4. Awal dari Sebuah Rencana

1489 Words
Malam itu juga, Lian langsung mengirim Elizabet Lombardi ke Spanyol dalam keadaan tidak sadarkan diri. Tadinya Lika hendak menunggu ibunya sadar untuk mengajaknya bicara. Tapi mengingat riwayat pembicaraan mereka sebelumnya, Lika memilih untuk tidak menjelaskan apapun pada ibunya dan mengirimnya langsung ke Spanyol. Lian dan Mikha bisa melihat raut wajah penuh kesedihan yang tergambar dari ekspresi Lika. Tapi itu hanya sebentar saja. Karen setelah pesawat pribadi yang membawa Elizabet meninggalkan London, wajah Lika terlihat kembali penuh semangat. Pesawat yang di naiki oleh Daren juga sudah lepas landas hampir bersamaan dengan pesawat Elizabet. Orland menjemput Daren dan teman-temannya, secara langsung ke Apartemen Lian kemudian mengantar mereka menuju Markas Theia. "Sementara kamu tinggal di Apartemenku saja. Jangan pernah melepas topeng kulitmu ketika keluar dan hati-hati dalam berinteraksi dengan orang lain. Misi kita baru akan dimulai setelah kita menjalani persidangan di Theia. Kemungkinan dalam waktu dekat kita akan di jemput. Ingat baik-baik Serangga! jangan melakukan apapun yang tidak berguna!" Lian memperingatkan dengan tegas setelah mengantarkan Lika ke Apartemennya. "Aku akan diam saja sesuai dengan intruksi Orland. Terimakasih banyak sudah membantuku menyelamatkan ibu." balas Lika dengan senyuman lebar. "Sampai jumpa lagi Zeraphine!" Mikha melambaikan tangannya untuk berpamitan. Sementara Kael dan Ishaka hanya tersenyum sopan saja. Lian tentu saja tetap dengan ekspresi dinginnya yang seolah tidak peduli. Mereka memang sepakat untuk memanggil Lika dengan nama samaran yang dia gunakan di dalam Theia agar tidak menimbulkan kecurigaan. Sesampainya di rumah, sudah menjelang subuh. Anak-anak nakal itu menyelinap diam-diam masuk ke kamar mereka. Tapi ketika mereka sampai di ruang tengah, tiba-tiba saja lampu menyala dan Damian sudah duduk di sana sambil menatap mereka penuh kemarahan. "Habis dari mana kalian?" tanyanya dingin. Lian meringis sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Baru saja kakak dengar ada yang habis menguras harta Lukas Lombardi. Orangnya sampai terkena serangan jantung dan sekarang di bawa ke Rumah Sakit. Apakah itu ulah kalian?" "Mana mungkin!" Lian menjawab cepat sambil tertawa. "Kami baru saja mengadakan rapat mendadak dengan kak Orland. Karena itu kami pulang pagi kak. Kami tidak tahu menahu tentang maling yang masuk ke kediaman Lombardi." Mikha ikut menjawab dengan senyuman yang lebar. Tapi hal itu justru semakin memperjalas kebohongan mereka di mata Damian. "Kenapa anak-anak nakal ini harus di titipkan padaku?" Damian terdengar menggerurtu sambil mendesah beberapa kali. "Jadi bagaimana? apakah Elizabet sudah dikirim ke Spanyol?" "Kami baru saja mengirmmmhh!" Mulut Kael yang suka keceplosan itu langsung di bekap oleh Mikha sambil tertawa garing. Killian dan Ishaka juga ikut tertawa untuk menutupi kesalahan mereka. Tapi tentu saja Damian sudah tahu semua hal yang mereka lakukan, karena laki-laki itu menyuruh Nick membuntuti Lian sejak adik nakalnya itu keluar dari kediaman Windsor sore kemarin. "Kami tidak tahu menahu masalah Elizabet. Memangnya siapa Elizabet? Aku baru mendengarnya." balas Mikha sambil menampilkan giginya yang rapih. "Kemari!" ucap Damian melambaikan tangannya, menyuruh keempat anak nakal itu mendekat. Dan setelah mereka berada dalam jangkauan tangannya, Damian melayangkan pukulan di kepala keempat adiknya secara bergantian dengan penuh kekesalan. Lian mendapatkan bonus jeweran yang menyakitkan sampai telingannya memerah. "Sampai kapan kalian mau membuat kepala kakak meledak huh? Kakak kalian ini sudah tidak muda lagi, kalau kakak jantungan gara-gara kelakuan kalian gimana huh? Gimana nasib Oscar dan Tita kalau kakak nggak ada huh? Tidak bisakah kalian mengurangi beban kakak kamu yang tampan ini sedikit saja?" omelan Damian hanya di dengarkan saja oleh keempat anak nakal itu. Mereka sudah terbiasa mendengarkan ocehan semacam itu, sehingga tidak terlalu berdampak. "Maaf." ucap mereka kompak. Membuat Damian mendengus kesal, karena setiap kali mengomel jawaban mereka hanya kata maaf tanpa merasa bersalah sedikitpun. "Kapan kalian kembali ke Theia?" "Kemungkinan dua hari lagi, kami sudah mendapatkan surat tugas resmi. Daren, Arthur dan Owen juga sudah dijemput oleh Orland." Jawab Lian tidak ada kebohongan. "Kalau begitu selama dua hari terakhir, beri Oscar pengertian yang lembut. Anak itu pasti akan merajuk kalau kalian tiba-tiba pergi seperti sebelumnya." perintah Damian diangguki oleh mereka berempat. Tidak lama setelah itu Adzan subuh berkumandang, Damian beranjak menuju Mushola kecil yang ada di kediaman Windsor, sementara Lian dan ketiga temannya pergi ke kamar untuk berganti baju sebelum ikut Sholat berjamaah. Seperti biasa, Oscar akan naik ke pangkuan Lian sambil bergiliran untuk mengaji. Begitu kegiatan ibadah selesai mereka akan jalan-jalan pagi di taman sambil menunggu sarapan selesai di buat. "Oscar tahu kan kalau Uncle harus pergi ke Pesantren lagi?" Lian mulai berusaha memberikan Oscar pengertian. "Tahu Uncle." Wajah cerah Oscar tiba-tiba saja mendung. "Ayo besok kita berkunjung ke taman bermain. Oscar bilang ingin naik kereta gantung sama Uncle kan?" ajak Lian lembut. Oscar diam cukup lama sambil menatap wajah Uncle Favoritnya itu, lalu tersenyum. "Huum, Oscar mau. Tapi Uncle tidak boleh pulang sambil berdarah lagi. Oscar akan menjaga Tita dengan baik sampai Uncle pulang. Tapi Uncle jangan lama-lama! nanti Tita nggak kenal lagi sama Uncle kalau Uncle terlalu lama." jawaban Oscar membuat Lian tersenyum bangga. Begitupun dengan Mikha dan yang lain. "Oscar sekarang sudah besar yah. Hebat banget nggak nangis lagi. Adik Tita pasti bangga." Mikha memuji sambil mengelus rambut halus keponakan kesayangannya itu. "Iya dong, kan kata Uncle kalau jadi abang tidak boleh cengeng." balas anak itu penuh kebanggaan. Dua hari kemudian, Oscar menepati janjinya. Anak itu hanya memeluk Uncle kesayangannya cukup lama tanpa menangis. Boneka Dino yang dibelikan oleh Lian di taman bermain kemarin, dia peluk erat-erat. Seolah dia melampiaskan kesedihannya disana. Yang menangis justru Alana. Wanita itu masih merindukan adik-adiknya yang nakal tapi mereka sudah harus pergi. Yang jadi masalah adalah tidak ada yang bisa memastikan kapan Lian dan ketiga temannya bisa pulang. *** Lukas Lombardi baru menyadari Elizabet hilang, satu hari kemudian. Tepatnya setelah dia selesai menghitung harta miliknya yang ada di gudang karena takut ikut di curi. Laki-laki itu mengamuk dan masuk Rumah Sakit lagi karena jantungnya bermasalah. Lukas yang selama ini merasa dirinya sangat pintar karena berhasil membesarkan Lord Game, merasa sangat jengkel karena berhasil di bodohi oleh anak-anak muda yang tidak dia kenali. Apalagi uang di salah satu tabungannya benar-benar dikuras oleh Lian untuk di sumbangkan. Lukas yang sangat mencintai uang merasa terpukul. Dan hilangnya Elizabet, membuat rencana tersangka pembunuhan Robert berantakan. Sekali lagi, sesuai dengan apa yang sudah Killian prediksi. Lian langsung bisa melihat banyak sekali fitnahan yang mereka sebarkan untuk Lika karena mereka tidak bisa mengancam gadis itu menggunakan ibunya. Ketika Elizabet terbangun, dia tiba-tiba saja berada di sebuah Mansion besar dengan puluhan pelayan. Apalagi Elizabet dilayani dengan sangat baik seperti pemilik rumah. Hal itu menbuatnya sangat kaget. Tapi ketika Killua akhirnya muncul, wanita itu menangis sejadi-jadinya sambil memohon pada mantan suaminya itu agar dia bisa menyelamatkan Lika. Meskipun hubungan Elizabet dan Lika tidak terlalu akur, tapi Elizabet langsung tahu Lika di fitnah ketika berita pembunuhan itu disiarkan di seluruh stasiun berita London. "Lika sudah dilindungi dengan baik, anak itu bahkan melindungimu dan mengirimmu kesini. Karena itu jangan terlalu keras padanya Elis, dia adalah anak yang baik." Killua berbicara dengan lembut sambil menenangkan mantan istrinya yang terlihat sangat terpukul. Elizabet hanya terus menangis sambil memeluk mantan suaminya. Sebenarnya wanita itu masih sangat mencintai cinta pertamanya itu. Hanya saja jalan yang dilalui Killua terlalu gelap dan semua itu berdampak pada seluruh keluarga. Karena alasan itu, Elizabet memilih untuk berpisah demi melindungi Lika. Wanita itu berpikir, meskipun dia dan Lika diperlakukan buruk oleh keluarga Lombardi, setidaknya Lika tetap aman dari para penjahat. Tapi sekarang wanita itu akhirnya menyadari kalau keputusan yang dia ambil beberapa tahun lalu adalah keputusan yang salah. Karena orang yang terlihat baik sekalipun, bisa jadi penjahat jika ada kesempatan. "Sekarang Lika ada dimana?" tanya Elizabet sambil sesenggukkan. "Dia sedang aku sembunyikan di tempat yang aman. Polisi tidak akan bisa menangkapnya." balas Killua berbohong. Dia tidak ingin membuat Elizabet khawatir. "Syukurlah!" Elizabet terlihat sangat lega. Keduanya lalu berbincang banyak hal setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Killua juga menjelaskan hubungannya dengan Mei Ling yang memang murni karena urusan bisnis saja. Saat ini wanita itu juga sedang mendekam di dalam penjara karena terlibat korupsi yang dilakukan oleh ayahnya. Killua berharap hubungannya dengan Elizabet bisa diperbaiki meskipun mereka sudah berpisah bertahun-tahun. Dan mendengar kabar mengenai hubungan kedua orang tuanya yang kembali membaik, Lika sangat senang dan penuh semangat. Saking semangatnya dia sudah berada di kantor Lord Game satu jam sebelum tempat itu buka. Lika memang dijadwalkan untuk wawancara lebih dulu dibanding Killian dan yang lain. Karena Lika pandai menggambar, dia akan di tempatkan di bagian desain. Sementara Killian dan yang lain akan masuk bagian pembuatan game. Rencana itu bisa terlaksa dengan baik karena Theia sudah memasukkan orang ke dalam Lord Game jauh sebelum kasus pembunuhan itu terjadi. Menyadari itu, Lian yakin sekali ada yang tidak beres dengan perusahaan Game terbesar di London itu, meskipun Theia belum memberikan keterangan lengkap tentang perusahaan itu. "Selamat pagi, nama saya Rony Kruger. Saya akan menjadi bagian dari divisi sepuluh. Mohon bantuannya." Killian memperkenalkan dirinya dengan nama penyamaran baru dan penampilan laki-laki kantoran dengan kaca mata tebal. Laki-laki itu melirik Lika yang sudah duduk di mejanya sambil menggambar karakter Game. Semangat di dalam dirinya menggebu, karena petualangan baru akhirnya dimulai di tempat yang baru. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD