Tidak baik-baik saja

1493 Words
Telah terjadi masalah, pada salah satu pelanggan Hotel Nirwana yang memesan kamar Suit. Melihat seseorang menampar Ara, tentu saja membuat Windy segera menghentikannya agar masalahnya tak terdengar sampai ke telinga orang lain. "Nona, bagaimana kalau kita cari dulu liontinnya? Anda tidak bisa menuduh orang sembarangan!" Ujar Windy, berdiri di samping Ara. "Saya beri kalian waktu 15 menit untuk menemukan Liontin itu! Kalau dalam waktu 15 menit tidak ketemu, kalian harus ganti rugi!!!" Sentak Bella, dengan wajah emosi. Wanita itu lalu duduk di sofa dan menyilangkan kaki-nya dengan angkuh. Sementara Lia dan Windy mulai mencari Liontim tersebut, di tiap sudut ruangan kamar tersebut. Begitupun dengan Ara, yang ikut mencari juga setelah dirinya di rendahkan oleh Bella. Mulai dari pintu masuk, hingga ke toilet, Ara mencarinya dengan seksama dan tak melewatkan sedikitpun yang ia lewati. "Nona, apakah ini Liontinnya???" Teriak Lia, memegang sesuatu di tangannya dengan posisi meringkuk di bawah meja. Seketika Lia beralih menghampiri Bella dan menunjukkan benda di tangannya yang menunjukkan sebuah Liontin bebentuk daun. Bella pun tak segan untuk menyambar benda miliknya, yang ia kira hilang. Wajah-nya terlihat lega karena Liontinnya telah di temukan. Namun terlihat jelas dari wajahnya, bahwa tidak ada penyesalan atas tindakannya yang sempat menuduh Lia dan Ara. "Hah, syukurlah.. Rupanya anda benar-benar menjatuhkannya di bawah kolong meja" Ujar Windy, bersyukur. "Iya, kalian boleh pergi sekarang!" Katanya masih terdengar angkuh. Windy dan Lia pun berlalu dari tempat itu, namun tidak dengan Ara. Hal itu membuat Windy dan Lia menghentikan kembali langkahnya. "Sepertinya anda lupa sesuatu?" Ucap Ara. "Apa lagi??? Jangan-jangan Lo mau uang!" Sergah Bella, meninggikan suaranya. Ara tersenyum tipis, menatap rendah kelakuan Bella Clarissa. "Bukannya anda harus minta maaf?" "Apa Lo bilang? Minta maaf??? Emang lo siapa? Pergi sana!" Cetus Wanita itu, masih dengan tabiat buruknya. Melihat itu, Ara hanya menggelengkan kepalanya dan menatap sinis Bella. Sebagai orang kecil, atau lebih tepatnya orang miskin, ini bukan yang pertama kalinya Ara mendapat perlakuan seperti ini saat bekerja paruh waktu. Hanya saja, kali ini Ara terlihat sangat marah. Selain di tuduh sebagai pencuri, Ara bahkan telah menerima tamparan hingga membuat pipinya memerah. Wanita itu tersenyum sinis, seolah sedang mengumpat Bella dalam hatinya. "Pergi nggak!!!" Sentak Bella, sekali lagi. Rupanya Ara sedang berpikir, bagaimana cara memberi pelajaran pada Wanita menyebalkan ini. Kebetulan sekali, Bella sedang memegang segelas Wine di tangannya. Ara lalu berjalan keluar, dan ketika melewati Bella, ia menyenggol pundaknya hingga membuat Wine tersebut tumpah dan mengenai pakaian Bella. "Heh, sialan! Lo buta??? Baju Gue jadi kotor kan. Lo ngga tau berapa harga baju ini???" Kedua mata Bella, kini kembali melotot. "Opps, sorry mata saya bureng habis kena tamparan. Aduhh, kepala saya juga pusing!" Dengan nada mengejek, Ara keluar dari ruangan itu tanpa rasa bersalah. Bella pun sangat emosi, karena ia baru saja mengganti pakainnya. Terlebih, pakaian yang ia pakai bermerk brand luar negeri. *** Malam ini, Malvin kembali berkumpul dengan sekawanan-nya di rumah Edo. Hubungan mereka sangat dekat, bahkan para orang tua-nya pun mengenal mereka satu sama lain. Namun begitu tidak dengan Malvin, di karenakan Orang tua Malvin jarang di rumah, sehingga teman-temannya hanya mengenal lewat cerita Malvin saja, tanpa pernah bertemu. "Do, Hp Lo bunyi terus tuh. Berisik banget!" Timpal Juan, merasa bising. Lalu, Edo pun melihat ponselnya sejenak. "Oh, ini cewek yang kemarin di Bar. Dia ngajak ketemuan nih. Gimana? Kita ayoin apa nggak nih?" Ujar Edo, tersenyum puas. "Boleh juga. Eh tapi suruh dia bawa temen-temennya juga dong, kita kan berempat!" "Sip, bisa di atur itu. Haha!" Edo pun mengirim pesan pada Wanita yang kemarin mereka temui di Bar. Edo dan Juan tampak bersemangat sekali, berbeda dengan Panca dan Malvin. Mereka hanya sibuk mabar, dan sama sekali tidak memikirkan soal Wanita. "Woy, Clubing yuk!" Ucap Edo, mengajak Panca dan Malvin. "Ah, gilaaa... Jam segini ke clubbing! Sinting Lo" Cibir Panca, masih fokus dengan ponsel-nya. "Ayoklah, nikmati masa-masa setelah lulus apa salahnya sih!" Disana, Edo-lah yang paling berambisi. "Ya tapi ngga sekarang juga, Do. Bentar lagi lah!" Tutur Malvin, dengan suara rendah. "Nah gitu, dong. Gue siap-siap dulu ah, mau ketemu cewek biar cakep!" Katanya, sambil berlalu meninggalkan Panca dan Malvin, menuju ke kamar. Edo tampak tidak kapok, setelah membuat keributan karena mabuk. Efek sampingnya saat mabuk ialah membuat gara-gara, dengan mengatakan hal buruk atau mengumpat pada orang lain. Di usianya yang baru lulus kuliah, bukannya memikirkan rencana hidup selanjutnya, mereka malah sibuk bersenang-senang sampai bermabuk-mabukkan. Namun, memang tidak ada yang perlu mereka khawatirkan. Karena mereka berasal dari keluarga yang sangat berada. * Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 12 malam. Edo dan teman-teman pun sepakat untuk datang lagi ke Bar n Lounge yang semalam mereka datangi. "Do, awas ya kalau Lo buat keributan lagi. Mending Gue pura-pura ga kenal lo!" Ancam Panca, agar Edo lebih menjaga sikapnya. "Iya, nca tenang aja astaga. Udah kayak Pak Polisi Lo ngancem-ngancem Gue" Jawab Edo, berjalan memasuki Bar tersebut. Mereka kini telah duduk di meja pilihan mereka. Seperti biasa, suara alunan musik jedag jeduk membuat Semua orang yang ada di sana secara otomatis menggerakkan tubuhnya. Seolah membawanya untuk berjoget. Kali ini, Edo terlihat sedang sibuk dengan ponselnya, sambil sesekali memerhatikan sudut lain. "Eh, Gue mau nyamperin Dina, kalian mau ikut nggak?" Ucap Edo, bersemangat. "Woy, Gue ikutlah. Siapa tau mereka bawa teman-teman cewek-nya!" Sahut Juan, yang tak kalah semangatnya dari Edo. "Kalian tunggu sini dulu ya, kalau Dina bawa temen cewek, Gue kenalin ke kalian deh!" Tutur Juan, sebelum meninggalkan Malvin dan Panca. Mereka berdua pun saling menatap bingung, karena tak mengerti dengan yang Juan dan Edo bicarakan. "Nca, Dina siapa sih?" Tanya Malvin. "Njir, mana Gue tau. Pesan minum yuk, Ah!" Panca pun beranjak, membawa Malvin ke depan meja bartender. Disana, Malvin hanya melihat seorang bartender Pria dan tak menemukan keberadaan Ara. "Mas, Cola satu ya!" Ujar Panca, pada seorang bartender. "Lo mau minum apa Vin?" "Lo ngga pesan alkohol?" "Njir di tanya malah nanya!" Cibir Panca. "Haha, Gue Samain aja sama Lo!" Sahut Malvin, sambil memberi isyarat pada bartender untuk membuatkan air soda lemon untuknya. "Sebenarnya Gua agak ngeri sama Edo, Vin. Apalagi setelah keributan semalam!" Ucap Panca, tiba-tiba. "Emang semalam ribut karena apa?" "Gue juga ngga tau pasti, karena gue mabuk. Menurut cerita dari Edo sih, pihak sana yang duluan rese. Tapi Lo tau sendiri kan gimana Edo kalau mabuk? Makanya malam ini Gue ga mau minum, takutnya ada keributan lagi!" Tutur Panca, menjelaskan detail-nya pada Malvin. Hal itu membuat Malvin kembali tersadar, bahwa di antara ketiga temannya, Panca-lah yang paling waras. "Yaudah, dia kan biasa begitu. Malam ini kita ngga usah minum, biar ngga terjadi hal yang ngga di inginkan" Sahut Malvin, menenangkan Panca yang kalut. "Alah, Lo juga nyebelin. Pulang ngga ngajak-ngajak, Gue jadi ikut terseret ke kantor polisi kan semalam!" Panca pun menggerutu, mengingat kejadian semalam. Ia mengira Malvin pulang lebih dulu, sehingga dirinya tak terseret. "Haha, sorry. Gue juga ngga sadar tiba-tiba di rumah!" Katanya, sambil sesekali melirik ke mejar bartender. Ia masih saja, belum menemukan keberadaan Ara. "Apa dia ngga berangkat?" Batinnya dalam hati. Tanpa sadar, Malvin mencari Ara. * Di sudut lain, Edo rupanya benar-benar bertemu dengan Dina dan teman-temannya. Mereka lebih dulu berkenalan satu sama lain, dengan ketiga teman Dina. Disana, Edo dan Juan tentu merasa senang karena bisa clubbing dengan Wanita cantik. "El, Lo masih kuliah atau udah lulus?" Tanya Juan, mendekati teman Dina yang bernama Elsa. Terlihat jelas, bahwa Juan tertarik dengan Elsa. "Eh, katanya kalian berempat. Kok cuma berdua?" Tanya Dina, terlihat kecewa. Apalagi, dia sudah membawa ketiga teman-nya. "Oh, mereka di meja sana. Kalau mau, ayo kita samperin mereka" Tutur Juan menyahuti. "Oke..." Mereka lalu berencana menghampiri Panca dan juga Malvin. Tak lama kemudian, Edo berhasil membawa 4 Wanita cantik dan Seksi menghampiri dua teman lainnya, yaitu Panca dan Malvin. Disana, ke empat Wanita itu terperangah bertemu dengan Malvin karena sangat tampan. "Waduh, kenapa Edo bawa pasukan ani-ani kesini sih?" Bisik Panca, ke telinga Malvin. "Gue juga ngga tau, Njir!" Sahutnya, secara bisik-bisik. "Nah, Cuy.. Ini Dina sama teman-temannya" Ujar Edo, menunjukk ke arah Dina dan teman-temannya. Panca pun mengangguk dan menatap satu persatu ke empat Wanita itu. Namun tidak dengan Malvin, ia hanya meneguk minuman soda-nya yang hampir habis. Selain itu, Malvin juga mengunyah Es batu. "Kebiasaan banget Lo, ngunyahin batu es!" Celetuk Juan. "Nama Gue Dina..." "Gue Elsa.." "Gue Rizka.." "Gue Vanya.." Satu persatu dari mereka berkenalan dengan Panca. Wanita bermama Rizka terlihat tertarik dengan Panca. "Nama Lo siapa?" Tanya Vanya, yang tentunya tertarik dengan Malvin. "Vin, Gue tau Lo kulkas. Tapi cairin dikit ya kali ini" Bisik Edo. "Gue Malvin!" Sikap dingin dan acuh Malvin, sama sekali tak membuat mereka ilfeel. Apalagi Vanya, Pria itu justru telihat keren. "Nah sekarang kan udah saling kenal. Sekarang kita buka table dan pesan minuman yuk! Gue yang traktir deh" Ujar Edo, merangkul Dina dengan lugas. Mereka lalu bersama-sama menuju ke meja pilihan mereka. Bersamaan dengan itu juga, Malvin melihat Ara yang baru saja tiba di Bar. Malvin mengernyitkan keningnya, karena Ara terlihat tidak baik-baik saja. "Apa dia baik-baik saja?" Gumam-nya, sambil memerhatikan Ara.. - - NEXT---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD