Tila baru saja keluar dari ruangannya ketika Randy menghadang jalannya.
Tila mengerut kening melihat pria playboy satu ini berdiri di depannya.
"Mau apa?" Tila bertanya to the point. Tila bukanlah wanita yang suka basa-basi.
Randy tersenyum lebar. Pria itu kemudian berkata, "aku mau ajak kamu makan siang bareng. Mau?"
"Traktir?" Tila menatap Randy dengan sebelah alis terangkat. Tila menduga jika playboy satu ini mengajaknya makan siang bersama bukan hanya untuk makan siang. Pasti ada tujuan lain.
"Oke." Randy mengembangkan senyumnya. "Kita ke restoran yang dekat dengan gedung Fezah aja," putus Randy.
Tila tentu saja mengangguk setuju. Mau makan di mana pun, ia tidak masalah yang terpenting adalah Randy mau mentraktirnya.
Keduanya berjalan menyusuri lobby kantor hingga tiba di parkiran mobil. Mobil hitam milik Randy adalah tumpangan yang akan mereka gunakan menuju restoran yang dimaksud.
Hanya membutuhkan waktu 15 menit hingga mereka tiba di restoran. Tila dan Randy duduk disebuah kursi yang berada tepat pada posisi si tengah ruangan. Dari tempat duduk mereka, mereka bisa melihat orang-orang yang keluar dan masuk restoran.
Keduanya memesan menu andalan untuk makan siang. Sambil menunggu makanan datang, mereka berbincang santai.
"Oh, iya, Til--" Randy meneguk ludahnya saat melihat pelototan Tila. "Maksudku, Tila." Buru-buru Randy mengoreksi nama Tila ketika melihat pelototan wanita itu. Sungguh mengerikan, batin Randy bergidik.
"Ada apa?" tanya Tila pelan. Matanya fokus menatap mata Randy sehingga membuat pria itu kehilangan fokus dan bersikap salah tingkah.
"Besok malam kamu ada acara nggak?"
"Kenapa?" Tila mengerutkan keningnya. Sepertinya ia bisa merasakan sesuatu yang tidak beres.
"Aku mau ajak kamu ke acara ulang tahun sahabat papaku." Randy meneguk ludahnya. "Sebenarnya aku nggak mau datang, tapi papa memaksa. Gimana?" Randy menatap Tila harap-harap cemas. Randy berharap Tila mau menemaninya ke acara ulang tahun sahabat papanya. Di antara teman-teman perempuannya yang lain, hanya Tila yang dianggap paling waras dan normal dari perempuan lain.
Randy merasa tidak mungkin untuk membawa salah satu dari mainannya. Jika ia membawa salah satu dari mereka, mereka akan salah paham dan merasa Randy serius dengan hubungan mereka.
Sejenak Tila terlihat berpikir akan ajakan Randy. Tila berpikir tidak masalah jika ia menemani Randy ke acara tersebut. Mungkin bisa menghilangkan rasa stresnya karena satu atap dengan orang-orang yang tidak ia sukai.
"Oke. Kirim aja alamatnya. Kita ketemu di gedung tempat acara," putus Tila membuat Randy tersenyum lega.
"Nggak mau aku jemput aja di rumah suamimu?" tawar Randy langsung mendapat gelengan tegas Tila.
"Nggak perlu. Aku bisa berangkat sendiri."
Tak lama pesanan mereka datang. Keduanya menyantap makan siang dengan santai hingga tiba-tiba sebuah suara menginterupsi kegiatan makan keduanya.
"Oh, hai, wanita bersuami yang sedang makan siang dengan pria lain."
Tila mengerut keningnya kemudian memutar kepala kesamping hanya untuk melihat sosok pria yang paling Tila benci sedang berdiri di dekat mejanya. Pria itu tidak sendiri, melainkan bersama seorang wanita cantik yang tengah mengenakan atasan blazer hitam, kemeja putih, dipadukan dengan rok pendek sedikit di atas lutut.
Tila kemudian beralih menatap manik mata pria yang tak lain adalah Adam dengan tatapan tenang.
"Oh, hai, pria beristri yang sedang akan makan siang dengan wanita lain." Tila tersenyum membalikan kalimat Adam yang tengah menyindirnya.
Adam menyungging senyum miring. Pria itu menggeleng kepala sambil berdecih sinis.
"Aku tidak tahu kalau kamu wanita seperti ini." Adam menatap Tila dari atas ke bawah dengan tatapan remeh. "Makan siang dengan pria lain, disaat kamu sendiri sudah memiliki suami," tandasnya.
"Oh? Bagaimana denganmu? Kalau di sini ada kaca, kenapa nggak coba lihat dirimu di kaca dan tanyakan hal ini pada bayanganmu sendiri." Tila tersenyum miring dan meletakkan garpu serta sendok di atas piring makan.
"Aku sedang membicarakan dirimu." Adam mendengus.
"Lalu, sejak tadi aku sedang membicarakan siapa? Tentu saja dirimu," balas Tila tak mau kalah.
"Kamu--"
"Tila, ini suamimu?" sela Randy penasaran. Pasalnya saat pernikahan Tila, ia tidak hadir karena ada urusan lain yang mendesak.
"Hm. Aku ingin sekali bilang bukan, tapi itu kenyataannya." Tila mengangkat bahunya acuh.
"Wow, hubungan kalian terlihat unik." Randy terkekeh menatap ke arah Tila dan Adam bergantian.
"Pak, kita sudah ditunggu klien." Suara wanita menginterupsi Adam yang tengah dilanda kemarahan terdengar pelan di samping pria itu. Wanita yang tak lain adalah Vanya tidak mengerti mengapa atasannya berdebat dengan istrinya sendiri apalagi di depan umum.
Terlihat Adam mendengus tak suka. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain selain pergi dari hadapan istri serta teman pria istrinya.
Lihat saja nanti, gumam Adam penuh dendam.
Keduanya lalu pergi begitu saja meninggalkan Tila dan Randy yang saling menatap, kemudian mereka kembali memfokuskan diri pada makanan di hadapan mereka masing-masing. Tidak lagi memedulikan kehadiran Adam dan wanita itu yang sempat mengganggu makan mereka.
Orang bilang, sebuah acara yang dilaksanakan di gedung pasti akan menelan biaya mahal. Belum lagi dari makanan, desert, minuman, dekorasi, dan juga hiburan yang ditampilkan dalam acara pasti akan menelan biaya yang sangat fantastis. Namun, rupanya itu tidak berlaku untuk pria bernama Hadikusumo yang sedang merayakan ulang tahunnya yang ke 70 tahun.
Hadikusumo adalah pria kaya yang bingung bagaimana cara menghabiskan uangnya. Itu adalah pikiran Tila saat pertama kali ia tiba di gedung tempat acara dilaksanakan dan melihat bagaimana cara berpakaian Hadikusumo. Terlihat mewah, elegan, dan jangan lupakan pakaian branded yang melekat pada tubuhnya.
"Kamu lihat, bagaimana cara orang kaya menghabiskan uangnya? Foya-foya, pakai barang branded, dan nggak lupa untuk dipamerkan." Randy terkekeh melihat bagaimana para orang kaya berdandan layaknya toko dengan semua barang branded di tubuh mereka. Satu orang saja jika ditotalkan dengan apa yang mereka pakai pasti akan menghasilkan nilai yang fantastis.
"Kalau begitu, kenapa kamu nggak menirukan mereka? Jangan bilang kamu orang sederhana, Randy. Aku tahu siapa kamu." Tila melirik ke arah Randy kemudian mendengus saat melihat senyum malu-malu pria itu.
"Kamu tahu siapa aku, tapi kenapa menolak?" Randy dengan sengaja menyenggol lengan Tila dan tersenyum menggoda wanita itu.
"Pria bukanlah prioritas dalam hidupku. Kamu tahu itu." Tila membalas tatapan tenangnya. Tidak akan ia biarkan dirinya akan mudah dirayu oleh Randy. Sebab, pria playboy bukanlah tipenya. Apalagi model seperti Adam yang sangat jauh jauh jauh sekali dari tipenya.
"Lagi-lagi kamu melukai harga diriku, Tila." Randy mulai mendramatisir hingga membuat Tila hanya bisa mendengus.
"Oh, ini yang kamu lakukan di belakang putraku?" Suara kasar terdengar tak jauh dari posisi Randy dan juga Tila.
Deg!