Sepanjang jalan Nabilla yang masih sangat kesal terus diam dan memanyunkan bibir nya.Briyan juga menjadi merasa bersalah.
"Bill." Panggil Briyan pelan.
"Hmm."
"Kok lo jadi ngambek ke gue juga sih?"
"Lo kan juga salah."jawab Nabilla sinis.
"Serah lo deh." Jawab Briyan pasrah. Karna ia tau kalau Nabilla tengah ngambek bakal lama karena tergantung moodnya yang sangat mudah berubah. Sekarang sedikit demi sedikit Briyan sudah mulai bisa memahami Nabilla meskipun belum sepenuhnya.
Briyan berfikir untuk mengajak Nabilla ke taman kota untuk mengembalikan moodnya yang sudah hancur.Ia pun langsung memutar arah menuju taman kota yang letaknya tak jauh dari apartemennya.
Setelah sampai, Briyan langsung memberhentikan mobilnya di parkiran taman.
"Yuk turun." Ajak Briyan pada Nabilla yang tetap diam tak bergeming di kursi penumpang.
"Mau ngapain?"
"Udah ayo ikut aja, bawel banget sih lo." Setelah itu mereka berdua turun dari mobil dan duduk di salah satu kursi taman.
"Lo tau nggak anak-anak kecil yang ada di sana?"tanya Briyan sambil menunjuk ke arah segerombolan anak-anak kecil yang sedang bermainan menikmati sore yang indah.
Nabilla hanya mengangguk kan kepalanya saja, tanda ia sudah mengerti.
"Nasib mereka tidak seberuntung kita yang masih punya orang tua dan bisa hidup enak seperti ini,"ucap Briyan dengan terus menatap lurus kearah anak-anak itu.
Nabilla mengerenyitkan dahinya bingung."Maksud lo?"
"Mereka semua tuh anak-anak panti asuhan yang rata-rata nggak punya orang tua atau sengaja di buang.Bahkan ada yang sengaja di buang karena cacat fisik."Dari penjelasan Briyan mengenai nasib anak-anak itu membuat Nabilla merasa miris.
"Loh kok, lo bisa tau sih?"tanya Nabilla masih tetap bingung.
"Biasanya kalau gue lagi ada waktu luang atau lagi bosen di rumah gue selalu ke sini atau ngunjungin mereka di panti ngasih makanan buat mereka."
Nabilla tertegun. Ia tidak menyangka kalau Briyan seperduli ini dengan orang di bawah mereka."Jadi mereka semua kenal sama lo dong?"
"Iya lah. Gue tu seneng banget sama yang namanya anak-anak,"ujarnya sembari tersenyum.
"Gue juga. Tapi dari dulu nggak di buat-buatin adek,"ucap Nabilla sambil tertawa mengingat masa kecil nya dulu yang selalu merengek minta adek.
"Sama, gue juga. Dulu Tiap hari gue selalu nanyain kapan gue punya adik terus. Sampai nyokap sama bokap pusing mikirin permintaan gue."
"Kok sekarang lo nggak punya adik?"tanya Nabillamulai kepo.
"Mama dulu kandungan nya lemah, udah berkali-kali keguguran. Setelah itu gue nggak berani minta adek lagi. Sebenarnya gue iri sama temen-temen gue yang punya kakak atau adik gitu, bisa di ajak main, jalan-jalan, ngobrol, lah gue? selalu kesepian."Mimik muka Briyan berubahmenjadi sangat sedih.
"Oh, iya, lo kan anak tunggal. Kalau gue masih punya kakak, meskipun nyebelin."
"Dulu gue punya kakak,"ucap Briyan terhenti sejenak."Tapi mungkin sekarang udah bahagia di sana," lanjut nya dengan wajah sendu.
"Mak... maksud lo? Kakak lo udah meninggal?"tanya Nabilla memastikan.
"Iya, kakak gue meninggal waktu umur gue 6 tahun, mukin kalau sekarang masih ada udah seumuran kakak lo."
"Emang meninggal karna apa yan?"
"Kakak gue punya tumor di kepalanya, waktu mau di oprasi Kakak gue udah nggak bertahan." Briyan tersenyum miris saat mengingat perjuangan kakak nya dulu.
"Gue juga bingung, semua orang yang gue sayangi selalu punya penyakit itu, dan selalu ninggalin gue karena penyakit itu,"ucapnya sedikit ada rasa kesal dan sakit dalam ucapannya.
"Maksud lo semua? emang siapa saja?"Nabillamasih bingungdengan pembicaraan Briyan kali ini. Selain kakaknya, memang siapa lagi?
"Udah nggak usah di bahas. Pulang aja yuk udah sore." Ajak Briyan seakan mengalihkan pembicaraan. Hatinya terasa sakit saat membicarakan itu semua.
Sebenarnya Nabilla masih penasaran dengan kata 'semua'. Memang siapa saja bukannya kakaknya saja? Namun ia diam saja, karena wajah Briyan yang tidak bersahabat.
Di sepanjang perjalanan menuju parkiran taman, mereka hanya diam dan sibuk dengan fikiran nya masing-masing.Hari yang sudah mulai gelap membuat taman tersebut sepi, hanya beberapa orang saja yang berlalu lalang.
Saat mereka sampai di mobil mereka, betapa terkejutnya saat melihat keranjang bayi di sampingban mobil.
"Eh bayi Yan, ini bayi siapa?"ucap Nabilla paniksekaligus heboh dan langsung mengahampiri keranjang tersebut untuk melihat kondisinya. Terlihat bayi laki-laki tengah tidur meringkuk di dalam keranjang nya, bayi tersebut kira-kira sudah berumur 1 tahunan.
"Yan lo kok diem aja sih? Gimana?"decak Nabilla kesal. Bukannya ikut panik malah diam saja.
"Gue juga bingung kali." Briyan mengacak rambut nya kesal.Diam-diam Briyan juga tengah berfikir.
"Ini bayi sipa coba, nggak kasian di biarin di sini sendiri."
"Bentar, ini ada tasnya." Briyan mendekat ke arah keranjang bayi tersebut dan mengambil tas yang tergeletak bersama keranjang bayi yang sudah usang.
Perlahan Briyan mulai membuka resleting tas tersebut, dia menemukan satu kertas di atas barang-barang yang lain. Akhir nya ia membuka surat tersebut dan membaca nya dengan teliti.
"Yan, isi nya apaan?"tanya Nabilla penasaran degan isi surat tersebut.
Briyan menghembus kan nafas berat setelah usai membacaisi surat. Ia mengusap kepala bayi itu, dan merasa sangat iba saat memandangnya.
"Yan kenapa?" Nabilla masih penasaran dengan surat yang Briyan bawa.
"Lo bawa dia ke mobil, bisa gendong kan?"
"Ehh... eh sembarangan aja lo, emang lo pikir anak siapa ini main bawa aja entar di kira penculik kita," tolak Nabilla tak setuju.
"Sekarang dia anak kita, kita rawat dia bareng-bareng."
Anak kita? hah? apa maksud Briyan?
Nabilla masih belumpaham maksud dan tujuan Briyan. Meski begitu, ia tetapmengangkatperlahan bayi tersebut agar tidak terbangun.
Briyan membukakan pintu untuk Nabilla setelah itu ia juga masuk dan duduk di kursi kemudi.
Saat sudah sampai di apartemen mereka, Briyan menceritakan semua isi surat yang berisikan permintaan ibu Raffa agar menjaga dan menyayangi Raffa, karena kondisi ekonomi yang tidak memungkin kan akhirnya Raffa di geletakkan disamping mobilnya, dan percaya pada si pemilik mobil bahwa hidup Raffa akan terjamin.
"Jadi dia nama nya Raffa?"
Briyan hanya mengangguk kan kepala nya menjawab pertanyaan Nabilla.
"Jahat banget ibu kamu sayang," ucap Nabilla pada Raffa yang masih tertidur pulas.
"Bukan jahat, mungkin Ibunya cuma pengen anaknya berada di tangan orang yang tepat karena ia sendiripun sudah tak mampu untuk merawat nya. Siapa sih ibu yang tega membuang anak nya sendiri? Semua ibu cuma pengen yang terbaik untuk anaknya meskipun jalannya saja yang salah." Jelas Briyan panjang.
"Ya meskipun begitu, coba deh tadi kalau yang nemuin Raffa orang jahat gimana coba? Apa malah nggak kasian?"
"Udah lah nggak usah di bahas gue mandi dulu." Ia pun langsung bangkit dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi.
Nabilla pun masih terus berbaring di samping Raffa yang masih tertidur dengan nyaman nya.
Nanun lama kelamaan mata nya mulai berat dan akhirnya terprjam.
•••
Sayup-sayup telinga Nabilla mendengar suara tangisan, mata nya yang berat pun ia paksa buka.Samar-samar ia melihat Briyan tengah menimang-nimang Raffa di gendongan nya.
"Yan lo apain Raffa?"ucap Nabilla yang langsung terduduk tegak.
"Nggak gue apa-apain tadi tiba-tiba nangis, gue bingung sumpah dari tadi nggak diem-diem." Ucap nya panik menghadapi Raffa yang terus menangis.
"Coba sini lo buatin s**u nya, di tas nya udah ada botol sama susunya bisa kan?" Nabilla segera mengambil alih Raffa dari gendongan Briyan.
Dengan lembut ia megusap punggung Raffa dan mengayun-ayun kan nya.
"Raffa laper ya? Sabar ya sayang masih di butin susu."
Nabilla yang sudah geram dengan Briyan karena tak kunjung datang akhir nya menyusul nya ke dapur.
Di dapur Briyan tengah sibuk mencari takaran yang pas s**u dan air di internet, karena kali ini adalah pengalaman pertamanya membuat s**u untuk bayi.
"Yan gimana sih gue nyuruh buat s**u bukan main hp!" Ucap Nabilla kesal.
"Ini gue lagi browsing tunggu bentar deh." Briyan sudah mulai membuat s**u sesuai ketentuan yang ada di internet.
Nabilla pun hanya memandang Briyan dari belakang sambil menimang Raffa yang mulai berhenti menangis.
Briyan membalik kan badan nya dan menghampiri Nabilla sambil mengocok botol s**u kecil milik Raffa.
"Yuk ke kamar dingin." Ajak nya, setelah itu mereka berjalan bersama menuju kamar.
Dengan perlahan Nabilla menidurkan Raffa kembali ke ranjang dan menarik selimut kecil ke tubuh nya. Mata nya mengerjap lucu membuat Nabilla gemas sendiri dan terus-terusan menciumi pipi gembil nya.
"Udah jangan di ciumin mulu nangis entar, minggir Raffa mau minum." Ucap Briyan memperingati, karena ia tidak mau Raffa menangis lagi.
Nabilla pun memindah posisi nya ke samping kiri Raffa memiringkan tubuh nya dan mengusap kepala nya yang hanya di tumbuhi rambut tipis. Sedangkan Briyan memegangi botol s**u nya.
Sudah sangat lama mereka dalam posisi seperti ini, namun Raffa belum juga menutup mata nya padah jam sudah menunjuk kan pukul 1 dini hari.
"Yan gue udah nggak kuat tidur bentar ya, entar gantian kalau lo ngantuk." Ucap nya dengan mata yang sudah setengah terpejam karena kantuk yang luar biasa.
"Iya." Sebenarnya Briyan juga menahan mati-matian kantuk nya demi tetap tergaja untuk menjaga RAffa.