Bab 15.

1384 Words
Oliver? Nama sang suami tiba-tiba terbersit. Hazel menahan geraman mengingat ia tidak memiliki nomor ponsel pria tersebut. Memang aneh, tapi Hazel benar-benar tidak memiliki nomor ponsel pria yang sudah menjadi suaminya itu. Hazel pikir dia tidak akan pernah berada di dalam situasi menegangkan seperti yang ia alami saat ini. Situasi yang membuatnya berpikir jika dia memerlukan Oliver untuk menyelamatkan dirinya. ‘Brak!’ Suara keras terdengar membuat Hazel berjingkat. Refleks, Hazel memegang daadanya. Suara degupnya begitu keras sampai terdengar oleh telinganya sendiri. “Arghhh!” ‘Bugh! Bugh!’ ‘PAAKKK!’ "s**t!" ‘Bugh!’ “f**k!” Suara pukulan, tendangan, erang kesakitan hingga umpatan terdengar dari balik pintu tempat Hazel berada. ‘BRAAAKKK!’ Kembali Hazel berjingkat. Kaki wanita itu refleks tertarik menjauh dari pintu. Suara tadi begitu dekat. Tubuh seseorang baru saja menghantam pintu ruangannya. Daada sang dokter bergerak naik turun dengan cepat. Hazel menelan susah payah salivanya. Suara perkelahian masih terus terdengar. Lalu Hazel mendengar suara derap kaki yang semakin banyak. Apa mungkin sudah datang bantuan dari pengawal-pengawal Oliver yang lain? Hazel membatin penuh harap. Sementara di luar ruangan kerja Hazel, Tom mengumpat begitu melihat ada empat orang lain masuk. Artinya orangnya yang berjaga di luar klinik sudah berhasil mereka tumbangkan. Pria itu menyembunyikan tubuh dibalik sebuah lemari besar. Napasnya memburu. Keringat sudah membasahi tubuhnya. Kondisi fisik Tom tidak dalam keadaan fit setelah pertarungan di dermaga. Beberapa luka ia dapat saat itu. Tom mulai menghitung. Dua orang sudah berhasil ia dan anak buahnya tumbangkan baru saja. Masih ada dua orang lagi ditambah empat orang yang baru saja masuk. Ia sempat melihat saat senter kamera seseorang menyorot ke arah pintu masuk. Kondisi ruangan yang masih gelap--hanya ada sedikit sorot lampu dari jalanan di depan klinik, membuatnya kesulitan, tapi juga memberi sedikit keuntungan. Setidaknya, mereka tidak mengetahui dimana Hazel sekarang berada. “Cari perempuan itu. Setelah itu kita pergi.” Suara bisikan terdengar di tengah ruangan yang masih diselimuti kegelapan. Tom dan tiga orang pengawal Oliver yang lain bersiap. Mereka menunggu pergerakan dari musuh. Saat musuh menyalakan senter, keempat orang itu bergerak bersamaan. Bukan mereka tidak bisa menggunakan senjata api. Bisa. Namun, mengingat ada dua teman mereka yang masih dalam perawatan di tempat tersebut, mereka memilih melawan tanpa senjata api. “Berpencar cepat. Cari perempuan itu,” perintah satu dari enam orang musuh begitu melihat Tom dan yang lain keluar dari persembunyian mereka. Perkelahian kembali tak terelakkan. Tom langsung memukul, menendang—berusaha untuk segera menjatuhkan satu lawannya. Begitu pula dengan ketiga anak buahnya. Tom menjejak perut sang lawan hingga tubuh lawannya terdorong ke belakang. Pria itu kemudian berlari, menarik sebelah tangan musuh lainnya yang hendak berlari menuju ruang kerja Hazel yang masih tertutup. Tom menarik menjauh kepalanya tatkala satu kepalan tangan melayang ke arahnya. “s**t! Periksa ruangan itu.” Tom refleks menoleh ke arah pintu ruang kerja Hazel. Pria itu hendak menghentikan satu orang yang berlari ke arah tersebut, namun satu tendangan keras membuat tubuh Tom nyaris terjatuh. Tubuhnya menabrak sebuah meja. Tom segera menegakkan tubuh sambil melipat tangan kiri ke atas untuk menahan satu pukulan yang terarah ke wajahnya. Lalu gantian mencoba menghantam wajah sang lawan dengan kepalan tangan kanan. Dua orang itu saling menyerang dan menahan. Tom tidak bisa lagi berkutik ketika dua orang terus menerus mencoba merobohkan dirinya. Dia tidak bisa fokus pada yang lain. Apalagi saat satu orangnya tumbang. Pingsan setelah pukulan keras di kepala bagian belakang dengan menggunakan benda keras. ‘BRAK! BRAK! BRAK!’ Hazel menarik langkah ke belakang. Menatap ngeri daun pintu yang bergetar karena didobrak dari luar. “BRAK!” Hazel mengedarkan pandangan matanya. Wanita itu berlari dengan penerangan senter ponselnya lalu mendorong meja ke arah pintu. Hazel mengganjal pintu dengan meja tersebut. Dengan napas yang mulai terengah, Hazel kembali memutar kepala lalu berlari. Kini Hazel mendorong rak. Dengan sepenuh tenaga wanita itu menggeser rak ke depan pintu. Hazel menegakkan posisi berdiri. Daada wanita itu bergerak cepat. Napas semakin terengah. Dobrakan masih belum berhenti, namun Hazel merasa sedikit tenang. Berpikir jika siapapun orang di luar sana tidak akan bisa mendobrak pintu dengan mudah. "Tolong kami, Oliver," gumam pelan Hazel dengan tangan mulai bergetar ketika suara dobrakan kembali terdengar. Tom mengangkat kursi lalu melempar ke arah seseorang yang sedang mendobrak pintu ruang kerja Hazel. Membuat pria itu mengerang kesakitan. Untuk sementara upaya mendobrak pintu berhenti. Tidak lama, karena setelah itu orang yang mendobrak pintu tersebut mengeluarkan senjata api. “f**k!” Tom mengumpat. Baru saja pipi kanannya terkena pukulan keras. Tak sempat menikmati rasa sakit, Tom harus menghadang tendangan dari lawannya. Pria itu kemudian mencoba membalas. Tom mengayun kepalan tangan kanan, lalu mengangkat uppercut kiri dengan sangat keras ke arah ulu hati lawannya. ‘Bughh!’ pukulan itu berhasil membuat satu lawannya terdorong ke belakang lalu terjatuh. Suara keras saat tubuh itu menghantam lantai, terdengar. Lawan Tom yang lain mengumpat, lalu menyerang Tom dengan membabi buta sambil berteriak. ‘DOR! DOR!’ “Aaaaaa!" Suara dua kali tembakan disusul suara teriakan seorang wanita, membuat beberapa orang yang sedang terlibat baku hantam untuk sesaat berhenti. Mereka menoleh ke arah suara berasal. Bola mata Tom membesar. Pria itu dengan cepat memutar langkah lalu berlari. Tom menarik orang yang baru saja menembak pintu ruang kerja Hazel. Naas, orang yang masih memegang senjata api itu langsung mengarahkan moncong senjata ke arah Tom, dan menarik pelatuk saat Tom menendang pria tersebut. ‘Dor!’ Meskipun arah moncong senjata tidak lagi akurat ke arah organ vital yang dituju, namun satu peluru yang melesat keluar dari moncong senjata itu berhasil menembus bahu kiri Tom. “BRUK!" Orang yang baru saja menembak Tom terjatuh. Sementara Tom terhuyung ke belakang beberapa langkah. Belum juga Tom berhasil menegakkan posisi berdirinya, seseorang menyergap Tom dari belakang. Menjatuhkan Tom lalu menarik dua tangan Tom ke belakang. Dua anak buah Tom berhasil diringkus tak lama kemudian. Meskipun ketakutan, Hazel masih berusaha mendorong rak yang mengganjal meja dan pintu. “Jangan melawan. Orang-orang Oliver sudah kami ringkus. Kamu tidak akan bisa lolos dari kami!” Hazel tetap mendorong rak sekuat tenaganya ketika pintu kembali terdorong dari luar. “Arghhh!” Hazel mendorong sekuat tenaga. Namun, kuatnya dorongan dari luar, membuat tidak hanya meja dan rak yang bergerak terdorong ke belakang, pun dengan kaki Hazel. Hazel masih tidak menyerah. Sekalipun sedikit demi sedikit pintu terkuak karena dorongan yang semakin kuat, akan tetapi Hazel masih berusaha sebisa mungkin menahan dorongan tersebut. Sayangnya, tenaga Hazel tidak sebanding dengan tenaga dua orang pria berbadan besar yang sedang mendorong daun pintu dari luar. “b******k! Berhenti kalian! Jangan berani-berani menyentuh nyonya Hazel, Sialan!” Suara tawa keras terdengar. “Kamu pikir kamu bisa menyelamatkannya? Menyelamatkan dirimu sendiri saja kamu tidak bisa. Dasar b*doh!” ‘Cuih!’ Tom meludah—mengenai kaki pria yang berdiri tak jauh darinya. ‘Kurang ajar!’ Pria itu marah besar. Melangkah ke depan, pria itu menendang tubuh Tom yang duduk terikat di lantai. Tom terjungkal ke belakang. “Sialan! Kamu akan menyesal nanti!’” “Bicara saja sesukamu, B*doh! Nasibmu ada di tangan kami. Benar-beraninya mengancam!” Sementara Hazel tak lagi kuasa menahan dorongan dari luar. Wanita itu berlari menghindar ketika dorongan begitu kuat terasa. Menghindari rak yang bisa saja menghantam tubuhnya jika ia tidak segera menjauh. “Jangan mendekat.” Hazel menarik langkah ke belakang, menjauh dari dua orang yang kini berhasil masuk ke dalam ruangannya. “Jangan mendekat kataku!” Hazel membentak. “Memangnya kamu bisa apa, hah?” Pria dengan wajah penuh tato serta rambut gondrong berantakan mengeluarkan senjata api. sementara seorang lagi menyorot Hazel dengan senter tepat ke wajah wanita itu. Membuat sepasang Hazel menyipit. “Laporkan pada bos. Kita sudah mendapatkan paketnya.” **** Oliver tidak hanya omong kosong saat memberi ancaman. Pria itu menembak paha tawanannya. Membuat suara erang kesakitan memenuhi markasnya. Oliver tertawa keras. “Aku sudah bilang, aku akan menyiksa kalian sampai kalian menyebut nama orang yang membayar kalian.” Oliver mengalihkan arah moncong senjata apinya. “Katakan, atau peluru ini akan menembus lengan kalian,” ancam Oliver seraya menyeringai. “Cepat, b******k!" Oliver sudah hendak menekan pelatuknya saat suara derap langkah kaki cepat terdengar menggema. “Tuan … Tuan Oliver.” Salah satu pengawal Oliver berlari menghampiri Olvier dengan membawa ponsel yang menyala. “Tuan … ini Tuan.” Pria itu segera mengulurkan ponsel di tangannya ke depan Oliver. Dengan kening mengernyit, Oliver menatap anak buahnya. “Mereka … mereka menangkap nyonya Hazel, Tuan.” “F*ck!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD