Aku hanya bisa mematung diruang tamu saat melihat tamu yang datang. Ga menyangka bahwa dia yang akan dijodohkan denganku.
"Mey, kok malah bengong. Sini" panggilan Ibu menyadarkanku dari rasa terkejut.
"Cucu Oma" Mamah menghampiriku dan langsung menggendong Ahsan.
Apa yang sebenarnya terjadi sih. Apa perjodohan yang Ibu maksud itu antara aku dan Mas Arslan. Apa Ibu tau rencana Mas Arslan yang ingin menikahiku. Semua pertanyaan berputar dikepalaku.
"Ehm, jadi gini Pak Rahmat dan Bu Hesti. Seperti yang sudah Arslan sampaikan pagi tadi ditelpon. Maksud kedatangan kami sekeluarga kesini adalah untuk melamar Meyriska untuk Arslan anak kami" ucap Papah menyentak kesadaranku.
"Kami senang dengan kedatangan Pak Restu sekeluarga. Tapi, untuk keputusan diterima atau tidaknya lamaran Nak Arslan untuk Mey, kami serahkan semuanya langsung pada Mey" Ayah menatapku, begitupun yang lain. Seolah menunggu jawaban dariku.
"Bagaimana Mey? Kamu mau kan jadi menantu Mamah lagi?" terlihat sorot penuh harap dimata Mamah.
Ahh, andai aku punya pilihan lain. Sayangnya tidak. Dan inilah keputusanku.
"Dengan mengucap Bismillah, Mey terima lamaran Mas Arslan"
"Alhamdulillah" ucap semua bersamaan.
"Kalau begitu, tiga hari lagi kami akan datang membawa rombongan untuk menikahkan Arslan dan Mey"
Aku membulatkan mata mendengar ucapan Papah. Kenapa secepat itu. Apa tidak bisa menunggu beberapa bulan lagi agar hatiku benar-benar siap.
"Apa harus secepat itu Pah?" tanyaku yang mendapat tatapan aneh dari Papah.
"Itu sudah paling lama Mey. Mamah malah maunya malam ini juga kalian bisa langsung nikah lagi. Untuk resepsi, bisa diurus belakangan. Tapi Arslan menolak. Dia mau nyiapin semua dalam waktu tiga hari katanya" jawab Mamah.
"Kamu ga keberatan kan Mey?" sambungnya.
Sejujurnya, aku keberatan. Tapi, aku sudah ga bisa menolak. Jadi aku hanya menggelengkan kepalaku sebagai jawabannya.
Acara dilanjutkan dengan obrolan mengenai rencana hari pernikahanku nanti. Aku hanya diam menyimak. Sesekali menjawab saat ditanya pendapat.
Jam setengah lima sore mereka semua pamit. Papah bilang besok pagi akan ada orang suruhannya yang akan datang untuk mengambil berkas guna keperluan mendaftar di kantor urusan agama. Jadi sepulangnya mereka, Ibu membantuku menyiapkan semua berkas dengan semangat.
"Ibu tau, mungkin ini agak sulit kamu terima. Tapi, Ibu yakin kamu pasti bisa melaluinya. Belajarlah mencintai Arslan, seperti kamu mencintai Farhan dulu. Smoga ini menjadi pernikahan terakhir kamu dan Arslan" pesan Ibu padaku.
Bisakah?
Pertanyaan itu terus terngiang dipikiranku.
***
Tiga hari berlalu dengan sangat cepat. Dan kini, aku sudah resmi menjadi istri Mas Arslan setelah kata SAH diucapkan serentak oleh para saksi pagi tadi. Lanjut menjamu para tamu undangan yang datang dengan senyum sebahagia mungkin meski hanya sebuah kepura-puraan saja.
Ceklek
"Maaf, saya ga tau kamu sedang menyusui"
Tubuhku menegang karna Mas Arslan masuk disaat aku sedang menyusui Ahsan. Untungnya, posisi tubuhku membelakangi pintu. Hingga bagian tubuhku yang terbuka tak terlihat oleh Mas Arslan. Beruntung, dia keluar lagi setelah melihatku menyusui Ahsan.
Setengah jam kemudian Mas Arslan mengetuk pintu kamarku. Dan langsung ku persilahkan dia masuk setelah memastikan pakaianku rapih.
"Mey"
"Mas"
Ucap kami bersamaan.
"Ehm, silahkan duluan Mey"
"Baiklah Mas" jawabku
"Sebelumnya saya ingin minta maaf, untuk sekarang ini saya belum bisa menerima Mas seutuhnya sebagai suami saya. Begitupun terkait hak Mas yang belum sanggup saya penuhi. Saya menjalani pernikahan ini hanya demi Ahsan juga Mamah. Saya masih butuh waktu. Entah sampai kapan sayapun ga tau. Saya harap Mas mau mengerti"
Aku menatap Mas Arslan yang menunduk, tak dapat k*****a wajahnya. Apakah dia marah, kecewa, atau yang lainnya. Semua tak dapat kulihat.
"Tapi, jika suatu saat Mas ga bisa bersabar lagi dan memutuskan untuk melepaskan saya, saya tidak akan menolak keinginan Mas" sambungku yang langsung mendapat respon darinya.
Mas Arslan menatapku lekat, lalu memejamkan matanya sambil menarik napas.
"Saya mengerti. Pasti sulit buat kamu menerima kehadiran saya yang awalnya hanya ipar kamu, dan berubah menjadi suami. Saya juga paham kalau kamu menjalani ini hanya demi Ahsan. Untuk itu, saya juga tidak akan menuntuk kamu lebih. Tapi saya minta, tolong bersikaplah sebagai istri yang baik didepan semua keluarga kita"
Aku menyanggupi permintaannya. Toh, ini juga demi menjaga perasaan keluarga kami.
"Baik. Saya setuju"
Lalu hening diantara kami.
"Mey" Panggilnya saat aku akan keluar kamar.
"Apa lagi Mas?"
"Bisakah saya minta satu hal?" tanyanya.
Aku berfikir sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepalaku.
"Bisakah kita sholat sunnah pengantin bersama? Meskipun pernikahan kita hanya sebagai status. Tapi tetap sah disisi Allaah"
Meskipun sulit, namun aku menyanggupi permintaannya.
"Allahumma inni as-aluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha alaih, wa a'udzu bika min syarriha wa syarri ma jabaltaha alaih"
Mas Arslan memegang kepalaku seraya membaca doa selepas sholat sunnah. Entah bagaimana perasaanku saat ini. Ada rasa haru menyeruak, namun juga rasa kosong yang mendominasi hati.
"Terima kasih" ucapnya setelah kami selesai sholat.
"Ga perlu berterima kasih. Ini hanya sebagian kecil kewajiban yang bisa saya berikan"
Mas Arslan menganggukkan kepalanya.
"Istirahatlah duluan. Saya masih ada sesuatu yang harus dikerjakan" perintahnya.
Tanpa menolak, akupun langsung merebahkan diri disamping Ahsan. Terlebih, badanku memang sudah terasa lelah sekali. Entah apa yang Mas Arslan kerjakan, aku tak tau. Karna aku sudah terlelap tak lama setelah tubuh ini menyentuh kasur.
*******