“Temukan siapa pemiliknya dan bawa dia kemari!” perintah Sean dengan tegas.
Bima menatap kaget ke arah atasannya. Bukan karena dia tidak mau untuk melaksanakan perintah atasannya, tapi dengan modal sebuah kancing baju saja, Bima menjadi ragu apakah dia bisa menemukan orang yang sedang dicari atasannya itu.
Bima menatap ke arah kancing itu lalu kembali ke wajah tampan Sean, “Saya harus mencari pemilik diri kancing baju ini, Pak?” tanya Bima mengulang permintaan atasannya.
“Iya. Emang kenapa?” Ada getaran keraguan di dalam suara Sean.
“Maaf Pak, tapi ini hanya sebuah kancing dari kemeja murah. Saya yakin kalau kemeja Ini diproduksi masal dan pasti banyak sekali pemiliknya. Apakah Bapak punya petunjuk lain untuk mencari orang yang ingin Bapak temukan?” tanya Bima yang juga ragu dia akan bisa menemukan orang pemilik dari kancing kemeja itu.
“Nggak ada. Aku nggak punya petunjuk lain selain kancing itu."
Sean melihat ke arah kancing baju itu, "Aku memang agak pesimis kalau kita bakal bisa nemuin pemilik dari kancing itu, tapi apa salahnya kalau kita coba dulu.”
“Saya akan mencobanya, Pak. Saya akan mencoba mencari tahu ... tapi pastinya ini tidak akan mudah.”
Sean menganggukkan kepalanya. Dia mengerti dengan apa yang dikatakan oleh asisten pribadinya itu. Hanya berbekal kancing dari kemeja murah, pasti akan seperti mencari sebuah jarum di tumpukan jerami.
Tapi Sean herharap, agar dia bisa menemukan lagi wanita malamnya itu. Sean masih sangat khawatir dengan masa depannya saat ini.
Sean melihat ke arah Bima, “Sebenarnya ada petunjuk lain yang aku miliki tentang orang itu.”
“Apa itu, Pak? Mungkin petunjuk ini akan lebih membuat saya mudah untuk menemukan orang yang Bapak cari.” Bima antusias untuk mendengarkan petunjuk lain dari atasannya itu.
Sean sedikit ragu untuk membagi cerita malamnya itu. Namun dia juga ingin segera menemukan siapa wanita yang sudah menemaninya di malam itu.
“Pemilik kemeja itu adalah wanita yang ada sama aku di hotel pada malam itu,” ucap Sean memberikan petunjuk kedua.
“Wanita yang bersama Pak Sean? Maksud Bapak malam yang Bapak menginap di hotel itu, Pak?” tanya Bima ingin memastikan berbalut rasa kaget.
“Iya.”
“Apa! Pak Sean sama orang lain malam itu?” ucap Lisa kaget ketika dia tidak sengaja mencuri dengar penuturan Sean tanpa sengaja.
Lisa yang tadinya hendak masuk ke dalam ruang kerja Sean, langsung mengurungkan niatnya itu. Dia segera kembali lagi ke meja kerjanya karena dia masih syok dengan kabar yang baru saja dia dengar secara tiba-tiba.
Tubuh Lisa bergetar mendengar pernyataan tidak terduga dari Sean tersebut. Dia tidak menyangka kalau obat yang dia masukkan ke dalam minuman Sean itu benar-benar bereaksi hingga membuat pria itu menghabiskan malam dengan wanita yang sampai saat ini tidak diketahui jati dirinya.
“b******k! Siapa orang yang berani tidur sama Pak Sean malam itu. Aku harus cari orang itu, pasti aku bisa nyari orang yang udah berani ngegagalin rencana aku itu!” ucap Lisa bertekad untuk mencari wanita yang sudah bersama dengan Sean malam itu.
“Tapi aku nyarinya di mana ya? Pak Sean aja nggak ingat siapa orangnya. Padahal dia yang udah semalaman bareng sama orang itu, lah terus aku nyarinya harus gimana dong? Aduh Pak Sean ini emang ada-ada aja deh. Eh ... tapi kalau emang Pak Sean aja nggak ingat siapa orang yang udah tidur sama dia malam itu, berarti kan kecil kemungkinan Pak Sean bakal ketemu lagi sama orang itu. Ah, berarti kayaknya orang itu emang bukan ancaman yang cukup berat buat aku.”
Lisa menjadi sedikit terhibur ketika dia juga mengetahui fakta kalau Sean juga lupa pada sosok wanita yang menghabiskan malam dengannya. Bahkan Sean hanya memiliki satu buah kancing dari kemeja yang murah. Pastinya Bima juga akan semakin sulit untuk menemukan orang yang sedang dicari atasannya itu.
Lisa memilih untuk menunda masuk ke dalam ruang kerja Sean sambil menunggu Bima keluar dari ruangan itu. Dia kini memilih mendengarkan musik sambil mengerjakan sisa pekerjaannya lagi.
Ketika Lisa sedang asyik sendiri setelah dia menyadari kalau Sean tidak akan menemukan wanita malamnya, Sean masih berkutat dengan Bima untuk mencari solusi tentang mencari wanita yang diinginkan Sean itu.
Namun sayangnya hingga saat ini tidak ada petunjuk yang memudahkan Bima mencari wanita si bos. Bahkan wajah si wanita pun, Sean tidak ingat.
“Pak, apa tidak ada barang lain yang bisa saya jadikan petunjuk?” tanya Bima mencoba mengorek petunjuk lain.
“Gak ada. Aku hanya sedikit mengingat aroma parfum tubuh wanita itu. Dan anehnya, hari ini aku mendapati parfum itu dipakai seseorang di kantor ini,” jawab Sean.
“Siapa, Pak? Siapa yang memakai parfum itu?” Bima tertarik dengan petunjuk baru dari Sean.
“Aku juga tidak tau. Aku juga cuma nyium aroma itu sekilas aja. Tapi aku juga gak tau siapa orangnya.”
“Apa Bapak tau itu aroma parfum apa?”
“Gak tau. Sepertinya itu juga parfum biasa. Aku gak kenal aroma parfum itu. Kayaknya itu bukan parfum dari brand mahal.”
Bima melepas napasnya dengan berat. Dia yang tadinya sangat bersemangat akan segera menemukan wanita itu, kini seolah kembali ke posisi awal, karena petunjuk itu tidak membantu sama sekali.
Sebuah kancing dari kemeja biasa dan juga parfum bukan dari brand ternama, pasti akan sulit untuk dia temukan. Hampir sebagian besar karyawan yang ada di perusahaan ini memakai barang dari brand menengah. Pasti akan sulit sekali dan tidak akan mungkin Bima bertanya satu persatu pada karyawan yang ada di perusahaan.
Seandainya barang yang dikenali oleh Sean itu dari brand mahal, pasti akan mudah menyisirnya. Karena pemakai brand mahal di kantor ini jumlahnya sangat terbatas dan Bima akan lebih mudah untuk menentukan target pencariannya.
Dua orang pria itu kini berkutat dengan pikiran mereka masing-masing. Mereka seolah sedang mencari cara untuk menemukan wanita yang sedang dicari oleh Sean saat ini. Bima juga masih mencoba untuk bertanya kepada Sean tentang ingatan yang dimiliki Sean tentang wanita itu meskipun kemungkinannya masih sangat kecil.
“Oh iya, ada satu lagi yang aku baru ingat,” ucap Sean sambil menatap ke arah Bima.
“Apa itu, Pak?” Bima sangat antusias.