Masih di dalam dapur yang sangat hangat saat ini, Fathur masih saja menemani Sahda. Ia duduk di kursi minibar yang berada di dapur miliknya itu, dapur milik Sahda itu memang sedikit terbuka dan ornamen nya terlihat sangat elegan sehingga mereka dapat makan di atas meja yang berhadapan dengan kompor. “Sahda, kamu masih marah?” tanya nya. “Tidak,” “Jadi malam ini kita bisa ya?” “Bisa apa?” tanya Sahda. “Bisa ..” tangannya beradu satu sama lain, Sahda pun terlihat mengernyitkan dahinya. “Kenapa? Dosa loh menolak keinginan suami.” Sahda tertawa, “Egois sekali kamu, seorang istri dosa menolak keinginan suami. Lalu apakabar dengan yang kamu lakukan padaku di malam pertama?” tanya Sahda. “Sahda, aku mohon. Aku akan membatalkan semuanya, aku juga akan melupakan cintaku pada Sahra. Apa tid

