Azka melangkah cepat ke luar kafe, matanya langsung menyapu halaman parkir yang mulai sepi menjelang senja. Di ujung sana, ia melihat Athira berdiri di samping pagar, menunduk dengan tangan menghapus air mata. Azka dengan nada tegas namun terdengar gelisah, “Athira… tunggu!” Athira menoleh perlahan, matanya memerah. Ia buru-buru mengalihkan pandangan dan kembali menghapus air matanya yang jatuh satu per satu. Azka mendekat, suaranya lebih pelan. “Kenapa kamu nangis? Apa yang terjadi? Jelasin ke aku...” Athira menggeleng pelan. Athira dengqm suara pelan dan bergetar “Aku cuma capek, Kak... capek semuanya tiba-tiba terasa terlalu rumit.” Azka menatap dalam, “Rumit karena aku?” Athira terdiam. Matanya bertemu dengan mata Azka, penuh tanda tanya, tapi juga luka yang tak bisa disuarak

