“Boleh aku masuk?” Suara itu rendah, tenang, tapi ada sesuatu di baliknya, seperti bisikan yang mampu membelah keheningan malam dan membuat udara di sekitarnya terasa menegang. Teysya mematung sejenak di ambang pintu. Cahaya lampu ruang tamu yang temaram jatuh di wajah Jehan, menajamkan garis rahangnya yang tegas dan sorot matanya yang sulit ditebak. Lelaki itu berdiri dengan aura tenang namun mengintimidasi, seperti seseorang yang tahu persis bagaimana mengendalikan situasi tanpa harus mengucap banyak kata. Ia tidak langsung menjawab. Tatapannya menelusuri wajah pria itu, mencari maksud tersembunyi di balik kedatangannya di jam segini. Perlahan, ia melangkah maju, tubuhnya sedikit memiring, membentuk posisi melindungi Jevian yang berdiri setengah bersembunyi di belakang kakinya. Geraka

