Ada Pertemuan

2017 Words
Sherlin duduk dihadapan macbook-nya sembari menatap kosong tulisan untuk novel ketiganya yang bahkan baru mencapai bab satu. Ibu jari dan jari telunjuknya menyentuh bagian bawahnya yang kering dan berusaha menyabutinya tanpa sadar—kebiasaan jelek Sherlin memang, tapi susah untuk merubahnya, Sherlin selalu menyentuh bibir bagian bawahnya ketika sedang berpikir. Ia bingung sekarang bagaimana melanjutkan tulisannya. Stuck, adalah hal yang paling Sherlin benci dari menjadi seorang penulis. Sudah banyak adegan di cerita-cerita sebelumnya ia buat, terutama adegan ranjang. Dan sekarang Sherlin bingung ia harus membumbui ceritanya dengan adegan ranjang seperti apa lagi jika tokohnya adalah seorang wanita yang sangat mandiri harus menikah paksa dengan seorang lelaki yang banyak tingkah, cerewet, dan menyebalkan. Cerewet dan menyebalkan. Gerakan tangan Sherlin di bagian bawah bibirnya langsung terhenti, digantikan dengan menggigit ujung bibirnya. Ia tiba-tiba saja teringat kejadian kemarin ketika berada di lift FISIP bersama lelaki cerewet dan menyebalkan yang mengetahui identitas aslinya. "Mau lo apa sih sebenarnya?!" Tanya Sherlin pada saat itu. "Mau gue?" Nicholas memiringkan wajahnya dan mendekatkan tubuhnya kearah Sherlin, seperti ingin menciumnya. Dan tentu saja hal itu membuat jantung Sherlin berdegup kencang. Ia langsung memejamkan matanya dan Nicholas makin mendekat, hingga Sherlin dapat merasakan hembusan napas Nicholas di pipinya. "Masa penulis novel erotis gugup gini sih waktu di deketin cowok?" bisik Nic dan suara tawa itu membuat Sherlin langsung mendorong dada bidang Nicholas dengan keras. Nicholas lalu berdeham dan menghentikan tawanya ketika mendapatkan tatapan tajam dari Sherlin. "Masih nggak nyangka loh gue kalau penulis novel erotis ternyata cewek yang kelihatannya polos." Sherlin masih diam, membenarkan tatanan rambutnya, kemudian keluar dari lift. "Lebih baik lo diam kalau udah tahu siapa gue." Nicholas membuat gerakan seperti menarik resleting di depan bibirnya yang mengatup. Kemudian ia melambaikan tangannya. "See you again, Sherlin. Walaupun diri lo polos tapi cerita lo bikin libido gue naik." "Ihhh!" Sekarang Sherlin mengacak-ngacak rambutnya dengan kesal setelah mengingat perkataan blak-blakan Nicholas. Inilah kenapa Sherlin tidak mau mengungkapkan identitas aslinya sebagai seorang penulis. Selain karena tulisannya terkenal erotis, Sherlin juga tidak senang jika orang lain membahas tentang tulisannya secara langsung dihadapan Sherlin. Itu hanya terdengar... aneh bagi Sherlin. "Sherlin?" pintu kamar tiba-tiba terbuka dan mamanya melongokkan kepala dari celah pintu. Sherlin menghela napasnya. "Ma, harus berapa kali sih Sherlin bilang untuk ketuk pintu dulu?" "Alah, lagian kamu ngapain sih?" mamanya langsung memasuki kamar dan Sherlin buru-buru menutup layar macbook-nya. "Lagi ngerjain tugas." Jawabnya berbohong. "Nugas terus ih kamu. Temenin mama jalan-jalan yuk ke mall." Sherlin terdiam sejenak untuk berpikir, lalu melirik macbooknya yang tertutup. Ia sedang stuck dengan ceritanya, sedang kesal juga teringat Nicholas. "Oke deh." Jawabnya kemudian dan mamanya entah kenapa tersenyum begitu lebar serta penuh arti. "Dandan yang cantik ya sayang!" Sherlin hanya mengangguk sembari tersenyum. Kenapa tidak? *** "Sherlin!!!" Lengkingan suara mamanya membuat Sherlin buru-buru menuruni anak tangga dan menghampiri mamanya di teras rumah. "Iya-iya, ma. Ini Sherlin udah siap—" tapi ucapan Sherlin melambat ketika mamanya malah berjalan keluar dari pekarangan rumah dan membuka pintu penumpang mobil sedan mewah berwarna putih. Sherlin semakin heran ketika seorang wanita turun dari mobil itu, memeluk mamanya, saling mencium pipi, dan kemudian keduanya menatap Sherlin, sehingga Sherlin jadi kikuk. "Sherlin, sini!" mamanya memanggil lagi dengan semangat dan Sherlin mengikuti. "Ini tante Vivi, teman arisan mama." "Halo, tante," sapa Sherlin sembari mencium punggung tangan tante Vivi. "Halo, Sherlin. Benar loh kata mamamu, kamu cantik sekali." Ucap Tante Vivi memuji. Namun Sherlin hanya tersenyum canggung karena jujur saja dia masih bingung dengan apa yang sedang terjadi sekarang. "Yuk, langsungan aja kita jalan-jalannya. Kamu duduk depan ya, Sherlin. Di sebelah supir tante." Sherlin mengangguk menuruti. Ia kemudian berjalan menuju pintu penumpang bagian depan dan membukanya. Namun baru saja membuka pintu, gerakan Sherlin langsung terhenti. Jantungnya serasa melompat karena kaget dan rasanya kakinya benar-benar tidak mau naik ke mobil karena ia melihat ada Nicholas duduk dibalik kemudi. Nicholas mengernyitkan alis melihat Sherlin, terlihat sama terkejutnya. Lalu menatap ke belakang—kearah mommy-nya seperti meminta penjelasan. Namun Vivi malah pura-pura tidak paham arti tatapan mata Nicholas. "Lin, sampai kapan mau berdiri disitu? Ayo buruan naik." Suruh Fara—mama Sherlin. Walaupun masih bingung dengan kenapa bisa ada Nicholas disini, Sherlin akhirnya naik dan duduk disamping Nicholas dengan canggung dan kaku. "Nah, Nic, ini ada Sherlin, anaknya Tante Fara, teman arisan mommy." Ucap Vivi memperkenalkan. "Sherlin, Ini Nicholas. Anak tante satu-satunya." "Yang terganteng." Nicholas menimpali dan Vivi mendorong pundaknya dengan kasar dari belakang hingga Nicholas mengaduh. Vivi tertawa kecil, "maaf ya, Sherlin. Nicholas emang anaknya suka narsis." "Gapapa, Vi. Cocok dong kalau Nicholas yang narsis sama Sherlin yang kaku." Fara menimpali. "Sherlin ini belum pernah punya pacar setahu mama." "Ma!" Sherlin langsung menoleh ke belakang sebagai bentuk protes. Dan Nicholas yang sedang menyetir sontak meliriknya, kemudian mengulum bibirnya untuk menahan senyumnya. Lagi-lagi dia teringat fakta bahwa Sherlin adalah penulis novel erotis yang super hot adegannya. Tapi apa kata mamanya barusan? Belum pernah pacarana? Are you kidding me, Sherlin Agatha? Batin Nicholas dalam hati. Vivi lalu berdecak. "Kalau Nicholas sering ganti-ganti pacar dari dulu. Tapi nggak ada tuh yang dikenalin ke mommy." "Kan belum serius, mom." Nicholas menimpali dengan santai. "Oh berarti selama ini kamu cuma main-main sama cewek sana-sini!?" Vivi malah tidak bisa santai menimpalinya. Nicholas hanya menghela napas dan hanya mengedikkan bahunya. Lalu ia melirik Sherlin hanya hanya diam sambil menggigit bibir bawahnya. Terlihat menjaga sikap. Nicholas menyandarkan punggungnya pada sandaran mobil ketika lampu lalu lintas berwarna merah. Oke, suatu kebetulan yang dibuat oleh mommy-nya dan mama Sherlin yang ternyata berteman. Nicholas tahu, kalau ini adalah kesekian kali mommy-nya coba menjodohkan Nicholas dengan wanita lain. *** Mama: mama sama tante Vivi lagi lihat-lihat tas, kamu sama Nicholas jalan berdua aja dulu. Sherlin berdecak kesal membaca pesan itu, Nicholas yang sedang duduk disamping Sherlin meliriknya, lalu tertawa kecil. "Emak-emak kalau nyomblangin parah banget, ya?" celetuk Nicholas sambil meregangkan badannya. Vivi dan Fara tadi berkata pada anak mereka bahwa mau jalan-jalan duluan karena Sherlin masih makan dan Nicholas memesan makanan lagi. Tapi ujung-ujungnya hal itu hanya modus untuk membuat Nicholas dan Sherlin makin akrab. "Kita mau kemana nih?" tanya Nicholas sambil memakan ice cream-nya dan melihat-lihat sekitar. "Karaoke?" Sherlin langsung bergidik ngeri menatap Nicholas. "Nggak mau kalau sama lo." "Heh," Nicholas menyentil dahi Sherlin, membuat Sherlin memekik pelan sambil memegang dahinya. "Inget nggak tadi yang dibilang mama kamu? Yang so-pan. Panggilnya, mas Nicholas." Sherlin menghela napas kesal dan kemudian berdiri melangkah terlebih dahulu. "Orang cuma beda dua tahun." "Tetep aja." Nicholas lalu berusaha mensejajari langkah Sherlin. "Harus menghormati." Entah kenapa membuat Sherlin kesal terasa menyenangkan baginya. Sherlin tetap diam dan memilih tidak menjawab sambil berdiri menaiki escalator. Nicholas tetap santai mengikuti disampingnya sambil memakan ice cream. Rasanya aneh jalan berdua bersama lelaki di mall, apalagi lelaki disampingnya tidak begitu akrab dengannya, apalagi lelaki disampingnya ini adalah Nicholas yang tidak ia sukai, dan ini adalah kali pertamanya jalan berdua di mall bersama seorang lelaki yang mengikutinya kemanapun. Sherlin memasuki toko buku, Nicholas mengikuti. "Cari buku apa?" tanya Nicholas sambil memegang-megang buku yang bahkan tidak ia tahu judulnya. Sherlin tapi hanya diam sambil membaca salah satu synopsis buku di rak khusus novel romance. Hingga Nicholas kembali menyeletuk. "Engga nyari label yang Dewasa gitu?" Tanya Nicholas sambil meliriknya dan menaik turunkan kedua alisnya. "Buat refrensi, ya, gak?" Sherlin langsung memutar bola matanya dan menaruh bukunya kembali di rak, kemudian keluar dari toko buku. Dia sangat amat benci jika seseorang terus membahas tentang bukunya. "Dapet ide tulisan kaya gitu dari mana sih?" Nicholas menjajari langkah Sherlin lagi. "Pasti nih dari pengalaman pribadi. Iya, kan?" Sherlin sontak menghentikkan langkahnya. Nicholas ikut berhenti juga. Kemudian Sherlin membalikkan badan menatap Nicholas dengan kesal. "Bisa nggak sih kamu enggak usah bahas-bahas buku yang aku tulis lagi?!" Semprotnya kesal. "Semua tulisan itu cuma fiksi, penuh imajinasi! Jadi suka-suka yang nulis, mau itu nyata atau enggak. Enggak ada urusannya juga sama kamu." "Eeehhh," melihat Sherlin yang jalan mendahuluinya dan terlihat kesal, Nicholas sontak kembali mengejar langkahnya. Kemudian meraih pundak Sherlin dan menariknya lembut. "Marah ya?" Sherlin menatap Nicholas masih dengan tatapan kesal, namun memilih tak menjawab. Nicholas kemudian memegang kedua bahunya sembari tersenyum manis. "Yaelah, gitu doang marah." Kata Nicholas lagi, kali ini sambil mencolek dagunya untuk menggoda Sherlin. Sontak Sherlin langsung melebarkan matanya dan menyingkirkan tangan Nicholas agar jauh-jauh dari tubuhnya. Kedua alis Nicholas langsung tertaut melihat tanggapan fisik Sherlin yang selalu menghindar dan tidak ingin disentuh oleh Nicholas. Padahal kan Sherlin penulis novel erotis yang super hot, seharusnya ia biasa saja dengan sentuhan fisik seorang pria. Tapi ini malah terlihat lain. "Baperan banget, sih." Cibir Nicholas. Sherlin tetap memilih diam dan memasuki bioskop. Dari jarak beberapa meter, ia melihat jadwal tayang film bioskop dari tempat pembelian tiket. Ada beberapa film bagus yang jam tayangnya adalah sekarang. Mungkin menonton bioskop bisa membuat Nicholas berhenti mengikutinya dan berhenti berisik. Sherlin lalu memutuskan untuk antri membeli tiket dengan tenang. Tapi tak lama kemudian, suara Nicholas kembali mengintrupsi. "Mau nonton film apa sih?" tanya Nicholas yang tahu-tahu sudah dibelakangnya lagi. Sherlin menghela napas untuk meredakan kekesalannya. "Kamu mending pulang aja deh. Bilang sama mama kamu dan aku bakal bilang mamaku juga kalau aku lagi nonton bioskop sendirian." Mendenger itu, Nicholas sontak mengepalkan tangannya di depan mulut dan menahan tawa. "Pfftt, nonton sendirian? Nggak salah denger nih?" "Kenapa memangnya?" Sherlin akhirnya sampai di depan petugas bioskop yang menjaga tiket untuk pemesanan. Kemudian ia memilih film. "Kursi C10, mbak." "Enggak, enggak. Kursi C16 dan C17." Kata Nicholas mengintrupsi sambil menyodorkan selembar uang berwarna merah. "Kita nonton berdua." Petugas bioskop yang tadinya menatap Sherlin dengan sinis entah kenapa langsung tersenyum begitu Nicholas tersenyum padanya. Melihat ketidakadilan ini, yang bisa Sherlin perbuat hanyalah memutar bola matanya. Tapi kemudian ia sempat menatap Nicholas dengan protes ketika menyadari sesuatu. "Kok kamu milih kursi yang dipojok?!" Protes Sherlin sambil mengikuti langkah Nicholas yang hendak membeli camilan untuk menonton. "Aku mau nonton sendiri, kenapa kamu ikut-ikut sih?!" "Aduh, ampunnn." Nicholas menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. "Ngomel mulu dah. Pengang nih kuping gue. Lagian apa salahnya sih duduk pojok, kan enak. Nggak ada yang ganggu." Seketika pikiran Sherlin langsung kemana-mana. "Nggak ada yang ganggu? Emang kamu mau ngapain, hah?" "Mau ngapain..." Nicholas terdiam untuk sesaat, dia memang agak lemot mencerna ucapan Sherlin. Kemudian tersadar bahwa Sherlin berpikiran ambigu. Sontak Nicholas tersenyum menggoda, kemudian mendekati Sherlin dan menunduk hingga bibirnya sejajar dengan kuping Sherlin. "Pernah nggak nyobain melakukan hal yang asyik di kursi bioskop? Selain makan, minum, nonton—" Nicholas sontak menghentikan ucapannya ketika melihat wajah Sherlin yang kebingungan. Untuk sesaat, Nicholas masih menahan tawanya dan memilih memesan camilan saja, baru kemudian keduanya masuk ke studio bioskop dan duduk di kursi yang ada di pojok. Sherlin sudah sibuk dengan popcorn dan minumannya. Sedangkan Nicholas masih terdiam sambil melihat layar bioskop yang menampilkan trailer-trailer film yang akan datang. Kemudian melirik Sherlin karena masih ada hal yang membuat ia penasaran. Nicholas kemudian menatap Sherlin secara terang-terangan sambil bertopang dagu. "Sherlin?" "Hm?" seketika Sherlin langsung diam. Karena ketika ia menoleh, jarak wajahnya dengan Nicholas hanya beberapa centimeter saja. "K-kenapa?" Nicholas memiringkan wajahnya, menamati wajah cantik Sherlin dan tatapan matanya yang—astaga, pikiran Nicholas tidak salah, kan? Nicholas beberapa kali menilai bahwa Sherlin sangat polos dan tidak tahu apa-apa dalam interaksi atau kencan dengan seorang pria. Tangan Nicholas kemudian mendekati wajah Sherlin, menyampirkan helaian rambut Sherlin ke belakang telinga, kemudian ujung jari telunjuknya membelai ringan pipi Sherlin. Hal itu membuat Sherlin benar-benar membeku, sekujur tubuhnya terasa dingin dan merinding. Ia gugup, bahkan tidak tahu harus apa ketika ujung jari telunjuk Nicholas menyentuh bibir bagian bawahnya dengan lembut sambil menatapnya dengan intens. Sherlin memang jago dalam menulis adegan sex dan menjabarkannya dalam sebuah tulisan. Tapi di dunia nyata, dia sangat payah dalam berhadapan dengan seorang pria. Menonton bioskop juga menjadi yang pertama kali untuknya sekarang! Nicholas dibuat bingung lagi ketika Sherlin memejamkan matanya. Nicholas lalu menatap kearah lain, lampu bioskop kemudian mulai meredup karena film sudah mau mulai. Perlahan tapi pasti, rasa penasaran itu makin menyeruak. Nicholas semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Sherlin. Haruskah ia mencium bibir merah muda dihadapannya ini? --- Author Note Jangan lupa klik love di bagian sinopsis untuk menambahkan cerita ini ke reading list kamu. Tolong tinggalkan komentar yang menyenangkan! xoxo
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD