Matahari pagi menyusup ke dalam kamar mereka menyilaukan mata. Perlahan Nabilla membuka matanya sedikit demi sedikit karena merasa ada tangan kecil yang menepuk-nepuk wajah nya.
"Affa udah bangun?" Ucap nya dengan suara serak khas orang bangun tidur dan menghujami nya ciuman di wajah. Nabilla menggeliat pelan dan menoleh ke arah Briyan yang tidur di sampingnya. Ternyata Briyan masih tertidur lelap.
Ia terlonjak kaget saat melihat jam di dinding nya sudah menunjuk kan pukul 6 lebih 35 menit.
Ia segera membangun kan Briyan yang masih tertidur dengan pulas nya "Yan bangun udah jam 6 lebih!" Dengan tenaga extra ia mengguncangkan tubuh Briyan.
Raffa yang melihat Nabilla tampak panik dan sesekali berteriak menjadi takut dan mulai merengek dan berubah menjadi tangisan "Aduh Raffa kok nangis." Nabilla mengangkat Raffa dan mengusap-usap punggung nya agar ia bisa berhenti menangis.
Briyan yang mendengar tangisan Raffa yang cukup keras langsung terlonjak kaget dan langsung membuka matanya. "Raffa! Dia kenapa?" Tanya nya panik.
"Kaget pas gue bangunin lo tadi." Jawab Nabilla sambil masih mengusap punggung Raffa.
Briyan merenggangkan otot-otot nya dan kembali menaikkan badcover nya berniat untuk kembali tidur karena mata nya masih sangat berat.
"Bangun! Lo sekolah nggak?!" Sentak Nabilla membuat Raffa kembali menangis.
Briyan bangkit dan mengambil alih Raffa dari pangkuan Nabilla.
"Kontrol suara lo, jangan bentak-bentak." Ucap nya pelan namun terdengar tajam.
Nabilla menghembuskan nafas kesalnya dan segera turun dari ranjangnya, lalu mengambil seragam nya di lemari.
"Hari ini nggak usah sekolah, kita izin." Ucap nya menghentikan pergerakan Nabilla. "Nggak! Gue mau sekolah kelas gue ada ulangan nanti gue ketinggalan." Tolaknya cepat.
"Terus Raffa mau lo tinggalin di sini sendiri? Mama papa semua kerja jadi kita nggak bisa nitip."
"Yaudah lo aja yang jaga di sini gue mau sekolah." Jawab nya enteng mebuat Briyan menggeram kesal.
"Egois! Gue nggak bisa jamin lo bisa jadi ibu yang baik atau nggak nanti nya setelah liat tungkah lo yang kayak gini." Nabilla mematung di tempat mendengar Ucapan tajam menusuk ulu hati nya. Baru kali ini ia merasa sangat sakit hati dengan ucapan Briyan yang selalu tajam tak berperasaan. Harga dirinya sebagai wanita sudah di injak-injak begitu saja. Tanpa merasa bersalah sedikitpun Briyan melewati nya begitu saja keluar dari kamar sambil menggendong Raffa.
Air mata yang sudah di tahan nya sedari tadi akhirnya luruh begitu saja. Ia benar-benar tidak terima dengan kata-kata yang terlontar dari bibir Briyan suami sah nya sendiri. Ia melempar asal seragam nya dan menjatuh kan tubuh nya ke atas ranjang dengan posisi tengkurap.
Setelah puas menangis, ia mulai berfikir untuk menunjuk kan pada Briyan bahwa ia bisa menjadi ibu yang baik untuk Raffa dan untuk anak nya sendiri kelak. Agar ia bisa membuat Briyan menarik semua kata-kata yang tak pantas untuk ia ucapkan tadi.
Nabilla mengusap sisa air mata nya kasar dan beranjak keluar dari kamar nya. Di ruang tengah Briyan tengah asik menonton kartun di televisi sesekali ia menirukan gaya bicara nya membuat Raffa tertawa. Melihat itu Nabilla hanya melewati nya tanpa menyapa ia melanjutkan jalan nya menuju dapur. Ia terdiam sebentar memikirkan apa yang akan ia masak karena urusan masak-memasak ia belum mahir seperti mama nya. Sambil berfikir ia mulai menanak nasi di rice cooker .
Ia mulai mencari resep-resep masakan yang simpel dan mudah karena malas ribet namun tak kunjung menemukan yang pas.
Setelah lama mencari-cari dan melihat bahan masakan yang ada akhirnya ia membuat sup ayam agar Raffa juga bisa ikut memakan. Meskipun sedikit ragu ia mengeluarkan semua bahan masakan nya dan mulai mengupas bumbu yang ia butuh kan dan di lanjut memotong wortel, brokoli, serta ayam.
Setelah hampir setengah jam lebih berkutat di dapur akhir nya masakan nya selesai. Untuk saat ini hanya sup serta tempe dan tahu goreng yang dapat ia buat. Selesai menghidangkan di meja makan ia menghampiri Raffa yang saat ini tengah duduk di atas karpet beludru dengan Briyan di samping nya. Tanpa menoleh Briyan yang kini tengah berada di samping nya Nabilla mulai mengajak ngobrol Raffa yang kini tengah asik memainkan buku Briyan yang sudah tidak terpakai. "Mandi yuk abis itu makan." Ajak nya.
"Mamam?" Ucap nya dengan suara menggemaskan membuat Nabilla mencubiti pipi nya.
"Iya mamam nya nanti sekarang Raffa mandi dulu ya." Raffa bersorak senang sambil mengucapkan kata 'mamam' terus-terusan. Dengat semangat nya Nabilla mengangkat Raffa dan di ajak nya ke kamar.
Ia menduduk kan Raffa di atas Ranjang dan mulai melepas baju nya dengan hati-hati.
Di dalam kamar mandi Nabilla merasa kualahan memandikan Raffa yang Brutal memainkan air, baju yaang ia kenakan juga sudah basah semua.
"Sayang udah ya main air nya." Dengan hati-hati ia nengangkat tubuh mungil Raffa dari bak dan membalut tubuh nya dengan handuk.
Raffa yang notaben nya balita yang hiperaktif sangat sulit untuk di pakaikan baju ia akan bergerak-gerak kekanan dan kiri sambil memainkan mulut nya menimbulkan suara aneh. Belum lagi Nabilla yang belum terbiasa menangani hal semacam ini membuatnya kesulitan. "Raffa diem dulu dong pakek baju dulu." Nabilla menegak kan tubuh Raffa agar memudahkan nya memakaikan baju untuk nya.
"Bruubruuu. ." Celotehnya tak jelas sambil sesekali tangan nya menggapai rambut Nabilla yang menjuntai panjang dan menariknya membuat Nabilla memekik "Aww! Lepas Fa sakit." Namun yang di lakukan Raffa malah tertawa senang dan semakin menarik-narik rambut Nabilla.
Saat Raffa masih asik dengan memainkan rambut dan Nabilla yang sedang berusaha melepaskan tangan mungil di rambut nya, pintu kamar terbuka dan tampak sosok Briyan yang masih bermuka datar. Tanpa kata ia membantu Nabilla melepaskan tangan Raffa di rambut nya, setelah itu mengangkat tubuh nya dan menciumi wajah nya yang menggemaskan. Raffa pun yang merasa kegelian tertawa di dekapan Briyan.
"Gue mandi dulu lo sarapan aja dulu." Ucap Nabilla setelah itu berlalu menuju kamar mandi.
"Pombom." Ucap nya sambil menunjuk ke arah pintu kamar.
"Pombob?" Tanya Briyan kurang faham.
"Pombob! Pombob!" Serunya riang sambil menepuk tangan nya.
"Pombob apa sih Fa?" Briyan mencoba mengingat-ingat apa saja yang ia tunjuka kan pada Raffa tadi. "Oh spongebob?"
"Pombob!"
Dengan senang hati Briyan mengangkat Raffa keluar dari kamar menuju ruang tengah dan menyalakan televisi nya lagi dan menduduk kan tubuh nya juga Raffa di atas karpet beludru.
Dengan mata berbinar ia tak mengalih kan pandangan nya pada layar televisi. Raffa sangat senang melihat si kuning itu di televisi.
"Lo nggak sarapan?" Suara Nabilla mengagetkan Briyan. Ia ikut duduk di sampingnya dengan rambut yang masih basah.
"Nunggu lo."
"Yaudah buruan makan keburu dingin." Nabilla beranjak dari duduk nya menuju meja makan yang tak jauh dari tempat nya kali ini.
Briyan mengikuti Nabilla sambil mengangkat Raffa yang meronta tidak mau meninggal kan si kuning di televisi. "Raffa makan dulu ya."Ucap nya lembut.
Briyan mengambil duduk di samping Nabilla yang sudah mengambilkan nasi untuk nya dan juga untuk dirinya sendiri. Dari saping ia bisa melihat Nabilla melayani nya dengan telaten, entah mendapat hidayah dari mana anak itu.
" tumben." Gumam nya menghentikan aktivitas yang sedang Nabilla kerjakan.
"Apanya?"
"Nggak papa." Elaknya, setelah itu menyendok kan nasi ke dalam mulut nya sedangkan satu tangan nya ia guenakan untuk memegangi Raffa agar tidak terjatuh dari pangkuan nya. Saat nasi serta sup masuk ke dalam mulut nya, rasa asin mendominasi rasa nyaa
Nabilla melirik Briyan yang nampak kesusahan makan sambil memangku Raffa yang tidak bisa diam. "Sini Raffa lo makan dulu aja."
"Nggak papa gue bisa." Setelah itu ia melanjutkan makan nya meski sedikit kesulitan.
Nabilla yang baru saja memasuk kan sup nya ke dalam mulut merasa kaget karena rasa nya yang sangat asin. Seingat nya ia hanya memasuk kan sedikit garam.
"Yan stop nggak usah di makan, asinn" Ucap nya tak menghentikan Briyan.
"Nggak masalah."
Nabilla terkejut melihat reaksi Briyan yang tampak B aja, padahal rasa sup itu sudah seperti air laut.
"Asin banget, gue buatin mie aja ya."
"Ini aja, nggak baik buang-buang makanan gimana pun hasil nya tetep di makan." Nabilla tertegun mendengar ucapan Briyan, dan segera melanjut kan makan nya lagi meskipun dengan menahan asin di mulut nya.
Selesai sarapan Nabilla membuatkan Raffa bubur instan untuk sarapan nya, karena rasa sup nya yang kelewat asin.
Ia mengahampiri Raffa yang tengah bermain dengan Briyan di ruang tengah nya. "Raffa sini." Nabilla melambaikan tangan nya agar Raffa mendekat pada nya.
Dengan semangat, Raffa merangkak menghampiri Nabilla.
"Aaak dulu dong." Dengan telaten ia terus menyodor kan bubur di mangkok kecil nya sampai tandas.
"Affa pinter!" Ucap nya senang sambil mengusap kepalanya sedangkan Raffa bertepuk tangan sambil tersenyum memamerkan gigi s**u nya yang baru saja tumbuh.
"Nih di minum s**u nya." Raffa langsung meraih botol s**u nya dan segara menghisap nya.
Sedangkan Briyan hanya memperhatikan mereka berdua dari sofa sambil tersenyum tipis. Ia sempat terkagum dengan Nabilla yang begitu telaten menghadapi Raffa yang hiperaktif.
"Nanti siang kita di suruh ke rumah mama, sekalian kita kenalin Raffa ke mereka." Ucap Briyan.
Nabilla menoleh ke arah nya. "Emm, Yan entar kalau mereka nggak suka sama Raffa gimana?"
"Nggak mungkin."
Nabilla meghembuskan nafas nya. Ia mencoba berfikir positive, orang tua nya dan juga Briyan bukan orang tua yang jahat pasti mereka mau menerima.
****