Bab 8 - Mencoba Bicara

1192 Words
Ayu terus mencari cara untuk menghindar dari Azmi. Pria itu terus saja datang ke Butiknya meskipun jawaban Ayu tetap sama. Menolak untuk bicara! Akan tetapi, Azmi seolah tidak peduli dengan penolakan yang Ayu lakukan. Azmi tetap datang dan berusaha untuk bicara dan menjelaskan semuanya pada Ayu. Selain ingin sekali menyelesaikan masalahnya sebelas tahun yang lalu, Azmi juga penasaran dengan kehadian gadis kecil yang pernah ia lihat di hari pertama mereka bertemu. Gadis kecil itu selalu mengganggu pikirkan Azmi setiap harinya. Bagaimana tidak, wajah gadis kecil itu begitu mirip dengan dirinya, hanya saja dia versi perempuan. Mungkin jika Azmi berambut panjang seperti gadis itu, mereka seperti kembar identik yang berbeda jenis kelamin saja. Karena mereka benar-benar mirip sekali. Garis wajahnya yang tegas, hidung mancung, belum lagi sorot matanya yag tajam, benar-benar menegaskan jika gadis kecil itu adalah anak dari seorang Azmi Fahriza. Azmi masuk ke dalam mobilnya, lalu ia langsung melajukan mobilnya untuk ke kantor. Azmi tetap ingin menemui Ayu sore nanti, dia tidak mau melewatkan sehari saja untuk tidak bertemu dengan Ayu, meskipun Ayu selalu menolak untuk bicara. Sementara di dalam Butik, Maya merasa lega karena mobil Azmi sudah pergi. Maya langsung masuk ke dalam, menemui Ayu yang memang dia bersembunyi di dalam. Mobilnya sengaja ia pinjamka pada sopir yang hari ini sedang mengirim baju seragam ke pabarik. “Sudah pergi dia, May?” tanya Ayu dengan gugup, dan wajah yang telihat cemas. “Sudah, baru saja dia pergi, Mbak,” jawab Maya dengan menatap Ayu penuh tanda tanya. Mendapat tatapan sedikit horor dari Maya, membuat Ayu terpaksa menyimpulkan senyuman kaku. Ayu yakin, Maya pasti penasaran, dan ingin menanyakan sesuatu tentang laki-laki yang Ayu hindari itu. “Mbak ini kenapa sih? Setiap hari kalau laki-laki itu datang gak jelas, Mbak diam saja, Mbak selalu menghindarinya. Kenapa sih, Mbak? Memang ini bukan urusan aku, Mbak. Aku gak boleh ikut campur dengan masalah Mbak, akan tetapi aku juga gak mau, kalau Mbak setiap hari merasa terganggu dengan kedatangan laki-laki aneh itu, Mbak?” Akhirnya Maya memberanikan diri menanyakan sesuatu yang membuat dirinya penasaran setiap hari. Ayu masih saja diam, dia masih belum bisa menjawab pertanyaan Maya. Dia bingung mau menjawab dari mana. Dia juga tidak mau membuka luka lama yang sudah ia tutup rapat-rapat selama sebelas tahun lamanya. Akan tetapi kalau dia hanya diam, semua akan bertambah semakin runyam sekali. Ayu sangat tahu, betapa penasarannya Maya dengan keadaannya saat ini. Mungkin Ayu harus jujur pada Maya, mau kepada siapa lagi dia bercerita selain dengan Maya? Mau bicara dengan Bu Wati, ibu panti yang merawat dirinya saat dia berada di sini pun tidak mungkin, karena Ayu belum siap. Ayu mencoba untuk menjelaskan semuanya pada Maya, apalagi Maya sudah Ayu anggap seperti, pasti Maya bisa menjaha rahasia yang selama ini Ayu kubur sendirian. “Ya udah deh, kalau Mbak Ayu gak mau cerita sama aku ya gak apa-apa, Mbak. Jika masalah ini terlalu sulit untuk Mbak ungkapkan, simpanlah dulu, tapi kalau Mbak sudah siap buat cerita sama aku, aku akan selalu ada untuk mendengarkan semua cerita Mbak,” ucap Maya yang semakin tahu keadaan, dan dia tidak mau memaksakan Ayu untuk cerita. Karena Maya yakin, itu masalah yang begitu rumit, mungkin masa lalu antara Ayu dan laki-laki itu, yang sangat menyakitkan untuk Ayu. “Mbak rasa, memang Mbak harus cerita semuanya sama kamu, May. Mbak harus mengatakan yang sebenarnya sama kamu. Dia ayah kandung Alina, May,” ucap Ayu lirih. “What! Jadi dia itu orang yang ....” “Ya, dia yang sudah membuat hidup Mbak hancur, May. Dia yang memerkosa aku,” potong Ayu. “Dasar pria b******k! Benar-benar b***t dia, Mbak!” umpat Maya, setelah tahu laki-laki itu yang sudah membuat hidup Ayu hancur, yang sudah menolak anak yang ada di kandungan Ayu saat dulu, sebelas tahun lalu. Maya tahu betapa menderitanya hidup Ayu saat itu. Dia harus mengurus dirinya sendiri yang tengah hamil di usia yang begitu muda. Dia harus memupus mimpinya, sekolah pun terhenti karena masalah itu. Maya memeluk Ayu, merasakan betapa hancurnya hidup Ayu saat itu. “Lalu, apa yang akan Mbak lakukan sekrang? Tidak mugkin juga kan, kalau Mbak terus menghindari orang itu?” tanya Maya. “Entahlah, Mbak juga tidak tahu. Di satu siai, Mbak begitu benci dengan dia. Rasa sakit dan hancur yang dia berikan pda Mbak, masih begitu membekas di dalam hidup Mbak. Tapi, Mbak juga tidak mungkin mengelak, tidak bisa Mbak pungkiri, jika di antara Mbak dan dia, ada Alina,” jawab Ayu dengan cemas. “Aku tahu, membuka luka lama sangat sakit, Mbak. Kalau begitu, jangan biarkan dia tahu, kalau Alina adalah putrinya,” ucap Maya. “Gak bisa, May. Dia orang yang memiliki kekuasaan, sangat mudah bagi dia mencari tahu soal Alina. Lihat saja, Alina itu begitu mirip dengannya. Dia gak bodoh, dia pasti berusaha mencari tahu soal Alina, May!” “Lalu apa yang akan Mbak lakukan sekarang?” tanya Maya. “Entahlah, Mbak tidak tahu, Mbak akan pikirkan lagi, kareia tidak mungkin juga Mbak akan menghindari dia terus. Apalagi kamu tahu senidiri, dia tidak pernah berhenti untuk datang ke sini?” jawab Ayu. “Lebih baik, Mbak sama dia coba untuk bicara baik-baik. Tidak ada salahnya mencoba untuk mendengarkan apa yang ingin dia sampaikan. Mbak juga tidak tahu apa yang dia alami selama sebelas tahun ini? Bisa saja, dia hidupnya lebih menderita dari Mbak? Itu kenapa dia tidak pernah berhenti datang ke sini, dan mau bicara sama Mbak. Mungkin dia akan meminta maaf, lantaran hidup dia selama sebelas tahun ini menderita?” ucap Maya. Ada benarnya apa yang dikatakan Maya sekarang. Mungkin saja Azmi kerap menemui dirinya karena ingin meminta maaf. Mungkin hidupnya selama ini menderita, toh dilihat dari kemarin bersama istrinya saja, Azmi tidak ada bahagianya sama sekali, bahkan sang istri kerap menghela napas berat, lantaran Azmi yang acuh itu. Ayu berpikir, tidak ada salahnya dia mencoba bicara pada Azmi. Ia juga tidak bisa lari dan terus menghindar, karena tidak akan menyelesaikan masalah dirinya dengan Azmi. Tidak ada salahnya mencoba mendengarkan apa yang ingin Azmi sampaikan padanya. Mau tidak mau, rela tidak rela, dan suka tidak suka, Ayu akan tetap bersinggungan dengan Azmi, karena dia adalah Ayah biologis Alina. Mungkin Ayu sendiri tak butuh sosok Azmi dalam hidupnya, akan tetapi tidak dengan Alina. Dia juga membutuhkan sosok Ayah untuk menemai tumbuh kembangnya, meskipun Alina bernasab pada dirinnya. Namun, tetap saja Alina butuh sosok ayah yang nantinya akan menjadi saksi di saat pernikahanya kelak. Ya, hanya menjadi Saksi, bukan Wali, karena Alina anak hasil di luar nikah. Ayu hanya ingin, kelak suatu saat nanti Alina menikah, dia bisa ditemani orang tua yang lengkap, ada ayah dan ibunya, meski tidak bisa bersama. Apalagi menatap masa lalu dirinya sendiri. Mengigat dirinya hidup sebatangkara, tidak ada saudara kandung, lantaran dia anak semata wayang dari pasangan yang meninggal di dalam kecelakaan lalu lintas. Beruntung Bu Masnah membawa Ayu ke panti asuhannya. Setelah diketahui, orang tua Ayu adalah pasangan yang tidak memiliki keluarga juga, lantaran mereka sama-sama anak panti, sama-sama hidup di panti, dan tidak tahu siapa orang tua mereka. “Alina punya ayah dan ibu yang jelas. Alina butuh ayahnya, aku tidak mau Alina bernasib sama dengan aku, atau seperti ayah ibuku,” batin Ayu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD