.... “Kita coba pisau baru. Yang sekarang lebih tajam sepertinya.” Wahda terbahak-bahak. “Sudah sembuh total emang habis diasah? Ntar bukannya aku yang kesakitan, tapi kamu.” “Sudah lebih dari sembuh.” “Waktu itu gimana rasanya? Sakit nggak?” “Biasa saja. Tapi proses keringnya harus ekstra sabar. Bagaimana? Siap?” “Bentar. Aku masih penasaran. Berapa senti motongnya? Nggak banyak kan? Trus potongannya kamu apain? Kamu simpen nggak?” Tawa Wahda terus berderai. “Trus yang rawat siapa? Romi?” Kenrich berdecak kesal. Bisa-bisanya ia diolok-olok istri sendiri. “Wahda, ayolah. Cukup interogasi nggak pentingya. Tidakkah kamu rindu ingin bermesraan dengan saya?” Kenrich merentangkan tangan. “Ayo, kita saling ... memuaskan.” “Kalo aku nolak?” “Dosa kalau sampai nolak keinginan suami.” “S

