24 | Marahnya si Pendiam

1707 Words

Kupikir aku sudah yang paling 'Astagfirullah' di muka bumi, tetapi ternyata masih ada kamu, ya? Ah, tidak, tidak. Kamu, sih, Naudzubillah. . . Benar, itu Afni. "Calon suamiku di mana, Mbak?" Hening sesaat. Cely dengan sabar menanti. "Di kamar mandi." "Oh? Kamar mandi, ya?" Nada suara Cely sesantai mungkin diucap. Meski jujur, rasanya ingin sewot tanpa titik-koma. "Betewe, Mbak Afni nanti datang, kan, di acara pernikahan kami?" Sengaja, tidak akan Cely matikan. Biar saja terhubung dan lama teleponan, biarkan Afni yang mengakhiri lebih dulu. Mana tahu di sana mbaknya nekat angkat telepon orang secara tidak sopan, kan? Biar ketahuan oleh yang punya ponsel. Begini, Cely percaya sama Mas Sakti. Kalaupun memang ternyata ada khianat, ya, biar saja. Intinya, teleponan ini tak akan Cely

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD