Bab 9

1100 Words
Suasana mulai tegang saat Rendra mulai berteriak keras. Mungkin ini teriakan pertama Rendra sejak memutuskan mengambil alih perusahaan ayahnya. Beberapa karyawan memilih diam dan tidak menjawab pertanyaan Rendra meski mereka tahu siapa pelakunya. "Siapa!" teriak Rendra sekali lagi. Emosinya tersulut melihat kondisi Ratu babak belur seperti itu. "Kami nggak tahu Pak," jawab karyawan wanita yang berdiri di dekat dua tersangka utama. "Nggak tahu? Kalian nggak tahu! s**t!" amarah Rendra semakin tinggi, Ratu tertawa penuh kemenangan dan senang rencana awal misi balas dendamnya berhasil. "Iya Pak,  kami tidak tahu di mana dan bagaimana dia bisa babak belur seperti itu," jawabnya lagi. Dua karyawan yang menganiaya Ratu bersikap santai, mereka pikir Rendra hanya akan berteriak tanpa melakukan apa-apa. "Oke, kalau nggak ada satu pun dari kalian mengaku dan bertanggung jawab maka mulai besok kalian yang berada di lantai ini saya pecat! SAYA PECAT tanpa kecuali!" maki Rendra dengan tegas dan tidak bisa dibantah. Beberapa karyawan mulai grasak grusuk dan meminta dua karyawan tadi mengaku. Kepanikan mulai terdengar dari mulut beberapa karyawan, bahkan ada karyawan mulai menangis dan tidak terima dengan keputusan Rendra. Rendra kembali masuk ke dalam ruang kerjanya dan mengacuhkan teriakan serta panggilan karyawannya. Rendra mendekati Ratu dan memeriksa kondisi Ratu dengan seksama. "Maaf," bisik Rendra. "Bagus ... ini baru langkah awal kehancuran kamu." Ratu membuka matanya dan melanjutkan drama yang dibuatnya agar Rendra percaya luka di tubuhnya sangat menyakitkan. "Awwww," rintih Ratu. "Kita ke rumah sakit? Kondisi kamu sangat mengkhawatirkan, lebih baik kita periksa dulu." "Hubungan kita tidak sedekat itu sampai-sampai atasan saya berbaik hati menawarkan pertolongan ke rumah sakit. Terima kasih, tapi saya bisa pergi sendiri," balas Ratu dengan nada dingin. Ratu lalu berdiri dan kembali terpincang-pincang menuju meja kerjanya. Karyawan yang dipecat Rendra tadi masih menunggu untuk meminta Rendra membatalkan rencana pemecatan secara massal tapi Rendra kadung emosi dan tidak peduli dengan pembelaan karyawannya. Rendra juga meminta Margareth memecat semua karyawannya tanpa terkecuali. Margareth mencoba membujuk Rendra dan usaha Margareth pun gagal total. **** "Kamu kenapa?" tanya Hana saat Ratu kembali dalam kondisi babak belur. "Aku baik-baik saja kok Ma, jangan khawatir ya. Aku capek banget dan pengen tidur, kita ngobrolnya besok aja ya." Ratu tahu Hana akan bertanya tentang kondisinya dan hari ini tubuhnya sangat lelah dan ia butuh tidur agar kondisi fisiknya membaik agar rencananya menghancurkan Rendra berjalan dengan baik. Saat berada di tangga tiba-tiba tubuh mungil Ayunda menyenggol tangan Ratu. Ratu mengeram dan menatap Ayunda dengan raut muka marah. "Maaf kak," ujar Ayunda. "Jalan itu pakai mata!" teriak Ratu. Ratu menutup mulutnya saat melihat mata Ayunda mulai berkaca-kaca. "Maaf kak," "Entah kenapa satu hari ini keturunan kelurga Suryo bersikap menyebalkan! Nggak bapak nggak anak sama-sama bikin emosi!" gerutu Ratu saat meninggalkan Ayunda, Ayunda menatap punggung Ratu dan mengernyitkan keningnya. Ayunda mencoba mencerna ucapan Ratu barusan dan sampai lima belas menit ia berdiri, jawaban itu tak kunjung ia dapatkan. "Keturunan Suryo siapa ya? Kayaknya Kak Ratu ngawur lagi deh," gumam Ayunda dan keriangan kembali muncul di wajah Ayunda meski saat Ratu memarahinya rasa sedih itu muncul tanpa ia sadari. Raja sengaja berdiri di samping Hana untuk membicarakan rencana gila Ratu. "Sebaiknya kita memberitahu Rendra tentang rencana balas dendam Ratu. Kita tidak tahu rencana apa yang sedang disusunya, aku takut Ratu melakukan hal gila seperti dulu. Gimana kalau dia mencoba membunuh Rendra lagi? Ya Tuhan!" Hana memegang tangan Raja dan pikiran buruk tentang kejadian masa lalu kembali terngiang di ingatan Hana. "Iya," jawab Raja singkat. **** Kondisi perusahaan semakin kacau sejak Rendra memecat hampir sepulub karyawan lama. Ratu kembali bersikap acuh dan tidak peduli dengan tatapan sinis karyawan lainnya, bahkan  gosip mulai berhembus kalau Ratu adalah simpanan atau pacar Rendra, bahkan ada yang mengira Ratu sengaja mencari masalah agar bisa menguasai seluruh perusahaan. "Hari ini ada rapat dengan investor jam sembilan," ujar Ratu. "Kontrak yang aku minta sudah kamu print?" tanya Rendra. "Sudah," jawab Ratu singkat. "Ya sudah, tolong kamu persiapkan semuanya dengan baik. Kita butuh investor agar proyek itu bisa berjalan, jika ada kesalahan sedikit saja ... kamu tahu kan akibatnya apa?" Rendra sengaja mewanti-wanti Ratu agar kontrak itu berjalan dengan baik. Ratu mengangguk dan kembali ke meja kerjanya. Ratu membaca kontrak yang sudah diprintnya tadi. "Selamat bersenang-senang, Rendra." Ratu memasukkan kontrak tadi ke dalam mesin penghancur kertas, setelah semua kontrak hancur barulah Ratu membuka kembali file yang tersimpan di komputer. Ratu sengaja mengubah nilai kontrak itu agar perusahaan Rendra rugi besar. Setelah memperbanyak kontrak barulah Ratu meminta Rendra menuju ruang meeting. Rendra sedikitpun tidak menaruh kecurigaan dan bersikap seperti biasa, antusias melayani investor-investor baru yang akan menanamkan saham di perusahaannya. Rendra sengaja tidak membaca ulang karena sudah memeriksa kontrak itu berulang-ulang sebelum diprint Ratu. Tanpa pikir panjang Rendra menandatangani semua kontrak, Ratu tersenyum licik dan bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. "Saya senang bekerjasama dengan Bapak," ujar investor sambil menyalami Rendra. "Sama-sama Pak," balas Rendra. "Kontrak ini akan disahkan pengacara saya dan setelah itu Bapak bisa menerima kucuran dana dari kami sesuai dengan kontrak yang kita sepakati," ujar investor itu. Rendra tersenyum dan kembali melihat Ratu walau Ratu memilih membuang wajahnya. "Tersenyumlah dan nikmati kebahagianmu karena besok kamu akan menangis! Menangis seperti  saat aku bertaruh nyawa melahirkan anak kamu!" "Aku lapar, kamu mau makan?" tanya Rendra. "Jangan pikir saya mau makan dengan Bapak, mimpi!" Ratu meninggalkan ruang meeting dan memilih makan siang di kantin perusahaan. Suasana kantin yang tadinya sejuk langsung berubah hening saat Ratu muncul dengan mimik tidak bersalah. "Oh jadi dia penyebab Gina dan sembilan karyawan lantai enam dipecat?" tanga karyawan yang duduk di belakang meja Raty. Ratu tetap acuh meski semua orang membicarakannya. "Gila ya, kok bisa sekretaris baru mengendalikan Pak Rendra seperti itu. Kayaknya Pak Rendra berubah sejak dia kerja di sini, biasanya Pak Rendra ramah tapi sekarang suka marah dan main pecat kalau kita-kita ini mengganggu dia," bisik karyawan lainnya. Ratu lalu berdiri dan meninggalkan kantin dengan gaya angkuhnya. Saat menunggu lift tanpa sengaja Ratu melihat Rendra sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya, melihat mimik wajah panik Rendra membut Ratu bahagia. "Kayaknya seru nih." Ratu sengaja bersembunyi dan mulai menguping pembicaraan Rendra. "Sepuluh milyar? Ya ampun! Bapak tahu nggak nilai kontrak itu? Seratus milyar Pak! Saya rugi besar kalau Bapak hanya menggontorkan dana sepuluh milyar." "Yes!" Ratu membuat gerakan dengan tangannya. "Apa? Di kontrak tertulis sepuluh milyar? s**t! s**t! s**t!" Rendra mematikan ponselnya dan berjalan mondar mandir, beberapa kali ia menjambak rambutnya. Kerugian kali ini sangat besar dan perusahaannya bisa tutup kalau masalah itu tidak terselesaikan dengan baik. "Rasain! Ini belum seberapa, tunggu pembalasan berikutnya." Ratu terlihat bahagia, senyum yang sudah lama hilang mulai muncul di wajahnya. Kepergian Ratu tanpa sengaja terlihat oleh Rendra dan Rendra menggelengkan kepalanya beberapa kali lalu tertawa miris. Kali ini ia masuk lagi dalam perangkap Ratu. "Aku rela kehilangan semua ini asal kamu bahagia, kamu mau buat aku bangkrut? Kehilangan perusahaan? Aku rela asal kamu tertawa seperti tadi dan mau menerima Ayunda sebagai anak kita," ujar Rendra sambil membuang napasnya berkali-kali. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD