3

2051 Words
Senin pagi, saat dimana semua orang mendadak malas. Malas karena hari ini mereka harus kembali ke aktifitas semula setelah beristirahat saat weekend. Ok, mungkin tidak semua merasa malas, karena banyak juga orang yang justru menganggap Senin adalah hari dimana seharusnya mereka bersemangat setelah bersantai di hari Sabtu dan Minggu. Namun Cherry tentu saja bukanlah orang yang termasuk dalam kategori kedua, cewek itu jelas-jelas masuk kategori pertama dan itu terlihat jelas dari langkahnya yang lesu. Lagi-lagi pagi ini abangnya, Virgo, berangkat kuliah terburu-buru dan meninggalkan Cherry sehingga cewek itu harus naik kendaraan umum lagi. Sebenarnya Cherry bisa saja memesan ojek online yang saat ini sedang marak digunakan di masyarakat, tetapi cewek itu sedang dalam mode irit. Kalau dia menggunakan uang sakunya untuk naik ojek, jatah uang yang ia tabung jadi lebih sedikit, sedangkan ia butuh uang untuk membeli album boyband korea kesukaannya yang sebentar lagi akan comeback. Yah, derita fangirl yang masih duduk di bangku sekolah memang seperti itu. Walaupun sebenarnya Cherry bisa saja meminta uang kepada orang tuanya, tapi untuk urusan memuaskan jiwa fangirlnya, Cherry sebisa mungkin menggunakan uang hasil tabungannya. Namun langkah Cherry mendadak semangat saat ia melihat sosok jangkung Nico yang sedang berjalan ke arah koperasi sekolah. Dengan cepat Cherry melangkah. Namun langkah Cherry bukanlah bertujuan untuk mengejar Nico ke koperasi melainkan ke gedung barat, yaitu gedung untuk kelas sebelas. Cherry bersyukur saat dilihatnya kelas Nico masih kosong, tentu saja kosong, karena memang Cherry sengaja datang pagi-pagi sekali, meskipun naik bus. Tetapi biasanya, jika Cherry datang sepagi ini, ia tidak pernah melihat kehadiran Nico karena cowok itu datang di beberapa menit sebelum bel berbunyi. Kenapa Cherry bisa tau jadwal kehadiran Nico? Tentu saja, dua bulan sudah berlalu sejak Cherry resmi menjadi murid SMA Bakti Siswa dan sejak penguntitan Cherry terhadap Nico di bus tempo hari Cherry benar-benar menjadi stalker dan fans seorang Nico Anugerah. Ok, memang itu terkesan lebay tetapi Cherry benar-benar melakukannya. Seperti sekarang. Cherry mengendap-endap masuk ke dalam kelas Nico, dengan hati-hati mengeluarkan sebuah bungkusan sari roti bantal rasa kacang dan nescafe kotak dingin untuk ia letakkan di kolong meja Nico. Tidak usah bingung kenapa Cherry bisa tau dimana Nico duduk, sudah dibilang, Cherry itu stalker, tidak ada sedikitpun informasi yang lewat dari seorang Nico. Setelahnya, Cherry meletakkan sepucuk surat di atasnya lalu bergegas pergi dari sana karena sudah banyak murid-murid kelas sebelas yang berlalu lalang di koridor, meskipun belum ada satupun murid kelas Nico yang datang. Saat berjalan ke arah tangga, Cherry berpapasan dengan Nico yang sedang berjalan bersama temannya yang Cherry kenal bernama Arif. Cowok itu salah satu anggota OSIS dan merupakan panitia MOS yang mendapat angket 'kakak osis ter-baik'. Mendadak Cherry berdegup. Namun bukannya kabur ia justru memamerkan cengiran di hadapan Nico dan Arif yang kini menatapnya. "Pagi kak!" sapa Cherry ceria. Nico menatap Cherry datar sedangkan Arif langsung tersenyum manis. "Hai Cher, ngapain pagi-pagi udah di gedung kelas sebelas?" tanya Arif ramah. Sebenarnya Arif bertanya hanya sekedar basa-basi, karena dia tau apa yang cewek kelas sepuluh itu lakukan disini. Tentu saja karena sudah hampir dua minggu ini, laci meja Nico selalu dihadiahi sarapan dan surat setiap pagi. Ohiya dan hebatnya, surat tersebut bukan surat kaleng. Cherry selalu dengan jelas menuliskan namanya di surat tersebut. Well, Arif akui, kalau Cherry adalah sosok cewek bernyali besar dan urat malunya agak tipis. Cewek ini berani dan secara terang-terangan menunjukkan rasa sukanya pada Nico. Cherry mendadak salah tingkah. "ehh, hehehe gak ngapa-ngapain kok." "Gue udah sarapan. Mending lo ambil lagi makanan yang lo taro di meja gue. Nyampah." Cherry menghela nafas. Sudah terbiasa dengan sikap jutek dan ketus Nico. Ya, sejak awal pertemuan mereka juga memang Nico itu jutek, jadi Cherry tidak kaget lagi dengan sifat tersebut. "Yaudah buat istirahat nanti aja, kalo engga lo makan lagi juga gak apa-apa kak, gue beliin yang kecil kok sekarang!" Bener-bener ini cewek. Batin Arif. Cewek ini sangat tahan banting dengan segala kejutekan Nico yang jujur aja minta ditampol. Arif sendiri sebagai sahabatnya kadang sakit hati kalau Nico sudah ngeluarin kata-kata sepedes cabe dan setajam golok. Padahal mereka udah sahabatan sejak sd. Tapi Cherry, yang notabennya baru kenal kurang lebih sebulan, itu juga bukan kenal dalam artian deket, malah terkesan biasa-biasa aja sama sikap Nico. Kayaknya Cherry emang suka beneran sama Nico. Pikir Arif. "Kalo Nico gak makan nanti gue yang makan Cher, tenang aja," ucap Arif setelah menghadiahi Nico delikan kesal. Terkesan sekali kalau Arif merasa tidak enak dengan sikap sohibnya tersebut. Cherry hanya tersenyum kecil. "Thanks kak, tapi sih gue ngarepnya yang makan tetep kak Nico," ucap Cherry dengan penekanan pada kata ngarep. Arif tidak bisa untuk menahan kekehannya. Diliriknya Nico yang masih saja bertampang acuh dan datar. Busetdeh ini orang hatinya beku banget. Batinnya. "Yaudah kak gue balik ke kelas ya, bye!" lalu cewek berwajah imut itu segera berlari menuju kelasnya. Nico mendengus sambil meninggalkan Arif menuju kelas mereka. "Rif, gue kan bilang jadi orang jangan terlalu baik. Nanti dia ngarep lebih, lo lagi yang disalahin!" omel Nico sambil meletakkan ranselnya di atas mejanya. Arif menghela nafas sambil ikut meletakkan ranselnya dan mengambil posisi duduk di kursinya yang memang bersebelahan dengan Nico. "Bukannya sok baik, tapi ya kasian aja anak orang digituin, apalagi dia baik gitu anaknya," jelas Arif. Nico justru mendengus. "Tau darimana dia baik? Dia kayak gitu karena ada maunya," ucap Nico sadis. Arif berdecak. "Gue bener-bener gak ngerti jalan pikir lo deh Co, tu anak suka sama elo, dia lagi usaha buat ngungkapin perasaannya ke elo kok malah dikata ada maunya?" tanya Arif tak habis pikir dengan sahabatnya itu. Nico menarik keluar roti dan kopi yang ditinggalkan Cherry di laci mejanya, lalu meletakkannya di atas meja. "Iyalah. Dia lagi usaha supaya gue suka sama dia juga. Terus kalo udah dapet? Yakin dia bakal ngasih-ngasih kayak gini? Enggak." Arif mendesah nafas frustasi. Percuma ngomong sama Nico yang hatinya udah kayak es batu itu. Beku. "Auk ah bodo amat Co, terserah elo aja kampret. Pagi-pagi bikin gue kesel lu ah, mending gue nyamperin Siska." Mendengar nama Siska, Nico langsung menaikkan sebelah alisnya. "Lo serius suka sama Siska?" tanyanya namun dengan ekspresi yang datar. Arif tersenyum. "kalau gak suka ngapain gue deketin." "Bagus deh kalo emang bener gitu." Entah kenapa ada nada sarkasme yang tersirat dalam ucapan Nico. Namun Arif berpura-pura tidak tau dan dia langsung pergi meninggalkan Nico menuju kelas Siska, cewek anak kelas IPA yang seangkatan dengan mereka. Dan akhir-akhir ini Arif tiba-tiba mendekati cewek itu setelah sekian lama Arif tidak pernah menjatuhkan hati pada cewek manapun setelah hubungan terakhirnya dengan mantannya, Irene. Nico lalu meraih kertas yang Cherry sertakan di laci mejanya bersama roti dan nescafe. Ia buka surat yang selalu Cherry sertakan tersebut yang kali ini lagi-lagi berisikan sebuah kutipan. Everyday may not be good. But there is something good in everyday. Semangat ya kak Nico buat hari Seninnya! Semoga hari ini ada hal yang bikin lo senyum. Cheirilya Putri a.k.a Cherry. Tanpa Cherry ketahui, kalau harapannya hari itu terkabul. Sebuah senyuman tipis tersungging di bibir seorang Nico Anugerah. Yang meski hanya sekilas dan sepintas, tapi meneduhkan.   *** "DIKA!!!" teriakan seorang cewek yang tiba-tiba muncul di depan pintu kelas 10-2 membuat sebagian penghuninya yang belum beranjak ke kantin karena saat ini sedang jam istirahat otomatis mengalihkan perhatian kepada si empunya suara. Seorang cewek yang mereka kenal sebagai Tania, senior kelas dua belas yang merupakan pentolan di SMA Bakti Siswa karena merupakan salah satu anak penyumbang dana, berdiri dengan wajah murka di pintu kelas mereka. Ini namanya bencana! Tania adalah seorang pentolan yang punya banyak back up dan tidak tanggung-tanggung, pengikutnya adalah cowok-cowok badung alias premannya Bakti Siswa. Kebanyakan murid veteran yang memang nakal dan doyan tawuran. Entah apa yang membuat mereka mau jadi kacung dari Tania, tapi dari gosip yang beredar karena duit Tania emang kenceng banget. Balik lagi ke tujuan Tania muncul di jam istirahat dengan kepala mengepulkan uap tak kasat mata, sudah pasti tujuannya tidak baik dan tentu saja yang jadi sasarannya ini pastilah Mahardika. Cowok yang saat ini malah sedang asyik memakan bekal Andi, anak mami yang selalu dibawain bekel sama nyokapnya. "Apaansih teriak-teriak?" tanya Dika super nyantai. Alhsil ekspresi anak-anak yang daritadi natap Tania dan Dika bergantian langsung terbelalak tidak percaya. Mahardika atau yang lebih sering dipanggil Dika memang orang yang iseng, jail, tidak sopan dan sederet hal-hal negatif lainnya. Tapi mereka tidak habis kalau Dika juga punya sembilan nyawa. Karena Cuma murid yang punya sembilan nyawa aja yang berani nyari ribut sama Tania. "Minggir lo!" bentak Tania pada seorang cowok bernama Syahrul yang memang sedang berdiri di dekat papan tulis. Padahal posisi Syahrul berdiri sama sekali tidak menghalangi jalannya Tania, tapi memang pada dasarnya Tania sedang sensi, jadilah semua serba salah dimatanya. Tania masuk ke dalam kelas dan menghentakkan kakinya yang beralaskan sepatu all star ori berwarna merah terang dengan hentakan berlebihan untuk menghampiri Dika. Murid-murid yang tadinya berniat untuk pergi ke kantin mendadak memutuskan untuk tinggal di kelas dan menonton acara yang sepertinya akan seru ini lebih dekat. Murid-murid yang tadinya Cuma berniat lewat saja mendadak berhenti di koridor dan menonton lewat jendela kelas. Dika yang dihampiri Tania dengan wajah menahan amukan itu malah masih santai menyantap bekal milik Andi yang orangnya sudah kabur karena takut dengan aura yang dikeluarkan Tania. "b******k lo, Dik!" seru Tania sambil menarik kerah kemeja Dika membuat sendok yang dipegang Dika bahkan terlempar sehingga nasi diatasnya tumpah ke meja. "Woles, Tan, kamu kenapa sih?" tanya Dika dengan nada yang dibuat-buat manis. Tania menggertakan giginya, geram. "b*****t gausah sok polos lo! Lo nyelingkuhin gue kan?!" teriak Tania keras sehingga membuat anak-anak kelas 10-2 juga murid-murid kelas lain yang menonton diluar yang mendengarnya sontak terkejut. Tania diselingkuhin Dika? Sejak kapan mereka jadian?! Dika lalu tersenyum, sebelah tangannya menggenggam tangan Tania yang berada di kerah kemejanya lalu ia meremasnya lembut. Matanya yang berwarna almond menatap manik mata Tania yang berkilat penuh amarah. "Kamu tuh gemesin deh kalau lagi marah gini," ucap Dika sambil tersenyum manis. Tipe senyuman yang memikat dan membuat hati yang melihatnya meleleh. Termasuk Tania. Cewek yang sedang dilanda emosi akibat cemburu buta itu lantas mengerjapkan matanya. "Gausah ngalihin topik. Ngapain lo sama si j****y Andien kemaren di lapangan basket?" tanya Tania dengan nada bicara yang tidak sekeras sebelumnya namun masih cukup keras untuk bisa di dengar penghuni kelas yang kini sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada keduanya. Dika mengernyitkan dahinya, bersikap seolah dia bingung. "Ngapain? Hm main basket mungkin?" ucapnya masih dengan nada lembut menggoda. "Main basket sambil peluk-peluk dari belakang pegang-pegang tangannya?!" bentak Tania tidak tahan. Ia menghempaskan tangan Dika yang sejak tadi memegangi tangannya. Tanpa diduga Dika justru memasang wajah terluka. "Yaampun, sayang, aku Cuma bantuin kak Andien doang, kebetulan kan aku anak basket dan lagi disitu waktu dia nyari anak basket yang lain makanya aku bantu," terang Dika panjang dan lancar seolah apa yang dibicarakannya memang kenyataan. Ya meskipun memang kenyataan, tetapi ada bagian yang Dika tidak ceritakan tentu saja. Contohnya saat Dika membisikkan gombalan di telinga Andien dan meminta line cewek yang seangkatan dengan Tania tersebut. Dika lalu kembali menggenggam tangan Tania lalu memainkan jempolnya diatas punggung tangan Tania. "Pacar aku kan kamu, aku sayangnya Cuma sama kamu doang lah," ucap Dika meyakinkan. Entah kekuatan macam apa yang Dika gunakan, mata Tania yang tadinya mengilatkan api amarah tiba-tiba padam begitu saja dan mendadak melembut. "be—bener?" tanya Tania dengan nada yang sepenuhnya luluh. "Kamu denger darimana emang aku selingkuh?" tanya Dika sambil mengusap puncak kepala Tania dan membuat wajah cewek itu memerah. "Kevin. Dia liat kamu berduaan sama Andien." Dika menyunggingkan senyum miring. "Kamu lebih percaya dia daripada aku?" tanya Dika yang langsung direspon Tania dengan gelengan. "Enggak, aku percaya kamu kok." Dika lalu mengalihkan tangannya yang semula mengelus puncak kepala Tania ke pipi cewek itu dan mencubitnya kecil. "Gitu dong. Udah yuk ke kantin, kita jadi tontonan nih." Sontak Tania langsung memutar pandangannya ke arah penghuni kelas 10-2 dan juga murid-murid yang berkerumun di kaca. "NGAPAIN LO PADA LIAT-LIAT HAH?" teriaknya membuat para junior itu langsung tersentak dan mengalihkan tatapan mereka dan bersikap seolah sedang melakukan aktifitas masing-masing. Penonton di jendela pun mendadak kabur karena tidak mau berurusan dengan Tania. Dan kasak-kusuk langsung terdengar di sepunjuru gedung kelas sepuluh tersebut, membahas soal kejadian yang cukup menghebohkan. Kejadian dimana seorang pentolan sekolah Natania Adiwijaya, yang terkenal galak dan sering menindas, luluh ditangan seorang Mahardika Reza, si anak kelas sepuluh yang emang terkenal punya daya tarik memikat dan punya sifat player.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD