1. PRIA PUCAT

1736 Words
• AUTHOR POV • - Kolombia, Amerika Selatan - "Feira, Aku pergi!" Emma berteriak pada Feira yang masih tertidur pulas di kamarnya. Pagi ini hujan kembali mengguyur kota Kolombia dengan gerimis kecil. Langit tampak mendung dengan angin yang berhembus begitu kuat membuat Feira harus bangun dan menutup kembali jendelanya. Cuaca dingin mulai menyelimuti rumah Feira yang berada di tengah hutan. Karena cuaca yang tengah hujan membuat Feira harus berdiam diri di dalam rumahnya. Biasanya, jika tidak hujan Feira akan menghabiskan waktunya berjalan di hutan dan menikmati pemandangannya. Feira begitu menyukai pemandangan yang indah, ia bahkan kadang ingin menelusuri hutan tanpa rasa takut dan mendapat pemandangan yang jarang orang akan melihatnya. Sepertinya langit bisa mendengar suara hati gadis cantik itu yang ingin menikmati harinya. Hujan menjadi redah, membuat Feira menatap ke arah luar dengan senyum ceria. Feira selalu menganggumi hutan dimana ia tinggal karena berbeda dengan yang lainnya. Feira selalu menjaga kelestariannya dan beberapa hewan yang selalu ia beri makan. *** • FEIRA POV • Aku terus berjalan meninggalkan rumahku dengan senyum sumeringah menuju ke tengah hutan. Betapa terkejut Aku saat mendapati sebuah terowongan yang belum pernah ku lihat sebelumnya. "Terwongan apa itu? Kenapa Aku baru melihatnya?" Batinku. Dengan rasa penasaran, Aku menelusuri terowongan itu yang begitu luas dan panjang. Aku tiba di ujung terowongan itu lalu di sajikan pemandangan yang begitu indah. Lebih indah dari pemandangan hutan sebelumnya yang pernah Aku dapatkan. Pohon yang begitu hijau dengan beberapa bunga langka yang tidak pernah ku temui. Bahkan cuacanya pun terasa sangat sejuk dan damai. Aku terus melangkah dengan rasa penasaranku yang begitu besar, menatap kekaguman rahasia hutan yang tidak pernah ku dapatkan. Senyum kembali terukir di wajahku, hingga buliran hujan kembali turun dan membasahi bajuku. Aku berlari menuju pohon besar yang ada di hadapanku, Aku meneduhkan diriku yang tengah basah akibat hujan. Aku yang begitu sensitif tersentak saat menyadari adanya kehadiran sosok lain selain diriku di hutan ini. Betapa terkejutnya Aku saat menatap kearah atas pohon dan mendapati seorang pria yang menatapku dari atas sana. "Ka---kau siapa?" ucapku gugup. Pria berkulit pucat itu turun lalu tersenyum padaku. Pria itu semakin mendekat ke arahku, wajahnya begitu dekat seolah ingin menghirup aroma tubuhku yang terlihat begitu menarik perhatiannya. Aku beringsut mundur hingga tubuhku berhasil menabrak batang pohon yang tepat berada di belakangku. "Hm.. Aku baru melihatmu disini" ucap pria itu dengan suara berat yang terdengarkan. "Aku juga baru melihatmu" Ucapku yang masih terdengar gugup. "Tidak! Seharusnya tidak ada orang yang dapat ke sini, dari mana kau tau soal terowongan itu?" ucapnya dengan wajah kebingungan. Raut wajahnya seakan memberi tanda kalau tidak apa seorang pun yang pernah melalui terowongan itu. "Terowongan itu di buat hanya untuk di lalui keluargaku" lanjutnya sambil menatapku. "Aku sebelumnya tidak pernah melihat terowongan itu, tadi Aku penasaran dan terus berjalan hingga sampai disini .." Ucap ku mencoba untuk menyesuaikan diri padanya. Pria itu menatapku begitu lekat membuat jantungku berdegub kencang. Ia mengukir senyum pada sudut bibirnya, terlihat menyeramkan tapi tidak dapat ku pungkiri kalau ia juga terlihat tampan. *** • MERVIN POV • Aku menatap wajahnya yang terlihat kagum dengan pemandangan yang di sajikan hutan ini. Ia memang terlihat seperti baru berada di tempat ini. Aku bahkan bingung kenapa gadis ini berhasil menerobos terowongan itu. Terowongan yang tidak seharusnya di lalui seorang manusia. Penciumanku yang begitu sensitif menghirup aroma lain yang di miliki gadis ini. Aroma yang belum pernah Aku dapatkan sebelumnya. Aku menatap kedua mata hazelnya mencoba mengenalinya lebih dalam tapi Aku terkejut saat tidak mendapat apa yang Aku inginkan. Aku melihat sebuah tembok besar yang menghalangi ku masuk. Ada apa dengan gadis ini? Rasa penasaranku membuat diriku berusaha terlihat ramah padanya. Mencoba menjadi akrab dengannya. Entah apa yang mendorongku untuk melakukan hal itu. Hal yang tidak pernah ingin Aku lakukan pada manusia. "Ohya.. Aku Feira Tsalissa, dan kau? Apa kau juga tinggal di hutan ini?" Dia mengulurkan tangannya tanpa ragu untuk berjabat denganku, pria yang baru saja ia temui. "Ya.. Aku sering kesini. Hm, Aku Mervin Russel Craig" balasku menjabat tangannya yang begitu terasa hangat. Matanya melebar saat Aku berhasil menjabatnya. Mungkin ia menyadari rasa dingin yang di berikan oleh tanganku. Suhu tubuhku dan dia begitu sangat berbeda. Tapi, dia berusaha tersenyum seolah tidak ada yang berbeda dariku. "Apa kau kedinginan? Kau bisa pakai mantelku" Aku terkejut saat ia melontarkan perkataan seperti itu. Ia bahkan memberikan mantelnya padaku. Aku tidak dapat menahan senyumku, sikapnya padaku terlihat begitu menarik. Apa dia sepolos itu?  "Aku tidak membutuhkannya. Kalau kau memberiku, kau yang akan kedinginan" ucapku sambil tertawa menatapnya. Hembusan angin membuat diriku begitu terbuai dengan aroma tubuh gadis polos ini yang membuat Aku harus lebih mengontrol diriku. Aku bahkan sudah berjanji tidak akan melukai siapapun. "Apa yang kau lakukan di tengah hutan seperti ini, Feira?" "Hm.. Aku hanya menikmati pemandangannya saja. Disini sangat sepi, dan sangat nyaman .." Ucapnya sambil menatap sekelilingnya. ".. Tapi, Aku baru lihat tempat ini. Disini bahkan lebih indah" lanjutnya tersenyum memperlihatkan giginya yang tersusun rapi. Aku terus menatapnya dengan lekukan senyum seakan sulit untuk menarik pandangan ku darinya. Ia terus memperlihatkan sikap ramah serta tidak takutnya padaku. Dia benar-benar menarik. "Apa Kau tidak takut berjalan sendirian di hutan seperti ini?" ucapku dengan begitu penasaran. Ia tertawa setelah mendengar ucapanku yang menurutku tidak ada kelucuan di dalamnya. "Untuk apa takut?" "Hutan ini begitu luas Feira, jika kau bertemu makhluk yang menyeramkan tidak akan ada yang bisa menolongmu. Bahkan saat kau teriak, tidak akan ada satu orang pun yang akan mendengarkanmu" jelasku padanya. "Makhluk menyeramkan? Makhluk seperti apa maksudmu?" tanyanya bingung sambil menatapku. "Hm.. Mungkin seperti Vampir?" Gadis itu lagi-lagi tertawa mendengar ucapanku yang masih tidak Aku mengerti bagian mana ia merasa lucu. Ia terlihat tidak takut sama sekali. "Apa kau percaya dengan makhluk mitologi seperti itu?" Aku menyipitkan kedua mataku menatap dia yang seakan terlihat tidak percaya dengan mahkluk seperti itu. Aku semakin dekat menatap wajahnya kedua bola mata hazel, bulu mata yang lentik, hidung kecil serta bibirnya yang tipis berwarna merah muda. "Hm.. Yeah. Aku percaya. Apa kau tidak percaya?" "Tentu saja tidak. Di dunia seperti ini, mana mungkin ada mahkluk seperti itu." balasnya dengan penuh percaya diri. "Tapi, Jika ada. Apa kau takut?" Ia memutar bola matanya mencoba mencerna perkataannku yang mungkin tidak dapat di cerna oleh logikanya. Lalu ia kembali menarik senyum di sudut bibirnya. "Hm.. Apa benar dia meminum darah manusia?" ucapnya yang tampak penasaran dengan cerita jaman dulu dan memastikannya kembali padaku. "Ya! Dia bahkan bisa membunuh manusia hanya dengan satu gigitan" Ia mengernyitkan alisnya menatapku yang begitu serius menjelaskan tentang Vampir padanya. "Apa kau takut dengan mereka?" ucapku kembali memperjelas. "Hm... Kalau memang mereka bisa membunuh seharusnya manusia takut dengan mereka. Tapi, kan di jaman seperti ini mahkluk mitologi seperti itu sudah tidak ada .." balasnya dengan tawa yang lebar padaku. ".. Sudahlah, jangan membahas tentang Vampir lagi" lanjutnya sambil menepuk pundakku yang membuatku tersentak. Aku terus saja menatapnya masih mencoba mencari tau apa yang ada di dalam dirinya. Kenapa sangat sulit menembusnya. Aku masih setia bersamanya di bawah pohon besar dengan cuaca yang sudah berubah menjadi cerah. "Ohya.. Dimana rumahmu?" Ucapnya berjalan saat cuaca kembali cerah. Aku mengikuti langkah ringannya yang tampak menikmati pemandangan. Ia terlihat begitu ceria tanpa beban dan sesekali menatapku dengan senyuman yang lebar. "Rumahku sangat jauh, Aku hanya tidak sengaja kesini" Ia mengangguk mengerti dengan senyuman yang membuatku ikut juga mengukir senyum. "Dan kau, dimana rumahmu?" Tanyaku. "Hm.. Rumahku ada di ujung sana" Ucapnya menunjuk arah barat dari hutan ini. Aku lagi-lagi di kejutkan mendengar ucapannya yang mengatakan kalau ia tinggal di huta ini. Hutan yang jarang di huni para manusia. Bahkan hutan ini begitu gelap dan sunyi saat malam hari membuat kaumku aman saat mencari mangsanya di sini. "Kau tinggal disini?" Ia mengangguk dan tersenyum menatapku. "Sendiri?" "Hm.. Tidak. Aku tinggal dengan Emma, bibiku" "Bibi? Dimana kedua orang tuamu? Kau tidak tinggal dengan mereka? " Ucapanku tampak membuat wajahnya terlihat berubah menjadi murung. Aku tidak tau apa yang terjadi, perkataan itu terlontar begitu saja dari bibirku. "Hm.. Yah. Dia Emma, dia yang merawatku saat Aku lahir. Sepertinya, Aku anak yang tidak di harapkan lahir ke dunia" Ucapnya dengan berusaha tersenyum padaku. Tapi, entah kenapa Aku merasa mata terlihat seakan menahan air matanya. Mata itu berhasil membuat dadaku terasa sesak. Entah apa yang terjadi, Aku benci melihat mata itu. Mata yang membuat ia merasa sedih. "Sorry, Fiera. Aku tidak bermak---" "Tidak apa-apa, Mervin" Balasnya memperlebar senyumannya dengan menatapku. Sepenggal ceritanya membuat diriku semakin tertarik dengan kehidupannya yang terlihat begitu tertutup. Dia merasa bahwa dia adalah anak yang tidak di harapkan. Aku menghentikan langkahku, menarik pergelangan tangannya untuk ikut juga berhenti. Entah apa yang membuat diriku seakan ingin melindunginya. Aku membelai rambutnya yang terurai panjang. Ia menatapku dengan penuh keheranan tapi, ia juga tidak menolak perlakuanku padanya. Menatap matanya yang berbinar membuat perasaan ku menjadi lebih baik. Aku tersentak saat tiba-tiba saja angin berhembus begitu kencang dan cuaca berubah menjadi dingin. Begitupun dia yang menarik pandangannya dariku lalu menatap sekeliling hutan. Mataku melebar saat merasakan kehadiran sosok lain yang mendekat padaku dan Feira. "Hello.. Mervin!" Suara yang terdengar begitu parau mengagetkanku dan Feira. Aku menariknya dan menyembunyikan tepat di belakangku. • AUTHOR POV • Sosok dua lelaki berkulit pucat seperti Mervin berada di hadapannya. Keduanya menyeringai yang membuat Feira bergidik takut. Kulitnya begitu pucat, garis wajah yang tegas terlihat jelas dari wajah kedua pria itu. Mervin dengan sigap berdiri tepat di hadapan Feira yang membuat pandangan Feira terhalangi. "Rupanya, kau berlari kesini" Ucap pria itu dengan tawa yang menyeramkan. "Sepertinya kau ingin menikmatinya sendiri, Mervin" Ucap Pria yang lebih pendek menatap Feira yang berada di belakang Mervin. Aroma tubuh Feira membuat kedua pasang mata pria itu berubah menjadi merah. Tubuh Feira gemetar, saat kedua pria pucat itu mendekat padanya. "STOP!!!" suara tegas Mervin menghentikan langkah kedua pria itu. "Feira.. Aku rasa kau harus pergi dari sini" Bisik Mervin pada Feira. Feira yang sudah merasakan ketakutan sekujur tubuhnya, berlari meninggalkan Mervin dan kedua pria itu. Kepergian Feira membuat kedua pria itu terlihat marah pada Mervin dan membuat salah satunya mengejar Feira tapi kecepatan Mervin berhasil menghentikan dan melempar tubuh kerasnya hingga menabrak pohon yang begitu besar. "KENAPA KAU MELEPASKANNYA, MERVIN?!" "Dia bukan orang yang pantas menjadi santapanmu, AARON!" Ucap Mervin mengeluarkan taringnya menatap marah pada Aaron dan Jack. Jack yang tidak terima santapannya di lepaskan begitu saja menyerang tubuh Mervin hingga terlempar yang membuat pohon di sisi kanannya menjadi rubuh. "Kau selalu bersikap seolah kau itu manusia yang mempunyai hati, Mervin!" "INGAT DARI MANA KAU BERASAL MERVIN! KAU BERBEDA DARI MEREKA!" Ucap Aaron menatap Mervin dengan amarah yang menyelimutinya. "TAPI, DIA BUKAN ORANG YANG PANTAS MENYERAHKAN HIDUPNYA UNTUK KALIAN!!!!" *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD