Evelyn berlari kecil, jaket pink tipisnya berkibar pelan tertiup angin. Wajahnya berseri tegang, rambut panjangnya agak kusut karena angin. Tapi ekspresi matanya … penuh harap. Zayne langsung membeku. Lalu … tanpa sepatah kata pun, dia membuka pintu mobil dan bersiap masuk. “Kak Zayne, tunggu!!” Evelyn langsung meraih lengannya. “Tunggu dulu. Dengerin aku sebentar aja, please …” Zayne berhenti, bahu dan rahangnya refleks mengeras. “Nanti malam, Papa akan hubungin keluarga Kak Zayne—” suara Evelyn terburu-buru, “—untuk bicarain pertunangan kita.” Zayne menoleh pelan. Pandangannya menggelap penuh amarah dan jijik yang ditahan. “…Pertunangan?” gumamnya sinis. “Iya. Papa udah bilang, udah waktunya. Kita harus tanggung jawab atas—” “Ngimpi kamu, Evelyn.” Suara Zayne keras dan seperti c

