“Pak! Tunggu!” Ayara mengejar Nicholas yang melangkahkan kakinya lebar menuju sebuah cottage.
Pria itu mengatakan bahwa Ayara harus mengikutinya tapi malah meninggalkannya.
Saat ini Ayara menggunakan stiletto tinggi, susah payah ia berjalan menyusuri jalan dengan teksture tidak rata.
Jangan harap Nicholas mau mendengar perintah Ayara, selama ini dirinya yang memerintah dan ia tidak pernah menerima perintah dari orang yang baru dikenalnya.
“Ups!” Ayara nyaris keseleo jika saja Revan tidak segera menangkap pinggangnya.
Ayara sendiri tidak mengetahui sejak kapan Revan berjalan di belakang mengikutinya.
Ternyata ditengah-tengah acara, Nicholas memberi kode dengan tatapan mata kepada Revan agar pria itu mengikutinya ke cottage karena ada yang harus mereka bertiga bicarakan.
“Maaf, Pak ...,” sesal Ayara sekaligus berterimakasih.
“Enggak apa-apa, ayo saya bantu.” Revan menawarkan diri.
“Enggak usah, Pak ... saya bisa.” Ayara menegakan tubuhnya lalu mulai melanjutkan langkah.
Ternyata adegan itu tidak luput dari sudut mata Nicholas, ia lantas memberikan tatapan tajam kepada Revan karena telah dengan lancang menyentuh gadis yang sudah diumumkan Bagaskara akan menjadi istrinya.
Nicholas tidak cemburu, hanya saja ia tidak suka apa yang telah diklaim untuknya disentuh orang lain.
Pria angkuh itu sedang menjaga kehormatan dan harga dirinya.
Revan yang tersadar lantas menundukan pandangannya dari Ayara.
Nicholas masuk ke dalam cottage lalu duduk di single sofa yang terdapat di tengah ruangan.
Ayara ikut masuk mengikuti Nicholas dan menghentikan langkah tepat di depan Nicholas.
Sedangkan Revan berdiri di belakang Ayara menunggu perintah.
“Duduk!” titah Nicholas dingin sambil mengendik ke arah kursi di depannya.
Ayara menurut, duduk tepat di depan Nicholas hanya terhalang meja di antara mereka.
Gadis itu menyorongkan kaki, bergerak gelisah karena roknya terus terangkat akibat posisi duduk yang berhadapan dengan Nicholas.
Nicholas melempar bantal ke pangkuan Ayara agar gadis itu menutup pahanya yang putih dan mulus.
Ia akui, Ayara adalah gadis yang menarik dari segi penampilan.
Wajahnya cantik seperti seorang Princess, tubuhnya juga tinggi semampai dengan lekukan indah di bagian pinggang dan beberapa gundukan besar di tempat yang seharusnya.
“Kamu jadi istri saya!” seru Nicholas membuat Ayara yang sibuk menutupi pahanya kemudian mendongak.
“Jangan becanda, Pak ... masa saya jadi istri, Pak Niko?” Ayara tertawa kering, menolak secara halus.
Sesungguhnya bukan tidak mau, ia hanya tau diri.
“Kamu enggak denger tadi kakek saya bilang apa?”
Ayara menatap Nicholas sebentar. “Kenapa Pak Niko mengenalkan saya sebagai kekasih Pak Niko? Pak Bagaskara jadi berpikir kalau Pak Niko akan memperistri saya.”
Nicholas tidak suka nada bicara Ayara yang terkesan menyalahkannya.
Dan perubahan di wajah Nicholas itu bisa langsung ditangkap dengan baik oleh Ayara, ia pun menundukan pandangannya menatap bantal yang di simpan di atas paha.
“Kamu jadi istri saya selama tiga tahun, kita buat kontrak pernikahan ... hanya tiga tahun dan setelah itu kamu bebas, sebagai imbalan ... saya akan melunasi hutang ayah kamu.”
Ayara mendongak lagi, gagal fokus dengan apa yang sedang dibicarakan Nicholas.
“Pak Niko tau dari mana kalau papi saya punya hutang?” tanyanya dengan raut wajah lucu kebingungan.
“Di pesawat ... waktu turbulance ... kamu meracau.”
“Aaah, ya ....” Ayara ingat, kemudian menggigit bibir bagian bawahnya.
“Kenapa Pak Niko tiba-tiba mau menikah? Emm ... maksud saya, melakukan perjanjian pernikahan ini?” Akhirnya pertanyaan inti dari kebingungan Ayara terlontar juga.
Nicholas menarik napas, merentangkan kedua tangan di sepanjang sandaran sofa kemudian menatap malas Ayara.
Ia benci perintahnya dipertanyakan tapi tidak adil jika Ayara tidak mengetahui alasannya melakukan pernikahan kontrak, jangan sampai gadis itu berpikir ia menyukainya.
“Untuk menghindari tindakan impulsif mami yang berusaha menjodohkan saya malam ini.”
Ayara tampak melongo. “Jadi, karena enggak mau dijodohin sama maminya Pak Niko trus Pak Niko main comot anak orang aja ngajak kawin kontrak, gitu? Luar biasa.”
Ayara sampai bertepuk tangan sebagai efek dramatis saking salutnya dengan tindakan Nicholas untuk menghindari perjodohan.
Seketika Nicholas memberi tatapan tidak suka, alisnya menukik tajam.
“Gimana?” tanya Nicholas dengan penekanan.
Ayara sampai terlonjak mendengar pertanyaan Nicholas yang berintonasi tinggi.
“Eee ... Pak, saya ... pikir-pikir dulu gimana?”
“Oke, tiga detik.” Pria itu benar-benar menyebalkan, masa hanya memberi waktu tiga detik untuk Ayara berpikir mengambil keputusan.
Sengaja, Nicholas kesal karena Ayara sok jual mahal.
Padahal bukan jual mahal tapi ....
“Apa Pak Niko yakin? Walau ini hanya kontrak ... tapi orang lain dan keluarga Pak Niko taunya kita beneran nikah, sedangkan saya bukan berasal dari keluarga yang selevel sama Pak Niko ... gimana kalau mereka menolak saya?”
“Kalau mereka nolak, kita batal nikah.” Nicholas langsung menjawab detik berikutnya.
“Trus hutang ayah saya?” Ayara keceplosan, ia langsung menutup mulutnya.
“Kamu pikir sendiri.” Nicholas membalas ketus.
Tidak perlu ditanya lagi karena tidak mungkin Nicholas mau melunasi hutang papinya Ayara jika pernikahan mereka tidak terjadi.
Ayara mengembuskan napas, bahunya melorot. “Tiga tahun ya, Pak?” tanyanya memastikan, wajah cantik Ayara terlihat nelangsa.
“Hem,” balas pria itu dingin dengan tampang yang sialan tampan.
Ayara memejamkan matanya sekilas, ia menunduk sambil melipat bibirnya ke dalam.
“Pak, boleh minta satu permintaan lagi ... enggak?” Ayara bertanya hati-hati lantas tersenyum seperti model iklan pasta gigi.
Nicholas tidak bersuara tapi sorot mata tajamnya seakan menunggu Ayara mengatakan sebuah permintaan.
“Kalau memang kita jadi nikah, boleh enggak sekalian bayarin uang kuliah adik saya?” Permintaan dalam bentuk pertanyaan ini terlontar begitu saja dari bibir Ayara.
Ayara tidak mau rugi.
“Boleh, tapi saya juga bisa melakukan apapun sama tubuh kamu.”
Glek.
Ayara menelan saliva kelat.
“Enggak ... enggak jadi denk Pak ... cukup bayarin hutang papi aja, saya masih bisa kerja keras untuk membiaya kuliah adik saya.”
Ayara memang butuh uang tapi tidak serta merta menjual tubuhnya.
Banyak dari rentenir yang menawarkan pelunasan hutang ditukar dengan keperawanannya.
Tapi Ayara menolak, mahkotanya ini hanya boleh diberikan oleh suaminya yang syah.
Ayara tidak berpikir jika pernikahannya dengan Nicholas nanti memang syah, mereka saja yang membuatnya menjadi suatu kontrak kerja.
“Revan ... buat perjanjian kontraknya,” titah Nicholas yang langsung mendapat anggukan sang sekertaris.
Revan tidak terkejut, sepuluh tahun mendampingi Nicholas sudah banyak kejutan yang pria itu buat dan sekarang jantungnya sudah imun.
“Baik, Tuan.” Revan menyaut.
“Ingat! Tidak boleh ada satu pun orang yang tau tentang ini dan jika ada seorang saja dari pihak kamu yang mengetahuinya lalu membongkar perjanjian kita maka orang itu harus mati dan kamu harus mengganti sepuluh kali lipat uang yang telah saya berikan untuk melunasi hutang papi kamu.”
Nicholas mengatakan ancaman tersebut dengan penuh penekanan dan sorot mata tajam memaku Ayara hingga tanpa sadar gadis itu menahan napas.
Ayara menganggukan kepala pelan dengan ekspresi ketakutan yang kentara.
Hutang papi begitu menyesakan Ayara, setiap hari tukang tagih dari rentenir dan perwakilan pihak Bank juga keluarganya yang dipinjami uang oleh mendiang papi tidak berhenti menagih.
Terkadang mereka mempermalukan Ayara dan keluarganya di depan para tetangga.
Hal ini yang membuat Ayara menyetujui perjanjian kontrak tersebut.
Tanpa Ayara sadari, jika ia telah menggadaikan kebebasannya kepada Nicholas.