denver memiringkan kepalanya sejenak memang staff adminnya yang walaupun jelas terlihat ketakutan, namun ia masih saja berusaha untuk melindungi orang yang telah membayarnya. Baiklah. Kita lihat saja  sampai sejauh mana ia sanggup bertahan. "Apa saya perlu ke kantor polisi dulu, agar curhatan kamu selanjutnya cukup kamu ceritakan pada JUPER di kepolisian saja? Atau kamu lebih memilih saya mendatangi ibumu disekolah tempatnya mengajar?" "Jangan Pak. Saya mohon!" Jawab Indah cepat dengan wajah yang semakin pias. Denver mengerti, Indah pasti tidak ingin ia mempermalukan ibunya  ditempatnya mengajar. "Opsi lain, saya datangi saja ayahmu di rumah sakit barangkali? Pilihan ada ditangan kamu sendiri. Silahkan pilih mana yang mana resiko tingkat kerusakannya paling kecil untuk kelangsungan hidup keluargamu. Saya yakin otak cerdas kamu mengerti dengan baik setiap kata-kata saya." Pungkas Denver dingin. Denver kini mengetuk-ngetukkan pulpennya pada meja kaca dengan irama yang teratur. Ia memang terlihat santai. Namun bagi orang-orang yang mengenalnya dengan baik seperti Indah ini, sesungguhnya mereka tahu semakin diam dirinya maka semakin marahlah sesungguhnya dirinya. "Sore itu saat saja sedang menjaga ayah di rumah sakit, seorang pemuda menemui saya. Ia menawarkan sejumlah uang pada saya kalau saya mau kerjasama dengannya. Saat itu saya memang sangat membutuhkan uang untuk biaya operasi jantung ayah saya. Mendapatkan jalan keluar semudah ini tentu saja membuat iman saya goyah." Cerita mengalir perlahan dari mulut staff administrasinya. Ayahnya memang benar. Uang adalah faktor utama di sini. Mendapat kemudahan dalam menyelesaikan segala permasalahan, sekuat apapun iman seseorang pasti akan goyah juga. "Syarat kerjasamanya cukup mudah. Saya hanya bertugas memberi info padanya, siapa calon-calon client yang akan mengadakan kerjasama dengan kantor kita. Memberikan nomor-nomor ponsel dan medsos mereka jika saya tahu, dan tempat-tempat yang sering ehm Bapak kunjungi bersama mereka. Itu saja. Saya sungguh-sungguh tidak tahu siapa nama asli orang ini. Ia hanya memperkenalkan dirinya dengan nama Alex." Indah menceritakan awal pertemuannya dengan Pandan tanpa ia tahu bahwa ia sebenarnya juga telah ditipu oleh Pandan. Denver menggeleng-gelengkan kepalanya. Indah bahkan tidak tahu kalau Pandan itu sebenarnya adalah seorang perempuan. Sesungguhnya setan kecil itu cerdik sekali. Ia membuat identitasnya menjadi abu-abu. Ia menghilangkan jati dirinya dalam setiap operasi penyamarannya. "Kemarikan ponsel kamu." Indah meletakkan ponselnya dimejanya dalam keadaan masih menunduk seperti semula. Staff adminnya ini sepertinya ketakutan setiap ia melihat wajahnya. Denver membaca semua chat antara Pandan dengan Indah dengan teliti. Wajar saja Indah tertipu. Kalau saja ia tidak lebih dulu tahu siapa tukang sabotasenya ini dari para detektifnya, ia juga pasti akan menduga kalau Pandan itu adalah seorang laki-laki. Ia mengetik dengan gaya khas bahasa laki-laki yang singkat dan padat. Tanpa emoticon dan bahasa yang tidak perlu. Perfect. Setelah memeriksanya dengan seksama Denver mengembalikan ponsel Indah. "Sekarang kamu informasikan kepada si Alex ini untuk menemui seorang client wanita besok malam pukul delapan di hotel Dharmawangsa room 1137. Bilang saja namanya ibu Fanny. Katakan juga kalau kamu tidak mengetahui nomor ponsel ataupun media sosialnya. Intruksikan kalau ia cukup menekan bell saja." Perintah Denver. Dengan cepat Indah segera melaksanakan perintahnya. Beberapa saat kemudian notifikasi balasan masuk secara bertubi-tubi. Sepertinya setan kecil ini sudah masuk dalam perangkap buatannya. "Apa balasannya?" "Pak Alex akan datang besok malam." "Bagus. Sekarang keluarkan kartu kamu dan berikan pada saya." Tanpa banyak cincong Indah juga melaksanakan semua perintahnya. "Dengar. Mulai hari ini kartu ini akan menjadi milik saya dan kamu tidak akan berhubungan apapun lagi dengan si Alex-Alex ini. Kalau kamu membelot, maka kamu akan masuk penjara. Ibumu akan saya permalukan di tempatnya mengajar. Dan ayah kamu akan kembali terkena serangan jantung karena mendengar berita kalau kamu masuk penjara. Mengerti?" Ancam Denver datar. "Mengerti, Pak. Saya akan mematuhi semua larangan Bapak. Saya memang salah besar. Tapi saya mohon, jangan pecat saya, Pak. Saya ini tulang punggung keluarga. Adik-adik saya juga masih sekolah semua. Sekali lagi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saya khilaf, Pak." "Saya tidak akan mengulang kata-kata saya dua kali. Mengenai urusan pemecatan, kita lihat saja nanti. Apakah kamu memang bisa dipercaya atau kamu memang mental pecundang seperti si Alex. Saya tidak mudah mempercayai orang. Istimewa orang itu baru saja menipu saya. Sekarang kamu kembali bekerja seperti biasa, walau saya tidak tahu untuk berapa lama. Perbaiki saja sikapmu." Perintahnya lagi. Indah mengangguk cepat. "Permisi." Indah membungkukkan tubuhnya dan buru-buru menghilang dari pandangannya. Sepertinya staff adminnya ini sudah mengerti soal konsekuensi. Lihat saja apa yang akan dilakukannya untuk membereskan semua masalah ini. Lo yang mulai, maka lo juga harus menerima semua konsekuensi. Gue bukan orang jahat. Tapi gue juga bukan orang baik. Kita lihat saja bagaimana akhir permainan ini. Lo yang kalah. Atau gue yang patah. Satu hal yang pasti. Begitu genderang perang ditabuh, gue akan menyiapkan dua makam dalam arti kiasan. Pertarungan baru saja akan dimulai. ================================== Pandan mengecek sekali lagi penampilan paripurnanya. Dan kaca di kamarnya memperlihatkan sosok seorang gadis muda yang anggun dan elegan. Ia memang harus tampil maksimal namun tetap bersahaja. Bukan apa-apa, calon client yang dihadapinya kali ini memang lain dari yang biasanya. Selain seorang pengusaha, calon clientnya ia adalah sosok yang sederhana namun sangat kuat kepribadiannya. Pandan telah menstalking laman media sosialnya. Thomas Bratasena ini adalah anak seorang mantan mentri yang lahir di luar pernikahan dengan mantan Asisten Rumah Tangganya. Ramainya pemberitaan tentang perseteruan istri sah sang mantan mentri yang melabrak Bu Puspita, ibu kandung Thomas sempat viral beberapa waktu lalu. Namun akhirnya mereka semua bisa kompromis terhadap keadaan dan memilih untuk berdamai demi kebaikan kedua belah pihak. Thomas Pangestu yang sedari kecil sudah terbiasa mandiri, menjadikan sikap dan karakternya tampak begitu menonjol. Ia matang, cerdas, rendah hati dan sangat bersahaja. Oleh karena itu Pandan harus ekstra hati-hati kalau ingin meraih kepercayaannya. Dari laman media sosialnya Pandan tahu kalau malam ini, Thomas akan hadir di Hotel Hilton ini untuk menghadiri salah satu acara charity yang di usung oleh perusahaannya. Perusahaan otomotif yang saat ini dikelolanya memang sering sekali mengadakan acara charity-charity untuk membantu sesama. Mulia sekali hati calon clientnya kali ini bukan? Makanya Pandan terus berpikir keras mencari cara untuk memenangkan hatinya. Setelah itu baru ia akan mengarahkan Thomas agar ia mau memberikan jasa mendirikan rumah sakit internasional itu kepada perusahaan kontruksi kakaknya. Orang yang berkepribadian kuat seperti Thomas ini tidak akan mudah goyah hanya dengan wujud cantik dan rayuan manis perempuan. Harus ada sesuatu hal lain yang bisa membuatnya terkesan. Ia berjalan menuju lemari dan menambahkan sebuah cardigan berwarna peach dan tas bulu-bulu hitam mungil untuk melengkapi penampikannya. Perfect. Saat langkahnya mencapai ruang tamu, ia berhenti sejenak. Kakaknya terlihat rapi sekali. Sepertinya kakaknya juga akan keluar malam ini. "Abang mau kemana? Rapi banget malem-malem begini?" "Abang mau ngajak Puput jalan-jalan. Abang kasihan padanya. Sudah beberapa bulan terakhir ini Abang sering mengabaikannya. Kesibukan dan konsentrasi Abang akhir-akhir ini menyita semua waktu Abang. Mungkin hal ini telah membuatnya merasa sedikit tersisih walaupun ia tidak mengatakan apa-apa. Kamu tahu sendiri kan sifat Puput itu seperti apa? Semuanya ia pendam sendiri. Kasihan." "Iya juga sih, Bang. Mbak Puput itu kan orangnya nggeh-nggeh mulu. Abang bilang apa pasti dia nurut. Ya udah, Abang seneng-senengin Mbak Puput gih. Pandan juga mau ngemall sama teman-teman baru Pandan. Udah lama banget kayaknya Pandan nggak bersenang-senang." Maaf ya, Bang. Pandan bohong. Tapi ini semua juga kan untuk kebaikan Abang. "Ya sudah, kamu juga silahkan bersenang-senang. Tapi ingat waktu dan aturan. Jam sebelas nanti kamu sudah harus ada di rumah. Jaga dirimu dan jaga sikapmu baik-baik di luar sana. Ingat, kalau kamu sendiri tidak menghargai tubuhmu, dirimu, siapa lagi yang akan menghargainya? Kamu itu perempuan. Sekalinya pecah, tidak ada lagi yang bersisa dari dirimu. Tubuhmu itu hanyalah pinjaman. Rawat dan jaga dia baik-baik sebelum kamu kembalikan kepada yang menciptakannya. Ingat pesan Abang baik-baik." Pandan mengangguk tetapi ia sama sekali tidak kuasa untuk menatap wajah kakaknya. Sangat sulit rasanya saat ia harus berbohong sambil menatap tepat dimata orang yang ia bohongi habis-habisan. Kakaknya ini sesungguhnya sangat baik. Tetapi kalau ia dibohongi apalagi melakukan kesalahan yang disengaja, jangan tanya lagi bagaimana hukuman yang akan diterimanya dari kakaknya ini. Ia pernah dihukum berlutut sehari semalam di depan rumah gara-gara ketahuan hang out di club bersama dengan almarhumah Aliya dan Vanilla. Kakaknya juga pernah membuang semua pakaiannya dan menyuruhnya tidur di teras rumah selama seminggu gara-gara ia ketahuan membolos sekolah. Dan hukuman yang paling ia takuti adalah sewaktu kakaknya mengusulkan pada ibunya untuk mengirimnya ke kerajaan Siam tanpa batas waktu. Ia sampai memohon-mohon ampun agar dimaafkan. Waktu itu ia ketahuan menjadi otak tunggal batalnya pernikahan almarhumah Aliya dengan Bumi. Setelah kepergian kakaknya, barulah Pandan meraih kunci mobil dan menyusul keluar menuju ke salah satu satu hotel bintang lima incarannya. ================================== Ballroom Hotel Hilton begitu ramai oleh para eksekutif muda, pejabat-pejabat, dan artis yang wara wiri selama acara charity berlangsung. Pandan yang bosan melangkahkan kakinya menuju restaurant yang terletak di seberang ballroom. Ia menyukai interior restaurant yang berwarna monokrom hitam putih. Apalagi lampu-lampunya yang  berbentuk putih oval. Rasanya sangat instagramable sekali. Saat ia sedang mengagumi keindahan interior restaurant, seseorang terlihat masuk dan mengambil tempat duduk tepat di samping kirinya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Seseorang itu ternyata Thomas Pangestu. Pandan melayangkan tatapannya sebentar namun menyeluruh untuk memastikan apakah memang benar orang ini yang sedang ditunggu-tunggunya sedari tadi. Ia melirik sekali lagi photo yang dikirimkan oleh Indah semalam pada ponselnya. Ternyata memang cocok. Sosok tampan berkacamata itu adalah Thomas Pangestu. Waktunya beraksi! "Selamat malam. Apakah benar Anda ini adalah Thomas Pangestu?" Sapa Pandan ramah. Thomas menatapnya sekian detik sebelum menjawab. "Ya, benar. Saya Thomas Pangestu. Maaf, apakah kita saling mengenal sebelumnya?" Ayo Pandan, tunjukkan akting terbaikmu! "Kita memang belum saling mengenal. Untuk itu mari kita saling berkenalan. Saya Jessica." Pandan mengulurkan tangannya sambil tersenyum manis-manis manja. "Saya Thomas Pangestu. Seperti yang sudah kamu tahu." Thomas menyambut jabat tangannya dan menggenggamnya erat. Ia sudah mengganti kata Anda menjadi kamu. Satu langkah lebih maju. Ia harus berimprovisasi lebih baik lagi. "Anda sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan charity seperti ini ya, Pak Thomas? Anda memang seorang pengusaha yang sudah pasti mengejar laba, tetapi ternyata Anda juga berhati mulia. Saya salut dengan kebaikan hati Anda?" Pandan sampai jijik sendiri mendengar rayuan pulau kelapanya. "Hehehe... tidak seperti itu juga Jess. Kebetulan saja saya mempunyai sedikit rezeki berlebih. Jadi saya bagikan sedikit dari apa yang saya punya, karena saya juga pernah lama dalam posisi seperti mereka. Panggil saya Thomas saja. Saya kan belum nampak seperti seorang bapak-bapak, bukan?" Tukas Thomas santai. "Ahahaha. Baiklah Thomas. Ehm, saya dengar-dengar kamu juga akan membangun beberapa rumah sakit berskala internasional dalam waktu dekat ini bukan?" Pancing Pandan lagi. "Iya. Benar. Sumber kamu mendapatkan informasi ternyata akurat sekali." Thomas tertawa. Pandan terdiam. Ia sedikit bingung dalam mengartikan tawa Thomas ini. Tawa kagum, tawa menyindir atau tawa curiga? Ia harus lebih berhati-hati bersikap sepertinya. "Hehehe... kamu kan orang terkenal. Pasti banyak orang yang tahu tentang kehidupan kamu. Oh iya, kalau saya boleh mengusulkan, bagaimana kalau kamu memakai jasa ADITAMA GROUP saja untuk membangun rumah sakit-rumah sakit itu? Selain design-design mereka yang spektakuler, biaya operasionalnya juga lebih ramah di budget sepertinya." Usul Pandan hati-hati." Thomas kini memandangnya dalam-dalam sembari bersekedap. "Iya saya tahu. Semua rancangan Putra Lautan Aditama Perkasa itu selalu inovatif dan timeless alias bisa dipakai lama. Kalau ibarat brand fashion, design Lautan itu seperti brand Chanel. Bisa digunakan lama karena modelnya menyesuaikan zamannya. Saya kenal baik dengan pemiliknya demikian juga dengan kakak saya, Sena. Hotel ini pun Lautanlah yang membangunnya. Pertanyaan saya adalah, kamu ini karyawannya ADITAMA GROUP atau pacarnya Lautan? Karena saya lihat kamu berusaha sekali untuk mempengaruhi saya sedari tadi. Coba jawab dulu pertanyaan saya?" Mampus! Thomas ini mengenal baik kakaknya rupanya. Sebaiknya ia menghindar saja daripada urusan menjadi semakin panjang dan ia ketahuan. Pandan buru-buru berdiri dan bersiap-siap untuk kabur. Thomas pun sekarang ikut berdiri. "Saya bukan siapa-siapa, Thomas. Oh ya, saya ada keperluan lain. Saya permisi dulu, Thomas. Selamat ma--" "Kamu mau kemana, Jess?" Pandan kaget saat Thomas tiba-tiba menarik tangannya kuat hingga ia sedikit oleng dan membentur d**a bidang Thomas. Saat ia ingin melepaskan diri Thomas malah menyilangkan lengannya seolah-olah sedang memeluknya. "Setelah sedari tadi kamu berusaha menggoda saya, kini dengan seenaknya saja kamu ingin meninggalkan saya, hmmm? Tidak bisa." Bisik Thomas pelan. Mati gue. Mati! Di seberang ruangan, Denver meremukkan sebuah minuman kaleng dalam genggaman tangannya. Setan kecil ini hebat juga. Thomas Bratasena yang lurus pun bisa horn* juga dibuatnya. Tidak masalah. Hari ini si setan kecil itu bebas untuk menghangatkan si Thomas. Tetapi besok, giliran dia yang harus di servis luar dalam oleh Pandan. Denver mendadak merasa kalau besok malam itu menjadi lama sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD