Ayu memutuskan untuk bicara dengan Azmi setelah berpikir cukup lama. Bahkan beberapa hari ini, Ayu tidak ke Butik hanya karena tidak ingin bertemu dengan Azmi, dan belum siap untuk bicara dengan Azmi. Beberapa hari ini, seperti biasa, setiap selesai mengantarkan Alina ke sekolahannya, Ayu langsung pulang ke rumahnya, dia membawa pekerjaannya ke rumah, bahkan jika ada klien ingin bertemu, dia akan menemuinya di luar, entah membuat janji ketemu di mana, terserah kliennya.
Ayu mendengar ponselnya berdering, ada telefon dari Maya. Ayu tahu, pasti Maya memberitahukan lagi, kalau Azmi ke Butiknya hari ini. Ayu langsung menerima telefon dari Maya.
“Iya, May, ada apa? Apa dia datang lagi, May?” tanya Ayu.
“Iya, dia datang lagi, Mbak,” jawab Maya.
“Ya sudah bilang saja, temui aku di Cafe dekat Butik, aku sedang di Cafe, baru saja menemui orang di sini,” ucap Ayu.
“Mbak yakin? Mbak sudah siap?” tanya Maya ragu.
“Ya, siap tidak siap, dan mau tidak mau, aku harus berani menemuinya, aku harus tahu apa yang ingin dia sampaikan pada Mbak,” jawab Ayu tegas.
“Baiklah.”
Ayu memutuskan panggilan dari Maya. Sebetulnya dia masih sangat ragu untuk menemui Azmi. Dia masih sangat benci dan marah setiap kali mengingat kejadian dulu. Akan tetapi, dia harus tahu apa yang ingin Azmi sampaikan, daripada Azmi mengganggunya setiap hari, dengan datang ke Butiknya setiap hari.
^^^
Azmi langsung melajukan mobilnya menuju ke Cafe yang tadi diberitahukan oleh Maya. Tidak jauh dari Butik milik Ayu. Sesampainya di sana, Azmi langsung keluar dari mobil, dan langsung masuk ke dalam. Ia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut Cafe, namun dia tak kunjung melihat orang yang dia cari.
Azmi mengulas senyuman tipisnya, saat melihat orang yang ia cari baru saja berjalan dari arah toilet, dan kembali duduk di tempat yang semula dia duduki. Akhirnya setelah hampir satu bulan Azmi meneror Ayu dengan mendatangi Butiknya, akhirnya Ayu menyerah, dan memilih untuk bicara dengannya saat ini.
Dengan jantung yang berdebar kencang, Azmi melangkahkan kakinnya mendekati sosok perempuan yang selama sebelas tahun ini ia cari, dan tidak pernah menyerah sedikit pun untuk mencarinya. Meski ada informasi perempuan itu telah tiada, akan tetapi tidak menyurutkan niat Azmi untuk terus mencari tahu di mana keberadaan makam perempuan itu, karena dia sudah mendapatkan informasi, bahwa Rindang yang ia cari sudah tiada. Namun kenyataannya, sekarang Rindang masih hidup, dan sekarang dia akan menemuinya, akan bicara dengan Rindang lagi.
“Rin—Rindang.”
Dengan suara begertar dan terbata, Azmi memanggil Ayu dengan nama Rindang. Azmi benar-benar gugup dan takut sekali saat ini, karena ia berhadapan langsung dengan perempuan yang selama ini ia cari, perempuan yang sudah ia hancurkan hidupnya, lebih tepatnya.
“Hai, silakan duduk,” ucap Ayu dengan mempersilakan Azmi duduk. Meski dengan rasa takut, Ayu tetap berusaha baik-baik saja saat berhadapan dengan Azmi.
“Te—terima kasih,” jawab Azmi.
“Mau pesan apa?” tanya Ayu.
“Apa saja, samakan saja pesanannya dengan kamu,” jawab Azmi. Ayu memanggil pelayan cafe lalu memesan minuman yang sama dengan dirinya, juga makanan ringan yang sama dengan dirinya, sesuai permintaan Azmi.
“Bagaimana kabar kamu, Rindang?” tanya Azmi setelah duduk di depan Ayu.
“Tolong jangan menyebut nama itu lagi! Nama itu sudah lama aku matikan!” ucap Ayu dengan raut tidak suka, kala Azmi menyebut nama Rindang.
“Ma—maaf, aku tidak tahu, dan tidak akan aku ulangi lagi mennyebuat nama itu,” ucap Azmi. “Bagaimana kabar kamu?” Azmi mengulangi pertayaannya lagi.
“Seperti yang kamu lihat sekarang. Meskipun sempat jatuh dan hancur, tapi aku tetap mencoba untuk bangkit, dan mencoba baik-baik saja. Bukankah hidup harus terus berjalan?” ucap Ayu dengan santai namun tegas.
“Iya, kamu benar,” ucap Azmi lirih.
Keheningan tercipta di antara mereka. Azmi pun tidak tahu, kenapa lidahnya menjadi kelu, dan tidak bisa lagi berkata apa-apa lagi setelah berhadapan dengan Ayu sekarang. Pun dengan Ayu, dia juga hanya diam, dia tidak tahu harus berkata apa, dia pun sangat takut dan gugup berhadapan dengan Azmi kali ini. Hingga pelayan Cafe mengantarkan pesanan mereka, membuyarkan lamunan mereka.
“Silakan Tuan, Nyonya,” ucapnya.
“Terim kasih,” jawab Ayu dan Azmi bersamaan.
“Oh iya, bukannya dari kemarin kamu ingin mengatakan sesuatu padaku? Sampai kamu tak bosan-bosan terus datang ke Butikku? Ada apa? Mau bicara apa, katakanlah,” ucap Ayu setelah pelayan cafe pergi.
Mendengar ucapan Ayu, Azmi pun tersadar akan tujuannya menemui Ayu itu untuk apa. Sampai seperti minum obat, sehari tiga kali dia mendatangi Butik Ayu, dan itu setiap hari, tanpa bosan Azmi melakukan itu.
Azmi langsung beranjak dari tempat duduknya, lalu berdiri di depan Ayu, hingga membuat Ayu kebingungan. Entah apa yang akan Azmi lalukan.
Azmi langsung menjatuhkan tubuhnya di depan Ayu. Dia bersimpuh di depan Ayu. Ayu tersentak, bahkan matanya membulat sempurna saat Azmi melakukan hal seperti itu di depannya.
“Apa yang kamu lakukan? Tolong jangan begini, bangunlah,” ucap Ayu saat Azmi berlutut di depannya.
“Tidak, aku pantas melakukan ini di depan kamu, aku akan bangun kalau kamu memaafkan aku. Aku mohon maafkan aku, Ayu. Maafkan semua kesalahanku dahulu. Maafkan aku, aku mohon,” ucap Azmi dengan suara parau. Ayu hanya terdiam melihat semua itu.
“Aku minta maaf, maafkan aku sebisa-bisamu, Ayu. Aku mohon ampun atas apa yang telah aku lakukan dulu, aku sudah membuat kamu hancur. Maafkan aku,” ucap Azmi dengan sesenggukkan.
“Aku benar-benar manusia b***t, aku laki-laki b******k, aku tega melakukan hal itu pada gadis yang baik, aku tega membuat masa depan seorang gadis hancur, dan aku dengan keji menolak kehadiran anak di dalam rahim kamu, Ayu. Hingga aku mendengar kabar kamu menggugurkan bayi itu, sungguh aku orang yang sangat berdosa. Maafkan aku, ampuni aku, Ayu,” ucapnya lagi.
Ayu masih mendengarkan apa yang Azmi katakan. Azmi masih duduk bersimpuh di depannya. Ayu sangat tidak menyangka dan tidak percaya, seorang Azmi yang angkuh, sombong, dan arogan itu kini tengah meangis sesenggukkan di hadapannya, dengan berlutut di depanya. Hingga Ayu tidak mampu berkata apa-apa melihat semua itu. Ayu membiarkan Azmi meluapkan semua emosinya yang selama ini mungkin terpendam di dalam hatinya.
“Bangunglah, jangan seperti ini, banyak orang,” lirih Ayu di dekat telinga Azmi.
Ayu meminta Azmi untuk bangun. Dia tidak mau menjadi pusat perhatian oleh beberapa pengunjung Cafe, dan pelayan Cafe. Akan tetapi Azmi menolak, sebelum Ayu memaafkannya. Bahkan sampai malam dia harus berlutut di hadapan Ayu, akan Azmi lakoni, asal Ayu memaafkannya.
Namun, karena ancaman Ayu padanya, yang bilang tidak akan memberikan kesempatan padanya lagi untuk bicara dan bertemu, akhirnya Azmi bangun dan kembali duduk di hadapan Ayu. Terlihat jelas raut wajah penuh penyesalan di depan Ayu.
“Boleh aku tanya sesuatu padamu?” tanya Ayu.
“I—ya. Apa yang ingin kamu tanyakan?”
“Kenapa dulu kamu melakukan itu padaku? Apa salahku padamu, hingga kamu setega itu melakukan hal yang sangat mengerikan itu?” tanya Ayu dengan suara yang bergetar, karena ia kembali mengingat kejadian itu.
Sungguh sangat sakit sekali rasanya. Membuka luka lama yang Azmi torehkan pada dirinya. Sampai detik ini pun Ayu masih belum bisa menghilangkan rasa itu. Traumanya masih melekat erat dalam hidupnyna. Akan tetapi, Ayu sangat penasaran, Ayu ingin tahu kenapa dulu Azmi melakukan hal seperti itu padanya. Kenapa seorang Azmi tega melakukan hal b***t itu padanya. Padahal Ayu sama sekali tidak pernah mencari masalah dengan siapa pun. Apalagi sampai mencari masalah dengan Azmi, anak sang pemilik sekolah.
Azmi hanya diam saja, dia belum bisa menjawab pertanyaan Ayu. Jantung Azmi bak dihantam ombak besar yang bisa menghacurkan terumbu karang, saat mendengar pertanyaan dari Ayu itu. Entah harus dari mana Azmi menjelaskan pada Ayu, hingga dia dulu gelap mata, dan melakukan hal kejam seperti itu pada gadis sebaik Ayu.
“Sebenarnya apa salahku? Kenapa kamu tega memperlakukan aku sebegitu hinanya? Apa karena aku ini orang miskin, anak panti asuhan yang bisa sekolah di sekolahan elit milik orang tuamu? Atau aku telah melakukan kesalahan? Melakukan hal yang tidak kamu sukai, sehingga kamu tega melakukan hal itu padaku?” lanjut Ayu, saat melihat Azmi hanya berdiam saja, tidak menjawab sepatah kata pun pertanyaan darinya.
“Tolong jelaskan padaku, apa salahku? Jika aku melakukan kesalahan yang membuat kamu marah, maka aku pun minta maaf. Meski kamu telah menorehkan sejuta luka pada hidupku, dan membuat aku hancur berantakan. Aku akan tetap meminta maaf padamu, jika dulu aku pernah membuat salah padamu, yang tidak aku sengaja. Tolong jangan diam, katakanlah,” lanjut Ayu dengan suara lirih dan parau.
Azmi benar-benar tidak mengerti, kenapa Ayu malah meminta maaf padanya juga. Padahal Azmi lah yang bersalah.
“Tidak, kamu tidak melakukan kesalahan sedikit pun. Semua itu murni kesalahanku, Ayu. Itu semua karena kebodohan aku,” jawab Azmi dengan suara bergetar.
“Lalu, kenapa kamu lakukan itu padaku?” tanya Ayu.