9 | Predator

1593 Words
Jangan begitu. Kecuali kalau kamu memang senang melihatku tersipu. . . Tatapan Kak Sakti menyesatkan! Asal kalian tahu, Cely hampir lupa berkedip karena terlalu nyaman memandangi mata itu. Mata yang sangat teduh. Ini baru soal mata. Yang kalau boleh Cely deskripsikan, Kak Sakti itu persis manusia rupawan asal Negeri Ginseng bernama Cha Eunwoo yang Cely puja-puja. Menurutnya, wajah Kak Sakti benar-benar tanpa cela. Entah itu mata, hidung, alis, dan bibir, bahkan jidat Kak Sakti amat menawan dengan sangat paripurna Tuhan menciptakannya sambil tersenyum. Oke, ini lebay. But, fakta di pandangan mata Cely yang sedang kesengsem kepada pria di sebelahnya. Ngomong-ngomong, tadi Kak Sakti bertanya apa? Oh, soal Cely dengan Mas Regan, ya? "Udah putus. Kan, Kakak denger sendiri waktu aku salah sambung di telepon." Kak Sakti kembali melajukan mobil sebab lampu lalu lintas sudah hijau. Jujur, baru kali ini Cely tidak suka lampu hijau datang lebih cepat. Duh, Cely mau berlama-lama dengan sang guru bela diri semasa dirinya remaja. Ayo berpikir, kiranya dengan cara apa agar perjalanan ini tidak lekas tiba. "Masih suka berhubungan?" "Aku sama Mas Regan? Ya, nggaklah. Dih, ogah juga aku sama cowok itu." "Jangan seperti itu. Kan, kalian pernah saling sayang-sayangan." "Ya ... namanya juga pernah pacaran. Pasti pernah sayang-sayanganlah. Tapi aku beneran udah nggak mau, kok." Cely melihat Kak Sakti manggut-manggut. "Eh, Kak ... cari resto, please! Atau berhenti aja di sana? Aku lapar." Fyi, ini alibi. Maksud terselubungnya adalah ingin berlama-lama menghabiskan waktu dengan Kak Sakti, sekalian lanjut ngobrol yang tadi nanti. Kalau perlu Cely ceritakan tentang hubungan kandasnya bersama Mas Regan. "Kamu bawa masker sama topi?" balas Sakti. "Barangkali nanti ada skandal kamu bersama laki-laki. Atau saya tunggu di sini saja?" "Terus aku masuk dan makan sendiri, Kak?" Cely agaknya cemberut. "Baiknya bagaimana menurutmu?" "Nggak tau, aku laper." "Kamu yang tunggu di sini dan saya yang masuk—" "No!" Cely refleks ngegas. Dia berdeham. "Maksudku ... seperti yang Kakak tau, aku ini aktris. Nanti kalau saat Kakak masuk resto dan aku dibiarkan sendiri di mobil, terus ada penjahat nyulik aku, gimana?" Eh, eh ... apa, sih, Cel? Cely sendiri ingin menepuk mulut lancarnya yang asyik mengarang cerita. Sekilas Sakti menoleh, saat itu Cely melengos. Jelas, dia malu! Argh! Salah ngomong kayaknya. Cely berdebar gelisah. Aduh ... gimana, dong? Kak Sakti ilfeel tidak, ya? "Oke," ucap beliau. Okenya sambil ilfeel tidak, nih? Cely meringis samar. Kenapa dirinya terlahir seperti ini, Ya Tuhan? Mobil masih Sakti lajukan walau pelan. Melewati resto yang sempat Cely tunjuk barusan. "Tapi aku nggak mau makan di rumah, Kak." Astaga, Cely. Masih saja! Tentu, dia sedang berusaha dan rasanya tanggung kalau sampai tidak berhasil. Barangkali nanti malah dipulangkan dengan cepat, kan? Sia-sia, dong, sudah mempermalukan diri sendiri? So, telanjur basah maka nyebur saja sekalian. Seingat Cely hari ini di rumah ada papi sama mami soalnya. Nanti tidak bisa berduaan dengan Kak Sakti, sedangkan Cely maunya berduaan. Paham, kan? "Maksudku, suasana di rumahku membosankan." Well, ini jadinya Cely terkesan seperti gadis menyebalkan tidak, ya? Tanpa sadar, Cely menggigit bibir. Salah satu kebiasaannya kala resah. Bodoh amat, deh! Tadi, kan, sudah bermufakat dengan akal sehat bin batinnya yang suci untuk terus berusaha sampai misi sukses—terkait berduaan dengan Kak Sakti selama mungkin. Katakan saja Cely begini karena sedang mengejar jodoh. Meski katanya 'kalau jodoh tidak akan ke mana', tetapi kalau jodoh tidak ke mana-mana dan Celynya malah diam saja, lalu bagaimana mau bersinggungan, ya, kan? Iya, sih, ada yang namanya jodoh sudah diatur dan bisa jadi datang sendiri. But, realistis saja! Minimal Cely gerak dengan kode. Harusnya Kak Sakti paham, sih, kalau Cely sedang ingin berlama-lama dengannya. Cely juga gerak dengan usaha. Kali ini dia tidak akan melewatkan kesempatan karena, toh, usia sudah cukup pantas untuk ke pelaminan. Kalau dulu, kan, mau ngejar ugal-ugalan juga terhalang sabotase usia. Nah, jadi ... usahanya berhasil tidak, ya, ini? Dan hasilnya mengkhianati usaha tidak, ya, nanti? Duh, Cely deg-degan. Yang kalau dibandingkan dengan saat mencintai Mas Regan, deg-degannya beda. Tidak sebrutal saat kepada Kak Sakti. Kenapa, ya? Apa karena Cely tipe memangsa? Eh, bentar. Cely menatap sekitar dari jendela mobil. "Ini ... ini perumahan?" "Hm." Sakti hentikan mobilnya di depan gerbang, lalu membuka sabuk pengaman, kemudian turun tanpa mematikan mesin kendaraan. Dari tempatnya, Cely melihat Kak Sakti membuka pagar salah satu rumah lebar-lebar. Tak lama setelah itu kembali masuk dan mengemudikan lagi mobilnya. Yap, dibawa ke dalam. Parkir di pelataran. Atau langsung masuk garasi, ya, ini? Cely bertanya, "Rumah siapa?" "Saya." Oh ... jantung Cely berasa ada bunyi 'deg' yang cukup keras. Lalu menyusul detakan lain yang durasinya pendek-pendek, tetapi ngebut. Kebayang? Jantung Cely disko. Ya, bagaimana tidak? Ini rumah Kak Sakti, Sayang! "Jangan takut. Saya nggak akan ngapa-ngapain kamu walau di sini cuma ada kita." Tentu. Tentu tidak. Karena Cely malah takut dirinya yang akan mengapa-apakan Kak Sakti, tetapi memilih menanggapi dengan senyuman saja. Kak Sakti tidak tahu kalau beliau sedang bersama predatorkah? Harusnya Kak Sakti yang takut. Ini Cely, lho. Dia bukan wanita biasa ibaratnya. "Ayo. Katanya lapar?" Ya Lord, Cely pengin teriak. But, dia tidak seberani tarzan. Jadi, menggigit bibir bagian dalamnya saja atau sesekali menggigit lidah, menahan pekikan yang ingin lolos secara blingsatan. Kak Sakti benar-benar, ya? Tahu saja kalau berduaan di dalam rumah itu hal yang paling Cely inginkan. So, Cely turun dari mobil. Di mana gerbang pagar tadi sudah tertutup rapat. Cely melihat sebuah rumah minimalis bergaya mediterania. Kawasan sini cukup sepi rupanya. Lalu rumah tersebut berlantai dua dengan nuansa putih berpadu abu-abu dan cokelat. Rumahnya tidak mewah seperti rumah Papi Mars memang, halamannya juga sempit. Namun, Cely merasa sangat nyaman dan seketika ingin jadi salah satu penghuninya. Ehm! "Ini nggak pa-pa aku masuk?" Sakti menoleh. "Atau kamu ada ide tempat lain? Saya bingung mau bawa kamu ke mana soalnya." "Eh, nggak. Ini udah pas. Aku suka." Secepat kilat Cely menjawab. Untuk sepersekian detik waktu seolah mati dan hanya mereka yang hidup. Berdua. Bertatapan. Sakti pun berdeham. Dia lantas mempersilakan Cely masuk lebih dulu selepas Sakti bukakan pintu rumahnya. Ya, soalnya ... Sakti mau mengulas senyum. Tepat di belakang tubuh Cely yang baru saja melintas. Agaknya, Sakti menahan napas di saat aroma Cely semerbak merayu indra penciumnya untuk menghidu lebih khidmat. Astagfirullah. Sakti tutup pintu rumah. Diajaknya Cely ke ruang makan. Yang mana Cely tidak melewatkan kesempatan pertamanya untuk merekam tiap sudut ruang di rumah Sakti Adhyaksa. Tentu saja, ruang yang dia lewati. Tiba di ruang makan, kursinya pun Sakti tarik dan menyilakan Cely duduk. Tas selempang itu Cely letakkan di kursi sebelahnya. Dia duduk dengan begitu anggun dan khas. Diletakkannya air mineral untuk Cely, Sakti juga meletakkan makanan lain, termasuk buah-buahan yang dia punya. Lalu katanya, "Sementara makan ini dulu. Pengganjal lapar." Duh, pipi Cely bersemu. Masih aman oleh make up, kan? "Makasih," balasnya, pelan. Kak Sakti mengangguk. "Kakak mau ke mana?" "Sebentar. Saya mau menerima telepon dulu." "Oh ... oke." Sakti pun berlalu. Yang sebetulnya bukan menerima telepon, tetapi Saktilah yang menghubungi lebih dulu. Mengabarkan kepada seseorang bahwa putri beliau sedang di sini. Di rumah Sakti. Tentu, janji Sakti bisa dipegang bahwa dia tidak akan mengapa-apakan Cely Daneswara. Mungkin karena itu juga papi Cely tampak tenang-tenang saja, malah Sakti yang disuruh berhati-hati terhadap putri beliau. Obrolan tersebut terjalin dengan singkat karena Sakti juga bilang kepada Cely hanya sebentar. So, dia kembali ke ruang makan yang rangkap dengan dapur. Diraihnya celemek, saat itulah Cely berkicau, "Kakak masak?" Sakti menoleh seraya dia ikat tali celemek bagian belakangnya, lalu mengangguk. Kan, Cely mau makan. *** Dulu Cely pernah dengar soal Kak Sakti yang bisa masak. Sudah dikata laki-laki yang satu ini terlalu serba bisa sehingga Cely belum menemukan letak kurangnya. Nih, ya, Cely ulas kembali tentang kebolehan Sakti Adhyaksa. Bukan cuma masak, tetapi cuci piring dan berbenah rumah juga bisa. Mencari uang apalagi, bisa banget! Itu bengkel beliau sudah berdiri tiga dengan skala besar pendapatannya—Cely dapat info dari Mbah Gugel yang serba tahu. Bela diri, jago. Ibadahnya rajin. Saat mengaji pun suara Kak Sakti merdu. Coba, bagaimana Cely tidak naksir sedari bocil? Kak Sakti kelewat idaman di mata Cely soalnya. Ini belum tentang fisik. Ganteng, iya. Wangi, iya juga walau di beberapa momen aroma Kak Sakti berpadu oli dan besi. Otot, punya. Meski Cely belum memastikan otot perut beliau, tetapi sepertinya punya. Terus apa lagi? Oh, Cely hampir lupa. Kekurangan Kak Sakti hanya soal wanita. Namun, itu menjadi kelebihan malah bagi Cely. Bagus, kan, jomlo dari lahir? Kak Sakti tidak perlu pandai nge-treat cewek sebetulnya. Dengan diamnya beliau saja perempuan sudah 'meriang' dibuatnya. I mean, panas dingin. Salah satunya Cely. Yang detik ini melihat Kak Sakti sedang memegang spatula, memakai celemek, lalu menghadap kompor dan wajan. Alamaaak! Cely pulang dari sini mau minta papi lamar Kak Sakti pokoknya. Kalau perlu. Kalau tidak malu. By the way, ini boleh tidak, ya, Cely mendekat? Lalu pura-pura tersandung dan nemplok di punggung Kak Sakti dengan pose ala-ala back hug? Berhubung Cely jago akting. Boleh? Namun, prinsip lain dalam dirinya menentang. Cely memang centil, tetapi dia tidak murahan. Alhasil, Cely duduk diam walau b****g rasanya panas pol ingin wara-wiri di sisi Kak Sakti alih-alih melekat dengan kursi. Tak terasa, masakan Kak Sakti telah tersaji. Yang mana saat itu beliau meletakkan piring-piring makanannya di hadapan Cely. Tahu? Mata mereka kembali bertemu. Masalahnya, dengan posisi Cely yang duduk menghadap seberang meja dan tidak terlalu jauh dari keberadaan Kak Sakti yang berdiri agak membungkuk. Kebayang? Jantung Cely berdetak sangat kencang. Apa kabar dengan jantung Kak Sakti, ya? Yang saat itu bilang, "Kamu perempuan pertama selain ibu dan Mbak Bia yang saya masakkan." H-huh? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD