Bab 1. Tertangkap Basah
Aku kembali menginjakkan kaki di perusahaan keluargaku, bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku dengan Mas Hanz yang ketiga. Di kedua tanganku membawa kue ulang tahun, berharap kejutan ini bisa membuatnya bahagia. Sebab sudah beberapa bulan kami tidak pernah lagi menghabiskan waktu, Mas Hanz selalu beralasan sibuk di kantor. Jadi, lebih baik aku datangi saja dia di kantor.
Aku tersenyum tipis, melangkah masuk ke dalam gedung, menuju lift yang akan membawaku ke kantor Mas Hanz di lantai atas. Aku tidak sabar ingin melihat ekspresi wajahnya ketika aku muncul dengan kue ulang tahun.
"Tunggu," teriak seseorang saat pintu lift terbuka. Aku membalikkan badan, melihat dua orang security dengan wajah arogan menghampiriku. Aku mengerutkan kening, kenapa Security semuanya tidak aku kenal. Kemana Pak Yono dan Pak Budi yang biasanya selalu berjaga di depan pintu masuk?
"Gendut, seenaknya saja masuk ke perusahaan ini tidak izin ke kami," bentak salah satu security dengan mata melotot, suaranya yang kasar membuatku terkejut.
"Aku ingin bertemu suamiku, kalian security baru ya?" tanyaku dengan nada yang sopan, walaupun aku tidak suka dengan sikap mereka.
"Suami?" Mereka saling memandang satu sama lain, sepertinya mereka tidak percaya dengan apa yang aku katakan.
"Iya, aku ingin bertemu Mas Hanz suamiku," jelasku dengan sabar.
Mereka yang tadi awalnya bingung malah tertawa terpingkal-pingkal, sambil memegang perutnya. Aku merasa kesal dengan reaksi mereka. "Kenapa kalian tertawa? Memangnya ada yang lucu dengan ucapanku!" bentakku, suaraku yang keras membuat mereka berhenti tertawa.
Dua security itu semakin tidak sopan, mereka memandangiku dengan mata yang tidak hormat. Tidak seperti Pak Yono dan Pak Budi yang selalu sopan dan tutur katanya sangat lembut. Aku merasa heran, Mas Hanz dapat mereka dari mana? Dan apa yang terjadi dengan security lama? Aku rasa ada yang tidak beres di sini.
"Gendut, kamu sedang bermimpi ya mengaku CEO Artha Group adalah suami kamu," ejek salah satu dari mereka sambil tertawa mengejek, suaranya yang keras membuat darahku mendidih karena emosi.
Aku menatap mereka dengan dingin, dagu ku terangkat tinggi. "Aku adalah Alesya Artha Wijaya, anak tunggal dari pemilik perusahaan ini, Pak Artha Wijaya," ungkapku dengan suara keras dan tegas, ingin menunjukkan ke mereka bahwa aku bukan orang sembarangan yang mereka hina seenaknya.
Mereka tercengang, mata mereka melebar karena terkejut. Aku tersenyum tipis, merasa puas karena akhirnya mereka tahu siapa diriku. Sebenarnya, aku tidak mau sombong mengungkap siapa jati diriku. Tapi, karena mereka terus menghinaku, lebih baik mereka tahu siapa aku.
"Sepertinya wanita ini sudah gila! Tadi mengaku istri Pak Hanz, sekarang mengaku anak Pak Artha Wijaya," ucap salah satu dari mereka yang tidak percaya jati diriku, suaranya penuh dengan ejekan.
"Sudah, kita jangan ladeni orang tidak waras, lebih baik seret saja dia. Jangan sampe Ibu Sarah melihat si gendut ini, nanti kita kena marah. Kalau ada wanita yang mengaku menjadi istri suaminya," balas security satunya dengan nada yang kasar.
Tunggu! Apa maksud mereka dengan wanita bernama Sarah istri Mas Hanz? Tiba-tiba aku merasakan perasaan tidak enak, jantungku berdegup kencang. Apakah Mas Hanz sudah menikah dengan wanita lain? Aku tidak percaya, pasti ada kesalahan. Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Tunggu, istri Mas Hanz itu aku, bukan wanita bernama Sarah," tegasku sebelum mereka menarikku keluar dari perusahaanku sendiri.
"Gendut, kami itu sudah malas meladeni kamu yang terus-menerus mengaku istri Pak Hanz. Karena kami tahu siapa istri Pak Hanz, yaitu Ibu Sarah, dia wanita cantik, langsing, seksi. Bukan kamu seperti karung beras," balas salah satu dari mereka terus menghina fisikku.
Aku merasa marah dan sakit hati dengan kata-kata mereka. "Tidak mungkin, mana mungkin Mas Hanz mengkhianatiku. Aku harus bertemu Mas Hanz." Aku berbalik ingin membuka pintu lift lagi, tapi mereka sudah menarik tanganku membuat kue yang aku bawa terjatuh di lantai.
"Jangan menganggu aktifitas kantor! Sana pergi," bentak mereka sambil menyeretku dengan kasar seolah aku sampah yang tidak boleh menginjakkan kaki di perusahaanku sendiri.
Tubuhku terjelembab di trotoar setelah mereka mendorongku dari pintu utama perusahaan. Aku merasakan nyeri di kedua telapak tangan karena aku menahan tubuhku dengan kedua tanganku.
"Ibu Alesya," panggil seseorang lalu membantuku berdiri. Aku melihat orang yang membantuku ternyata Yasmin, sekretariku dulu.
"Yasmin, kenapa pakaian kamu seperti ini?" tanyaku terkejut. Sekretarisku sekarang memakai seragam Office Girl perusahaan Artha Group.
"Bu, nanti aku ceritakan semuanya. Ibu Alesya harus ikut aku, kita bicara jangan di sini, bisa gawat," ucapnya sambil melihat sekitar seakan takut ketahuan orang. Aku memilih mengikuti Yasmin, sekaligus ingin tahu apa yang terjadi dengan perusahaanku setelah dipegang Mas Hanz.
Mantan sekretarisku membawaku masuk ke dalam perusahaan dari pintu belakang. Sebenarnya, aku ingin protes. Tapi, melihat perusahaan banyak perubahan, sebaiknya aku cari dulu apa yang terjadi. Kami tiba di pantry, dan kebetulan tidak ada siapa-siapa.
Yasmin menutup pintu pantry, lalu kami duduk bersama. "Ibu Sarah kemana saja? Kenapa tubuh ibu sekarang jadi gendut seperti ini? Aku hampir tidak mengenali ibu tadi," kata Yasmin.
Aku tersenyum, tidak mempermasalahkan kata-katanya karena memang tubuhku gendut sekali. Dulu berat badanku sangat ideal sekarang berat badanku hampir 100kg.
"Yasmin, aku tidak kemana-mana. Aku sekarang ingin menjadi ibu rumah tangga biasa mengurus suami dan keluarganya. Aku menjadi gemuk mungkin karena obat hormon yang aku minum untuk program hamil, tapi aku tidak malu gemuk seperti ini karena aku ingin membahagiakan suamiku dengan memberikannya seorang anak," jawabku dengan hati bahagia.
Yasmin menghela napas berat, seakan ada sesuatu yang ingin dia katakan tapi terasa sulit diungkapkan. "Bu, Pak Hanz berselingkuh dan sekarang selingkuhannya sedang hamil," ucap Yasmin dengan wajah serius.
Aku terkejut sekaligus marah dengan Yasmin, aku yakin ini ada kesalahan pahaman. Mana mungkin Mas Hanz berani selingkuh. Walau tadi security juga mengatakan Mas Hanz suami dari wanita bernama Sarah.
"Yasmin, jaga ucapan kamu!" bentakku keras.
"Bu, aku tidak bohong. Ibu Alesya tadi bertanya kenapa aku memakai seragam Office Girl, bukan?" tanya Yasmin dengan ekspresi masih serius.
"Iya, kenapa kamu sekarang menjadi Office Girl?" tanyaku dengan rasa penasaran.
"Ini semua karena Pak Hanz, Bu. Setelah Ibu meninggalkan perusahaan, Pak Hanz memecat semua karyawan lama, dan mempekerjakan Ibu Sarah menjadi sekretarisnya. Tapi, beberapa bulan lalu Ibu Sarah mengumumkan kehamilannya dan sekarang menjadi istri Pak Hanz," ungkapnya membuat tubuhku seketika lemas.
Aku seperti tersambar petir, tidak percaya apa yang aku dengar. "Kenapa kamu tidak cerita semuanya ke aku, Yasmin? Kamu itu orang kepercayaanku," kataku dengan kesal.
"Bu, kami seluruh karyawan setia Pak Artha Wijaya sudah pernah mendatangi rumah Ibu Alesya. Tapi, kami diusir oleh ibu mertua ibu Alesya. Katanya, Ibu Alesya sedang sakit parah tidak boleh diganggu," terang Yasmin, membuatku teringat dengan kejadian beberapa bulan lalu.
Aku kembali dibuat terkejut dengan semua cerita Yasmin. Aku tidak menyangka sudah sebesar ini Mas Hanz membohongiku. Aku merasa marah, sakit hati, dan kecewa. Jika benar Mas Hanz sudah mengkhianatiku, jangan salahkan aku mengambil semuanya dan siap-siap menjadi gembel.
"Kalau Ibu Alesya tidak percaya, ibu bisa melihat sendiri semuanya," kata Yasmin membuatku kembali tersadar dari lamunan tentang pengkhianatan Mas Hanz.
"Kalau begitu, aku akan ke ruangan Mas Hanz," tegasku lalu berdiri. Namun, Yasmin menarik tanganku, membuatku berhenti melangkah.
"Bu, jangan ke ruangan Pak Hanz seperti ini. Ibu harus menyamar sebagai Office Girl seperti aku agar tidak dikenali Pak Hanz, supaya ibu mendapatkan bukti kuat," cegah Yasmin dengan serius.
Aku terdiam sejenak. Apa yang dikatakan Yasmin ada benarnya. Aku harus memiliki rencana yang matang menghadapi pria licik seperti Mas Hanz.
"Tapi, kalau Mas Hanz curiga bagaimana? Aku gemuk pasti dia akan mengenaliku," kataku dengan sedikit ragu dengan rencana Yasmin.
Yasmin tampak berpikir sejenak, lalu tersenyum tipis. "Nanti aku katakan ke Pak Hanz, Ibu Alesya adalah sepupuku yang sementara menggantikanku sehari ini karena aku ada urusan keluarga."
"Apa kamu yakin ini berhasil?" tanyaku masih ragu.
"Bu, kita harus mencobanya. Jangan lupa, ibu merekam semuanya untuk bukti ibu menggugat Pak Hanz," balas Yasmin dengan yakin.
Aku mengangguk, dan yakin dengan rencana yang telah disusun Yasmin. Saatnya aku menghadapi Mas Hanz dan membongkar semua kebohongannya.
Yasmin memberikan baju Office Girl ke arahku, aku mengangkat baju itu karena ukurannya pas dengan tubuhku. Seingatku, dulu tidak ada Office Girl yang bertubuh gemuk seperti aku.
"Bu, aku minta maaf baju ini sebenarnya milik karyawan yang saat itu sedang hamil besar. Ibu tidak marahkan memakai baju bekas," jawab Yasmin terlihat wajahnya tidak enak hati denganku
Aku tidak menyangka Yasmin begitu perhatian dan peduli denganku. "Yasmin, kenapa kamu sampai melakukan ini?" tanyaku terharu, merasa bersyukur memiliki sekretaris seperti Yasmin.
"Karena Ibu Alesya sudah menyelamatkan ibuku. Aku ingin membalas kebaikan ibu, aku tidak mau orang baik seperti ibu disakiti," jawab Yasmin dengan mata yang berkaca-kaca.
Aku semakin terharu mendengar semua perkataan Yasmin. "Terima kasih, ya," kataku dengan suara yang tercekat.
Aku lalu masuk ke dalam toilet untuk mengganti pakaianku. Setelah keluar, Yasmin sudah membawa masker dan tompel buatan. "Ibu pakai ini supaya tidak dikenali Pak Hanz," kata Yasmin sambil memasangkan tompel palsu di pipiku dan
tidak lupa merias wajahku lebih tua, kemudian aku memakai masker.
Setelah penyamaran sempurna, Yasmin mengajakku ke ruangan Mas Hanz. Yasmin mengetuk pintu, terdengar suara Mas Hanz menyuruh masuk. Jantungku nyaris berhenti berdetak ketika pintu ruangan Mas Hanz terbuka, terlihat wanita hamil sedang bergelayut manja di lengan suamiku. Mereka duduk di sofa.
"Yasmin, siapa wanita gendut ini?" tanya Mas Hanz terus memperhatikanku dengan alis berkerut. Aku sengaja menundukkan wajah, semoga Mas Hanz tidak mengenaliku.
"Pak Hanz, maaf aku mau meminta izin untuk tidak bekerja hari ini. Tapi, Pak Hanz tidak usah khawatir, sepupuku hari ini akan menggantikanku sementara," jelas Yasmin dengan nada yang sopan.
"Tunggu, apa benar dia sepupu kamu?" tanya Mas Hanz sambil menatapku curiga. "Tapi, kenapa aku merasa familiar. Aku merasa dia mirip seseorang," tambahnya sambil memandangku lebih dekat.