Bab 12. Cerita Lisa

1182 Words
“Apa ini Elll?” tanya Lisa. Mendengar apa yang dikatakan oleh Lisa, Ellena segera menoleh ke arah temannya itu. Matanya langsung terbelalak lebar melihat Lisa memegang sesuatu di tangannya. Lisa menunjukkan pil penunda kehamilan yang sempat dibeli oleh Ellena di apotek beberapa hari lalu. Dia sepertinya lupa menyimpan pil itu di tempatnya, sehingga Lisa bisa menemukannya. “Loh, kok ada di sini sih. Sembarangan aja deh naruhnya,” ucap Ellena berusaha untuk tetap tenang agar Lisa tidak curiga kepadanya. Punya siapa sih, Ell? Bukannya itu kayak pil KB ya?” tanya Lisa yang tidak menyangka dia akan menemukan barang seperti itu di kamar Ellena. “Punya salah satu anak di sini,” jawab Ellena yang kemudian segera memasukkan pil itu ke dalam laci meja yang ada di kamarnya. “Punya anak di sini? Kok ada di lemari kamu? Itu bukan punya kamu kan, El?” selidik Lisa. Ellena menoleh ke arah Lisa, Menurut kamu, orang kaya aku butuh ya pil kayak gitu?” Ellena meminta pendapat dari temannya itu. Lisa mencebikkan bibirnya, “Iya juga sih. Terus temen kamu kenapa bisa titipin pil itu di sini.” Lisa meraih satu buah kaos milik Ellena lalu berjalan ke arah kamar mandi. “Kemarin mamanya datang dan dia titip itu di sini. Aku lupa kasihin ke dia, soalnya sampai sekarang dia belum balik. Ikut Mamanya nginep di hotel,” jawab beralasan. “Oalah . kirain punya kamu. Pergaulan anak sekarang emang aneh-aneh ya. Pinginnya enak-enak, tapi nggak siap kalau ada resikonya.” Ellena merasa lega karena sepertinya Lisa tidak curiga kepadanya. Selama ini dia memang dikenal sebagai orang yang sedikit anti pada laki-laki. Meskipun ada beberapa rekan kerjanya yang ingin dekat dengan Ellena, namun hingga saat ini Ellena belum tertarik untuk menjalin hubungan asmara dengan lawan jenis. Ellena meneruskan makannya sambil menunggu Lisa berganti pakaian. Dia tidak ingin terlihat gugup di depan Lisa, karena insiden pil KB itu sudah bisa dia bereskan. Lisa keluar dari kamar mandi setelah dia berganti pakaian. Dia langsung duduk kembali di tempatnya tadi tanpa curiga sedikit pun pada Ellena. Dia selalu percaya pada temannya itu, karena Ellena memang sangat polos dan sedikit susah untuk berlama-lama dekat dengan lawan jenis. “Eh Lis, kemarin beneran ya katanya ada kejadian di kantin antara Pak Johan sama Pak Sean?” tanya Ellena yang berusaha mencari topik pembicaraan. “He em. Aku juga kaget sih kenapa Pak Johan sampai kayak gitu ke Pak Sean. Kan Pak Sean datang cuma buat sidak doang, tapi kayaknya Pak Johan sengaja cari masalah gitu,” jawab Lisa yang saat itu memang dia sedang ada di sana. “Berarti benar ya Pak Johan dipermalukan sama Pak Sean di sana? Emangnya Pak Sean beneran sering makan di kantin?” tanya Ellena ingin tahu. “Kalau soal ini aku nggak yakin sih. Soalnya Pak Sean itu jarang banget makan siang. Kamu tahu sendiri kan kalau orang itu gila kerja banget, jadi kadangan dia makan siangnya suka terlambat gitu ... atau mungkin malah nggak makan siang.” “Masa sih? Emang dia nggak laper sampai nggak makan siang gitu. Aku aja sampai oleng tahu kalau sampai nggak makan siang.” “Ya aku juga nggak tahu juga. Tapi selama aku jadi sekretarisnya, aku emang jarang banget sih ngeliat Pak Sean pesan makan. Mungkin orangnya emang kayak gitu kali, jarang makan. Eh ... ngomongin soal Pak Sean ada sesuatu yang kemarin sempat bikin aku kaget loh.” Lisa mulai bercerita pada Ellena. “Emang ada apa?” tanya Ellena sambil menyandarkan punggungnya di dinding kamar Setellah dia selesai makan. Sebelum bercerita, Lisa membersihkan mulutnya dulu dari sisa makanan dengan air putih. Dia kemudian menegakkan punggungnya karena berita yang akan dia sampaikan ini cukup serius. Meskipun dia sempat menganggap kalau Sean tidak akan mungkin bisa menemukan wanita yang diajari saat ini, tapi tetap saja hal itu mungkin bisa jadi ancaman untuk dia mendekati Sean. Lisa sangat ingin mendapatkan cinta dari Sean, karena bagi Lisa, Sean adalah sosok yang tepat dan sempurna untuk membuatnya bahagia. “Tempo hari aku sempat dengar kalau Pak Sean lagi nyari seseorang.” Lisa mulai bercerita. Mendengar apa yang dikatakan oleh Lisa, Ellena langsung panik. Dia tidak menyangka kalau Sean benar-benar akan mencarinya. “Nyari siapa, Lis?” tanya Ellena berusaha tetap terlihat tenang. Lisa sedikit mencondongkan badannya ke depan, agar dia bisa lebih dekat dengan Ellena. “Tapi jangan bilang siapa-siapa ya, termasuk sama Vira,” pinta Lisa. “Aman, bakal aku simpan sendiri. Emang Pak Sean lagi nyari siapa sih?” Ellena berharap itu bukan dia. “Waktu itu aku nggak sengaja dengar Pak Sean cerita sama Pak Bima. Ternyata ... waktu malam aku nemenin Sean ke pesta di hotel itu, ternyata Pak Sean tidur sama perempuan di hotel tau gak,” ucap Lisa berbagi cerita dengan sahabatnya. Bagai dipukul oleh paku godam, Ellena sangat kaget mendengar cerita dari Sean. Dia tidak menyangka kalau atasannya itu akan mencarinya. Padahal selama ini dia mendengar kalau Sean biasa menyewa banyak wanita malam. Ellena yang sempat tenang karena Sean tidak akan mungkin mencarinya, ternyata kini harus kembali lebih waspada. Ternyata Sean benar benar mencarinya dan dia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh pria itu pada dirinya. “T-trus apa Pak Sean tahu siapa orang yang dia tiduri itu?” tanya Ellena dengan sedikit tergagap. “Enggak. Kayaknya Pak Sean gak inget. Soalnya waktu itu aku dengar Pak Sean nyuruh Pak Bima nyari orang itu, hanya dengan berbekal satu buah kancing baju. Mana itu kancing dari baju murah lagi. Aku sih pesimis ya Pak Sean bisa nemuin perempuan itu, soalnya petunjuknya dikit banget.” ‘Kancing. Apa kancing baju aku masih ada yang ketinggalan di sana? Ya ampun ... semoga aja apa yang dibilang sama Lisa ini semua benar,’ ucap Ellena dalam hati. “Kalau menurut kamu gimana, Ell?” tanya Lisa tiba-tiba. “Hah, apanya?” tanya Ellena sedikit kelabakan. “Ya soal Pak Sean itu. Kira-kira menurut kamu, dia bakal nemuin perempuan itu nggak?” “Oh, soal itu. Ya kalau petunjuknya cuma kancing dari baju murah sih, kayaknya bakal agak sulit ya. Kan kamu tahu sendiri, kalau baju murah pasti produksinya massal, nggak mungkin juga kan kalau Pak Sean harus meneliti satu persatu siapa aja yang beli baju itu,” Ellena memberikan pendapatnya sekaligus mencoba untuk menghibur diri agar dia tidak takut dengan pencarian yang tampaknya sulit itu. “Setuju banget, aku juga mikirnya gitu sih. Pencarian ini bakal sia-sia aja. Tapi sebenarnya yang aku pikirin bukan itu.” Lisa setuju dengan alasan yang dikemukakan oleh Ellena. “Emang apalagi yang kamu pikirin.” “Alasan.” “Alasan?” Ellena menautkan dua alisnya. “Iya, alasan alasan kenapa Pak Sean sampai nyari perempuan itu. Apa perempuan itu terlalu cantik dan ngasih kepuasan ke Pak Sean sampai Pak Sean harus nyari dia sampai segitunya.” Ada nada tidak suka dalam ucapan Lisa. “Masa sih? Emangnya Pak Sean ngomong kayak gitu?” Ellena sedikit kepo. “Ya nggak gitu juga sih, soalnya Pak Sean waktu itu bilangnya pakai nada-rada emosi gitu. Jadi kayaknya mungkin perempuan itu dicari sama Pak Sean buat disingkirkan.” “Disingkirkan?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD