“Mak jangan! Malu-maluin! Itu Ken–” Wahda mencekal lengan Jum, mencegah agar wanita paruh baya itu tidak beranjak. “Oh, malu? Baru malu setelah diancam mau diarak kampung? Tadi saat berduaan ndak malu sama sekali sama gusti Allah?” Gagang pintu kamar kembali bergerak. Kali ini disertai suara anak kunci. Jum kian waspada. Ia mengambil pisau dari meja sebagai senjata. Ia juga urung keluar memanggil tetangga. “Siapa pun kamu keluar!” pekik Jum. “Ya, saya akan keluar!” jawab suara dari dalam. Emosi Jum kian memuncak saat mendengar suara laki-laki dari kamar itu. Jum mendekat, memegang gagang pintu dengan pisau masih di tangannya. “Ketahuan sekarang! Ndak bisa mengelak lagi. Mak yang akan membuka!” Matanya nyalang menatap Wahda. “Itu Ken! Yang di dalam itu Kenrich, Mak!” teriak Wahda a

