Setelah pertemuannya dengan CEO Audrey Corp. Reino tidak langsung kembali ke kantorya. Pria itu memilih singgah ke rumah sakit terlebih dulu. Karena baru saja mendapat kabar dari orang terpercaya yang ia tugaskan untuk menjaga Rita selama ia tidak bisa berada di sana. Pria itu mengatakan kepadanya kalau pasien yang telah koma selama empat hari menggerakkan jemarinya, meskipun belum mebuka matanya.
Tentu saja hal itu membuat Reino senang, karena tidak lama lagi wanita itu akan segera siuman. Itu artinya dirinya bisa menanyakan alamat wanita itu untuk kemudian menghubungi pihak keluarganya yang mungkin selama ini khawatir dan mencari wanita itu.
Melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, Reino tidak sabaran sekali ingin segera menemui wanita yang selama empat hari ini menjadi pendengarnya yang baik. Tidak mudah bagi Reino untuk membagi kisah hidupnya dnegan orang asing, namun, entah kenapa jika berada di samping wanitaitu Reino ingin mencurahkan semuanya apa yang menjadi beban pikirannya selama ini.
Tidak butuh waktu lama, mobil Reino segara sampai di plataran rumah sakit. Memarkirkan mobilnya dengan sempurna, lalu ia bergegas bahkan sedikit berlari untuk menuju ruangan dimana yang di tempati oleh Senarita selama ini.
“Apa kau sudah melaporkan perkembangannya pada Dokter?” sesampainya di depan ruangan dimana Senarita di rawat, Reino langsung mencecar orang kepercayaannya itu dengan sebuah pertanyaan.
“Dokter sedang memeriksanya di dalam, Tuan.” Balas orang itu dengan nada tegas.
Mendengar jawaban dari orang itu, lantas Reino segera membuka pintu ruangan Senarita di rawat. Dengan pelan lalu ia masuk ke dalam. Benar saja, ada satu orang Dokter yang ditemani dua orang perawat. Perawat itu tengah sibuk melepas alat yang menempel di tubuh Senarita. sedikit heran, Reino tidak langsung menanyakan. Melainkan pria itu melangkahkan kakinya mendekati dimana sang dokter berdiri dengan tangannya yang membuka mata Senarita.
“Bagaimana keadaan tunangan saya, Dok?” setelah sampai di dekat sang dokter, Reino tidak sabar ingin menanyakan keadaan Senarita. lebih baik kah atau malah sebaliknya.
“Rupanya tunangan anda cukup berjuang juga, Tuan Reino.” Jawab sang dokter membuat Reino bingung tidak mengerti.
“Maksud Dokter tunangannya saya sudah siuman? Tapi kenapa matanya belum terbuka, Dok?” Tanya Reino semakin gusar.
Dokter yang tengah memeriksa Senarita tersenyum melihat betapa pria muda ini sangat khawatir dengan tunangannya. “Memang belum sadar sepenuhnya, tetapi setidaknya tunangan anda menunjukkan respon dengan menggerakkan jemarinya.” Jelas dokter itu.
Raut kecewa nampak sekali di wajah Reino saat ini. Dia pikir wanita itu akan segera siuman dan dia bisa segera mengembalikan kepada keluarganya. Namun ternyata pemikirannya itu salah. Ekspetasinya terlalu tinggi jika berharap wanita ini bisa siuman secepat ini. Sementara pada waktu kecelakaan terjadi, wanita ini mengalami benturan yang sangat keras hingga membuatnya seperti ini. Bahkan, kap mobil bagian depan pun hancur.
“Jangan berkecil hati terlebih dulu, ajaklah tunangan anda untuk berbicara. Singgung semua yang terjadi di antara kalian. Siapa tahu saja dia akan merespon cerita yang Tuan katakana padanya,” dokter itu berusaha melapangkan hati Reino. Setelah mengatakan itu, sang dokter pun pamit dan keluar dari ruangan Senarita di rawat.
Reino mendekati wanita itu, duduk di sampingnya kemudian meraih tangan Senarita yang sedikit dingin. Meremasnya dengan lembut, lalu menelusupkan jemarinya pada jemari Senarita. kini jemari mereka saling bertaut. Menatap lekat wanita cantik ini yang masih betah dalam tidurnya. Tangan yang satunya membelai pelan bulu mata lentik yang dimiliki oleh Senarita, kemudian berpindah ke hidung mancung wanita itu.
“Apa kamu tidak lelah selama empat hari ini terbaring di sini? Tidakkah kamu ongin menemui keluargamu dan mengatakan kepada mereka kalau kamu sedang tidak baik-baik saja. Memendam masalah sendiri itu sangatlah menyesakkan. Aku tahu seperti apa rasanya. Masih banyak orang yang lebih sayang padamu. Maka dari itu jangan terlalu mudah untuk melenyapkan nyawamu sendiri dengan cara bunuh diri seperti itu. Dua kali kita bertemu, dan dua kali pula kamu mencoba untuk mengakhiri hidupmu. Sebegitu beratkah beban hidup yang kmau tanggung? Hingga sampai melakukan ini semua tanpa memikirkan dampaknya?” lirih Reino yang masih setia mengusap lembut tangan Senarita.
“Aku juga mempunyai beban hidup yang besar, bahkan sekarang bertambah dengan mengurusi dirimu. Tidakkah kamu berpikir, betapa lelahnya aku harus mengerjakannya smeua itu sendiri? Kumohon, bangunlah,” pinta Reino dengan nada yang lembut tepat di sebelah telinga Senarita. pria itu dengan sengaja melakukan hal seperti itu, berharap Senarita mendengar apa yang dikeluh kesahkan padanya.
Harapan hanyalah sebuah harapan. Nyatanya wanita itu tidak merespon sama sekali apa yang Reino katakan. Merasa usahanya sia-sia saja, Reino memutuskan untuk bangkit dari duduknya dan berniat keluar dari ruangan Senarita dirawat. Tubuhnya cukup lelah hari ini. Ingin sekali pulang ke rumah untuk kemudian istirahat dengan tenang di kamanya, tempat yang paling nyaman menurut Reino.
Akan tetapi, sebelum benar-benar melepas jemarinya dari tautan jemari Senarita, Reino merasakan ada pergerakan di jemarinya. Kemudian Reino membalikkan tubuhnya guna memperjelas apa yang baru saja ia rasakan. Ia eratkan tautan jemarinya, dan ternyata benar. Akhirnya setelah menunggu beberapa hari wanita ini, hari ini Senarita merespon usapan jemari yang dilakuakn oleh Reino.
“Rita, bukalah matamu sekarang. Cepatlah sadar, agar aku bisa menghubungi keluargamu. Apa kau tidak kasihan dengan mereka yang sudah pasti mengkhawatirkan keberadaanmu sekarang ini?” bisik Reino kembali berharap Senarita mendengar dirinya.
Benar saja, Senarita kembali menggerakkan jemarinya. Kali ini lebih lama dan lebih banyak. Lantas Reino segera memencet tombol yang ada di dinding atas Senarita guna memanggil perawat. Tidak lama kemudian, dua perawat itu datang dengan seseorang dokter bersama mereka.
“Ada hal apa Tuan?” Tanya sang dokter seraya mendekat ke tempat Reino dan Senarita.
“Barusan tunangan saya menggerakkan jemarinya, Dok, dan itu tidak hanya satu kali saja. Saya mencoba menyentuhnya lagi, dia merespon,” ungkap Reino penuh semangat.
Tentu saja dengan kemajuan yang diperlihatkan oleh Senarita membuat Reino senang. Itu artinya dirinya sebentar lagi bisa menghubungi keluarga wanita itu dan menyerahkan wanita itu kepada keluarganya. Dia tidak perlu lagi tidur di rumah sakit setiap malamnya, dan terus mengkhawatirkan wanita ini setiap harinya.
“Tolong Tuan minggir sebentar, saya coba untuk memastikannya kembali.” ujar sang dokter untuk kemudian memeriksa Senarita. mengarahkan cahaya di mata Senarita, lalu memeriksanya. Setelah itu mengusap jemari Senarita, dan benar saja Senarita merespon sentuhan yang diberikan oleh sang dokter.
Sang dokter pun menyuruh dua orang perawat untuk melakukan tugasnya. Reino memperhatikan mera dari jauh. Harapannya sekarang adalah wanita itu segera bangun. Sedikit cemas Reino menunggu, karena Senarita belum juga membuka matanya. Kemudian Reino berinisiatif mendekat ke tempat Senarita lalu membisikkan sesuatu kepada wanita itu.
“Sayang, kalau kamu tidak segera bangun, maka aku akan menikahi wanita lain,” bisik Reino. Dia memang sengaja membisikkan kalimat tersebut karena yang ia tahu wanita itu juga baru saja mengalami kegagalan dalam hal asmara.
Tidak berselang lama, Senarita menggerakkan jemarinya kembali. kali bukan hanya satu tangan saja, tetapi dua tangan sekaligus. Ternyata cara yang dipakai Reino berhasil. Reino nampak lega, dan juga bersalah karena dirinya menyinggung perasaan wanita itu.
“Nona, bisa mendengar saya?” Tanya sang dokter sambil memeriksa detak jantung Senarita. wanita itu membuka matanya dengan sempurna. Tatapannya mengarah ke atas lalu menatap mereka yang berada di ruangan itu, termasuk ke arah Reino.
“Nona, apa Nona bisa mendengar saya?” taya dokter itu kembali. takut-takut jika terjadi sesuatu hal diluar perkiraannya. Karena memang kepala wanita ini mengalami benturan yang sangat keras.
Senarita menatap pelan ke arah sang dokter, lalu menganggukkan kepalanya dengan gerakan yang sangat pelan. Setelah itu Senarita membuka mulutnya seperti ingin mengucap sesuatu. Melihat itu, Reino yang penasaran akhirnya mendekat ke tempat Senarita. karena setelah membisiskkan sesuatu tadi Reino langsung berpindah tempat kembali.
Semua orang menunggu apa yang akan diucapkan oleh pasien yang sudah tidur dalam waktu empat hari ini. Mereka semua cukup penasara.
“Aku di mana?” itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut Senarita. membuat semua orang kaget, terutama Reino.