Bab 7. Prediksi

1246 Words
“Oh iya, ada satu lagi yang aku baru ingat,” ucap Sean sambil menatap ke arah Bima. “Apa itu, Pak?” Bima sangat antusias. Bima menatap serius ke arah atasannya, berharap petunjuk yang diberikan oleh Sean kali ini bukanlah sebuah petunjuk abal-abal yang tidak ada artinya sama sekali. Bima sangat berharap kalau petunjuk ini akan membawa dirinya sedikit mudah untuk mencari orang yang sedang dicari oleh Sean. “Jaket. Jaketku nggak ada, pasti dia ambil jaket aku waktu dia pergi dari hotel,” ucap Sean yang sangat yakin kalau wanita malamnya itu yang membawa jaketnya pergi. “Jaket? Jaket yang mana, Pak?” Bima ingin petunjuk yang lebih spesifik. “Jaket yang aku beli kemarin waktu kita tugas ke Singapura.” “Oh jaket itu, saya ingat dengan jaket itu. Bapak yakin kalau jaket itu dibawa oleh wanita yang meninggalkan, Bapak?” “Yakin banget. Aku masih ingat kalau malam itu aku datang ke pesta pakai jaket itu. Dan paginya jaket itu udah nggak ada.” Bima terdiam sesaat, “Sepertinya wanita yang malam itu bersama dengan Pak Sean bukanlah wanita baik-baik, Pak. Kalau dia wanita baik-baik, pasti dia tidak akan mengambil barang milik Bapak tanpa izin.” Bima memberikan penilaian tentang kejadian yang menimpa atasannya. “Bisa jadi sih tapi waktu aku cek ponsel, aku sama sekali nggak ngeliat kalau aku hubungin nomor orang lain yang nggak aku kenal. Bahkan aku juga nggak tahu perempuan itu datang dari mana. Atau bisa jadi dia bawa jaket aku buat jaminan.” Sean sedikit setuju dengan ucapan asisten pribadinya tadi. “Jaminan untuk memeras Bapak maksudnya,” tebak Bima. “Bahkan mungkin bisa lebih besar dari itu. Aku curiga dia bakal memanfaatkan ini untuk mencari popularitas. Atau dia mungkin berencana untuk menghancurkan nama baik aku dengan menggunakan bukti jaket itu.” Sean mengungkapkan dugaannya. “Tidak bisa dibiarin kayak gini, Pak. Pak Sean pasti akan sangat dirugikan sekali kalau sampai ada orang yang melakukan hal itu. Tapi kira-kira siapa Pak yang berniat melakukan hal itu ke Bapak.” “Itu yang aku nggak tahu. Coba kamu selidiki, siapa saja tamu undangan pesta malam itu. Karena aku juga ngerasa minuman yang aku minum malam itu kayak udah dikasih obat perangsang. Sepertinya orang itu sengaja jebak aku dan siapkan wanita untuk aku juga.” Bima kaget dengan apa yang dikatakan oleh Sean. Dia tidak menyangka kalau akan terjadi sesuatu yang sangat buruk pada atasannya pada malam itu. Seandainya saja malam itu dia tidak sakit, pasti dia akan bisa melindungi seam seperti biasanya. Bima yang sangat tahu bagaimana Sean meniti karirnya dari awal hingga sampai saat ini, ikut merasa kesal ketika ada orang yang ingin menghancurkan Sean dengan cara kotor seperti ini. Dia berjanji akan segera menemukan orang yang sudah mencuri jaket milik atasannya itu. “Saya akan awasi semua media, siapa tahu orang itu nanti tiba-tiba muncul. Selain itu saya juga akan menyelidiki apa saja yang sudah terjadi di hotel itu selama Bapak masih ada di sana. Semoga saja jaket itu bisa segera muncul karena jaket itu adalah produk terbatas, jadi tidak mungkin banyak orang yang memilikinya.” Bima ingin segera menemukan orang itu. “Iya, kamu benar. Jaket itu pasti bakal jadi petunjuk buat kita awasi dan selalu waspada ... jangan sampai kita kecolongan. Segera temukan orang itu dan bahwa dia ke hadapanku!” perintah Sean sambil sedikit menyipitkan matanya. “Baik Pak, saya akan segera menyelidikinya. Kalau begitu saya permisi dulu.” Bima segera pergi meninggalkan ruang kerja atasannya itu. Dia ingin membiarkan Sean sendirian dan memulai pencariannya agar wanita misterius itu bisa segera mereka temukan. Sean masih duduk sambil berpikir keras tentang sosok wanita malamnya itu. Tidak bisa dia pungkiri kalau wanita itu memberikan kepuasan yang hebat bagi dirinya. Sean memang bukanlah orang suci yang tidak pernah mencicipi tubuh seorang wanita. Tapi entah mengapa kepuasan yang dia dapatkan dari wanita malam itu, terasa berbeda jika dibandingkan saat dia bersama dengan wanita yang pernah dia sewa. Terlebih lagi noda darah yang diyakini oleh Sean adalah darah keperawanan dari wanita itu, semakin membuat Sean geram. Karena selama ini Sean tidak pernah tidur dengan wanita yang masih perawan. “Aku bakal cari kamu. Sebentar lagi kamu pasti bisa aku temukan!” ucap Sean sambil menggenggam pena di tangannya dengan sangat erat. Ketika Sean masih kebingungan dengan sosok wanita misteriusnya, Ellena tengah disibukkan dengan rutinitas kantor yang sepertinya hari ini bertambah banyak. Padahal dia hanya izin tidak masuk satu hari, tapi sepertinya pekerjaan itu menumpuk sangat banyak. “Ell, udah beres belum? Balik yuk,” ajak Vira yang pekerjaannya sudah selesai. “Bentar dulu, aku masih ada pekerjaan yang harus aku beresin hari ini. Soalnya besok mau dipakai Bu Siska rapat pagi,” jawab Ellena sambil melihat sekilas ke arah Vira yang duduk di depannya. “Emang masih banyak banget ya, Ell?” “Masih lumayan. Nih masih ada dua berkas lagi yang numpuk di sini,” jawab Ellena sambil menepuk dua map yang ada di samping laptop kerjanya. “Kalau misalnya aku pulang duluan gitu gimana? Soalnya aku janji sama adikku mau pergi bareng habis ini.” Vira merasa tidak enak kalau dia harus meninggalkan Ellena sendirian di sana. Ellena mengangkat pandangannya, “Eh, nggak apa-apa kali kamu pulang duluan. Aku ntar juga bisa pulang sendiri kok, jangan anggap aku kayak anak kecil dong.’ “Beneran nih nggak papa?” tanya Vira memastikan. “Iya, beneran. Lagian entar jam 7 kan masih ada mobil jemputan kantor yang bakal keluar. Entar aku nunggu itu aja.” Ellena ingin memastikan agar Vira tidak khawatir kepadanya. “Oke deh, kalau gitu. Kalau ntar sampai jam 7 kamu belum selesai juga, mendingan kamu bawa pulang aja Ell kerjaannya. Kan lebih tenang kalau kamu kerjain di rumah. Jangan pulang malam-malam loh ya,” pesan Vira sebelum dia meninggalkan sahabatnya itu. “Beres, Bu. Udah sono pergi, ntar malah ketinggalan mobil kantor loh.” Ellena menyuruh Vira agar bisa segera pulang lebih dulu. Dengan berat hati Vira meninggalkan sahabatnya itu sendirian. Meskipun di ruang kerja mereka masih ada beberapa karyawan yang bekerja lembur, namun biasanya mereka selalu pulang kantor bersama-sama. Setelah melambaikan tangannya pada Vira yang akan pulang lebih dulu, Ellena memilih untuk kembali berkutat dengan pekerjaannya. Dia ingin segera merampungkan tugasnya agar kalaupun nanti dia harus lembur di rumah, sisa pekerjaannya tidak akan banyak lagi. Tanpa terasa alarm ponsel Ellena berbunyi. Wanita cantik itu tadi memang sengaja memasang alarm ponselnya sebelum jam 7 malam, agar dia tidak ketinggalan mobil kantor. Ellena pun segera bersiap untuk pulang dan membereskan meja kerjanya. “Duh, laper. Habis ini beli makan sekalian lah,” ucap Ellena yang mendengar suara cacing di perutnya. Ellena keluar dari lift sambil bersenandung. Dia berjalan santai menuju lobi kantor yang akan mengantarnya ke pintu khusus karyawan menunggu mobil jemputan kantor. Langkah kaki Ellena melambat, ketika dia melihat ada sosok Sean sedang berdiri berbincang bersama salah satu manajer perusahaan ini. “Ngapain sih aku pakai takut segala sama orang itu. Lagian nggak mungkin juga kan Pak Sean bakal ngenalin aku. Udah ah, santai aja,” ucap Ellena yang kemudian segera mempercepat langkah kakinya lagi. Sean yang sedang berbincang dengan salah satu manager kantornya, sedikit terganggu ketika Ellena lewat. Bukan sosok Ellena, tapi aroma parfum yang sangat dia kenali itu kembali menguar di indra penciumannya. Sorot mata Sean langsung menangkap sosok Ellena yang kini mulai berjalan menjauh darinya. Kondisi lobi juga tidak terlalu ramai dan Sean sangat yakin kalau aroma itu keluar dari tubuh Elena. “Heh, kamu. Berhenti!” panggil Sean sedikit berteriak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD