7 | Kasmaran

1631 Words
Aku yakin kamu orangnya, tetapi baiklah. Akan kutunggu sampai kamu yang mengungkapkan lebih dulu. . . Tahu, tidak? Malam ini Cely sedang dilema, memilih foto terbaik dirinya untuk dijadikan status WA. Eh, wajar, kan? Terkadang kalau merasa sedang dekat dengan lawan jenis, bawaannya pengin caper meski lewat Whats-App. Ini bukan karena Cely gadis pick me, ya. Dia pun memilah-milah fotonya. Duh, kenapa sekarang Cely merasa fotonya tidak ada yang cantik? Yang satu terlalu full make up, satu lagi pipinya terlihat seperti bakpau, kemudian ... ah, nemu! Ada, nih, yang bagus. Cely pandangi fotonya dengan teliti. Dari wajah dan pose selca-nya sudah oke. But, bajunya seksi. Tapi cantik, sih. Cely dilema lagi. Memikirkan bagaimana nanti respons Kak Sakti kalau melihat postingan status Cely yang berpakaian minim bahan. Ya, mending kalau ada respons. Nah, kalau tidak? Kalau diam-diam saja dan larinya malah ilfeel, gimana? Atau malah merasa Cely perempuan yang kurang pantas dijadikan istri karena hobinya mengumbar aurat ... nanti Kak Sakti menjauh pula. Ah, tidak, tidak! Fine, ganti. Lantas, foto yang mana, dong, ini? Cely pilih-pilih lagi. Entah berapa banyak waktu yang dia habiskan untuk itu sampai masker di wajah terasa mengering dari yang semula basah. But, tidak sia-sia karena akhirnya Cely mendapatkan foto terbaiknya untuk di-upload ke status Whats-App. Fix, Cely pilih yang itu. Lalu sekarang dia malah dihinggapi dilema baru. Caption-nya apa? Bagaimana? Yang kira-kira mengundang jempol Kak Sakti untuk me-reply. Apa, ya? Oh, bagaimana jika begini: [Ubur-ubur ikan lele. Jam segini enaknya ngapain, Le?] Itu pantun yang sedang viral di masa kini. But, tidak nyambung dengan foto yang Cely pilih. Terus apa, dong? [Coba tebak ini di mana?] Seperti itu sajakah? Oh, tidak, tidak. Begini saja: [Sebutkan apa yang kamu lihat pertama kali dari foto ini.] That's right! Ya ampun, Cely. Kamu cerdas pol, Sayang! Kan, nanti Kak Sakti membalas 'kamu'. Argh! Cely ketawa-ketiwi sendiri perihal bayangan di kepala dan monolog dalam hatinya. Oke, sip. Cely posting foto berikut caption tersebut, dengan gemuruh di d**a yang ugal-ugalan ritmenya. Habis itu, Cely letakkan ponsel. Dia masuk kamar mandi untuk cuci muka dulu. Bisa jadi nanti setelah ini begitu Cely mengecek ponsel, eh, sudah ada respons dari Kak Sakti. Duh. Orang lain kalau jatuh cinta sama seperti Cely tidak, sih? Cely sendiri merasakan perbedaannya saat naksir Mas Regan. Mungkin karena waktu itu Mas Regan duluan yang caper, jadi Cely tidak merasakan sensasi seperti dirinya terhadap Kak Sakti detik ini. Ngomong-ngomong soal Kak Sakti, Cely mengklaim beliau sebagai cinta pertamanya. Valid no debat. Persetan dengan awal-awal dia naksir lawan jenis dan itu kepada Raffa—si teman seperumahan, teman sekelas juga saat SMP. Pokoknya, anggap saja Kak Sakti cinta pertama Cely. Maklum, kenangan naksir Raffa itu buruk. Cely sakit hati sekali. Sedangkan kepada Kak Sakti, Cely banyak mengukir rasa senangnya meski sadar ini juga cinta bertepuk sebelah tangan. Yeah ... setidaknya, Kak Sakti tidak menyakiti. Terhadap Kak Sakti, Cely patah hati karena sadar diri waktu itu tidak ada harapan. Lagi pula Cely masih SMP, tinggal di Jakarta, sedangkan Kak Sakti sudah dewasa—dua puluh tahun usia beliau—dan tinggal di kampung halaman yang cukup jauh dari sini. Masa mengajar Kak Sakti atas kemampuan bela diri Cely juga sudah usai kala itu. Ditambah permintaan Cely kepada papi untuk melamar Kak Sakti agar dijodohkan dengannya saat dewasa kelak, ditolak papi. Kata papi, jodoh tidak akan ke mana. Toh, Cely juga masih remaja. Ya sudahlah, sekarang itu semua sudah berlalu. Cely menyeka bulir air di wajahnya dengan handuk mini. Dia tersenyum menatap cermin. Senyum itu pun masih terkembang sampai ketika Cely mengecek update-an statusnya yang tadi. Dia scroll nama-nama siapa saja yang sudah melihat postingannya. Oh, Kak Sakti! Kak Sakti melihat statusnya, Guys! Gila, sih. Cely berdebar parah. Senyumannya semakin lebar. Walaupun tidak ada respons. But, it's okay. Yang penting dilihat. Dan nama Kak Sakti ada di urutan paling bawah. Itu artinya apa, Girls? Betul! Kak Sakti yang melihat update-an status Cely paling awal. Argh! Begini saja Cely bahagia, kalian tahu? Sangat bahagia! Namun, mau sampai kapan Cely begini? Update status hanya agar ada pesan masuk dari Kak Sakti karena Cely tidak berani mengirim pesan lebih dulu. Sementara, Kak Sakti sendiri tidak tampak mengiriminya pesan. Katakanlah sekarang sudah lewat satu minggu dari saat pertemuan itu. Kak Sakti tidak ada tanda-tanda kemunculan di room chat-nya sama sekali. Tidak lagi ada pertemuan karena mau ngapain juga, kan, kalau bertemu? Ini serius Kak Sakti yang meminangnya? Kalau betul, kenapa sama sekali tidak menghubungi Cely? Padahal, kan, tempo lalu sudah mesam-mesem bareng. Sudah menyebut Cely lucu pula. Bagi seorang Sakti Adhyaksa yang Cely kenali, sebutan lucu kepada lawan jenis itu ibarat dia bilang suka. Cely sampai bolak-balik cek room chat juga nihil, Sis! Sama sekali tidak ada kiriman pesan dari beliau. Minimal say hi atau apa, kek. Balas-balas status Cely yang dia buat dengan sengaja agar menarik perhatian Kak Sakti, kek. Ini tidak. Tidak ada. Sekadar reaksi juga tidak. Berhari-hari. Bisa kalian bayangkan se-gegana apa Cely dibuatnya? Betul! Dia gelisah galau merana jadinya. Bikin status, lalu muncul keterangan dilihat oleh kontak Kak Sakti. Cely senang, sih. Berasa diperhatikan. Namun, sudah lebih dari satu minggu dan selama itu pula dia bikin status Whats-App, tidak ada satu pun yang di-reply. Sampai detik ini. "Cie ... series-nya udah mau end dan sejauh ini menempati urutan tiga besar di rank Net-flix." Tito, sang manajer, menatap aktrisnya di jok belakang dari cermin. Wajah Cely alih-alih senang justru kusut. "Besok kamu syuting terakhir series itu, lho, Cel. Dan nggak ada gangguan skandal apa pun. Selamat!" Cely masih diam, tatapannya fokus ke ponsel. Tito menatap lagi sang aktris. Dia lantas berdeham. "Nggak senang, Cel?" Barulah Cely tersadar sedang diajak bicara. "Hm? Senang? Senang soal apa, Kak?" "Ngelamun, ya?" "Maaf. Aku lagi banyak pikiran ...." Dan itu soal Kak Sakti. Kenapa, sih? Kalau soal laki-laki bernama Sakti, Cely selalu kepikiran. Perasaan waktu pacaran sama Mas Regan nggak begini. Ini padahal belum ada status apa-apa dengan Kak Sakti, tetapi dunia Cely seolah sudah full terisi oleh segala tentang laki-laki itu. Cely menghela napas lesu. "Nggak mau cerita?" Biasanya Cely cerita dan ... ya, dia bercerita. "Oh ... jadi itu yang bikin kamu cepet move on dari Regan? Udah ada yang baru, toh. Betewe, kok, cepet amat, Cel?" Cely cerita soal laki-laki yang dia anggap sedang dekat ini. Isi ceritanya sebatas sosok seperti apa laki-laki itu dan keresahannya yang merasa di-ghosting. Tidak dengan sejarah masa lalu berikut info bahwa dirinya telah dipinang. Begitu respons Kak Tito. "Jadi, menurut Kakak kenapa dia nggak chat atau nemuin aku setelah merasa kami lagi deket? Dengan sosoknya yang seperti itu." Yang lempeng garis keras, yang tidak suka mempermainkan wanita, yang tipe-tipe cowok greenflag-lah, ya. "Bentar, Cel. Ini yang 'merasa lagi deketnya' kalian apa cuma kamu doang?" Eh? *** "Cely Daneswara, woi, ada Cely!" "Mana? Mana?" Sakti yang sedang telentang di kolong mobil pun gegas keluar dari sana saat mendengar desas-desus nama Cely disebut. Well, dia sedang cosplay jadi montir. Sesekali Sakti memang ikut serta dan ini bagian dari hobinya, mengutak-atik bidang otomotif. Begitu Sakti muncul, montir yang lain undur diri. Dan ... yeah, sekarang Sakti berhadapan dengan Cely. "Kenapa mobilnya?" "Mau ganti ban." Sakti lantas menatap ban mobil Cely. "Ban yang mana?" "Itu yang belakang. Sebelah sini." Sakti pun mendekati ban yang dimaksud, lalu mengeceknya. "Ini masih sangat bagus." Lalu menoleh menatap Cely dan .... Wanita cantik itu sedang menatapnya. Cely diam. Asal kalian tahu, aslinya memang tidak ada masalah dengan mobilnya. Yang bermasalah sejak kemarin, kemarinnya lagi, atau katakanlah minggu lalu selepas pertemuan di rumahnya itu adalah hati Cely. Benar, hatinya yang bermasalah. Dan Cely tidak bisa tinggal diam. So, dia datangi EliteMobil Service hanya untuk menemui Sakti Adhyaksa. Benar saja lelaki itu ada di bengkel mobilnya. Lantas, sekarang .... Mereka berpandangan. Cely menatap wajah Sakti yang celemotan oli, sedang Sakti menatap wajah Cely yang cantik ber-make up. Memang Cely habis dari lokasi pemotretan tadi langsung ke sini tanpa manajer. "Bannya masih bagus," ulang Sakti. "Berarti bukan ban yang itu. Coba lihat ban mobilku yang lain." Cely menggigit bagian dalam bibirnya, menahan debar sengit di d**a. Tolong jangan tanya karena apa debar itu ada! Sakti pun manut, dia mengecek satu per satu ban mobil Cely. Tidak lama. "Semuanya masih bagus." Cely mengangguk-angguk. "Berarti aku salah bawa mobil." Dan dia pun melenggang, masuk ke dalam kuda besinya, tanpa peduli atas segala hal yang memperhatikannya di sekitar, termasuk Sakti. Laki-laki yang membuat Cely ada di sini. Lelaki itu pula yang membuat Cely tidak bisa pergi sekarang, dia dihadang, lalu jendela pintu kemudinya diketuk. Ah, bagaimana ini? Cely sudah bertindak impulsif dengan mendatangi tempat di mana Sakti bernaung. Duh .... Diketuk lagi. Fine, Cely buka jendelanya. Dia turunkan, lalu menoleh. Sakti agak membungkuk ketika mengatakan, "Ban mobil bagian belakang kamu perlu diganti." "Tadi katanya masih sangat bagus?" "Mau nunggu di dalam?" Dengan tatapan yang sangat meresahkan jiwa raga Cely Daneswara Semesta. Begitu saja Cely mengulum bibirnya yang lambat laun melengkungkan senyum seiring langkah menuju ruang pribadi Sakti Adhyaksa. Kali itu langkah Cely di belakang Kak Sakti, dia menatap punggung lebar yang terbalut wearpack biru. Tampak kukuh dan tampan walau dilihat dari belakang, sekali pun kotor di beberapa bagian. Fix, laki-laki bau oli ini telah membuat Cely gagal move on. "Tunggu, ya? Saya gantikan dulu bannya." Meskipun sesungguhnya tidak perlu, ban mobil Cely masih sangat bagus. Namun, Sakti bilang begitu. Dan meninggalkan Cely dengan pipi berangsur-angsur memanas. Ini jika tidak pakai make up pasti jelas terlihat ... ada semu-semu merah jambu. Uh ... Cely tersenyum-senyum dibuatnya. Tanpa tahu, ada senyum kecil juga di dua sudut bibir Sakti. Senyum yang sangat tipis. Tapi percayalah, para montir sampai ada yang berdeham-deham hingga bersiul. Apakah sangat kentara bila Sakti sedang kasmaran? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD