2. MIMPI BURUK

1694 Words
• AUTHOR POV • Feira berlari sekencang mungkin dengan rasa takut yang semakin memuncak pada dirinya. Wajah kedua pria itu masih terlihat jelas di kepalanya. Feira merasa lega saat rumahnya mulai terlihat di pandangan matanya. Jantungnya masih berdegub kencang dan tidak beraturan serta nafas yang memburu akibat ia berlari. Feira meraih gagang pintu rumahnya dan mengunci semuanya. Ia berlari masuk ke dalam kamar dengan nafas yang masih tersegal-segal mengingat kembali wajah kedua pria itu. "Siapa mereka? Kenapa mereka terlihat menyeramkan? Mereka begitu pucat dan... " Feira mengingat kembali bentuk wajahnya secara detail "Apa tadi Aku melihat taring?" ".. Tapi, Aku tidak begitu jelas karena tubuh Mervin yang tinggi menghalangi pandanganku" Feira masih menerka-nerka soal taring yang ia lihat dari kedua pria itu yang masih tidak di ketahui kejelasannya hingga ia teringat ucapan Mervin yang menyinggung soal Vampir padanya. "Apa Kau tidak takut berjalan sendirian di hutan seperti ini?" "Untuk apa takut?" "Hutan ini begitu luas Feira, jika kau bertemu makhluk yang menyeramkan tidak akan ada yang bisa menolongmu. Bahkan saat kau teriak, tidak akan ada satu orang pun yang akan mendengarkanmu" "Makhluk menyeramkan? Makhluk seperti apa maksudmu?" "Hm.. Mungkin seperti Vampir?" "Ah.. Tidak mungkin! Mana mungkin ada vampir di jaman sekarang! Tidak mungkin!" ucapnya bergelit pada dirinya sendiri. Feira berusaha berfikir positif dan logis. Tapi, sangat bertolak belakang dengan apa yang baru saja ia lihat. "Ah.. Sudahlah. Memang mungkin Aku yang salah lihat. Dan mungkin karena tadi Mervin menyinggung soal vampir--tapi.. Ah, sudahlah!" Feira berusaha melupakan apa yang baru saja terjadi dan ia lihat tadi. ***** • FEIRA POV • Hari semakin gelap, dimana Matahari terbenam dengan menyajikan senja yang begitu indah lalu melahirkan bulan yang akan bersinar pada malam hari. Aku terus menatap keluar dari jendela kamar yang berada di lantai dua rumahnku. Emma belum juga kembali dari kota membuat Aku harus sendiri lagi dirumah. Kejadian siang kembali terbesit di benakku setelah Aku bergelut dengan diriku sendiri untuk men-format semuanya dari ingatanku. Aku masih satia memandangi bulan yang tampak berbeda dari malam sebelumnya. Malam ini bulan bersinar dengan begitu terang membuatku dapat melihat keindahan hutan di malam hari. Kepulangan Emma membuatku tidak sendirian lagi dirumah. Aku dengan penuh semangat menuruni tangga dan menyambut hangat kedatangan Emma. Aku beralih ke dapur dan membuat makan malam untuk Emma yang baru saja pulang dari kota untuk bekerja. "Ini, makanlah dulu" ucapku menyodorkan omelet yang ku buat untuknya. "Terima Kasih, Feira" Emma tersenyum menatap kepadaku yang tentu saja Aku juga membalas tersenyum padanya. "Ohya.. Bagaimana kerjamu?" Aku selalu menanyakan soal pekerjaannya saat ia pulang bekerja tapi Emma selalu saja menghidari pertanyaanku. Entah apa yang membuat ia tidak ingin membahas soal pekerjaannya padaku. Tapi, Aku juga selalu merasa penasaran soal pekerjaan Emma di kota. "Ya.. Semuanya berjalan dengan lancar. Ohya, Apa kau kehutan lagi hari ini?" "Hm.. Yah. Tapi, ada kejadian yang---" "Ada apa?" "Hm.. Menurutmu, Apa kau percaya dengan... " Aku menggantung kalimat ku yang ku rasa Emma akan tertawa mendengarnya. Tapi, ucapanku sepertinya membuat Emma penasaran. "Dengan apa, Feira?" "Vampir?" Dugaanku benar kalau Emma tertawa setelah mendengar ucapanku yang tidak masuk dalam logikanya. "Feira... Kau ini aneh sekali. Di dunia sekarang mana mungkin ada makhluk mitologi seperti itu" Ucapnya setelah selesai melahab makan malamnya. "Ya.. Aku juga tidak percaya. Tapi, tadi Aku bertemu dengan seorang pria dengan kulit yang begitu pucat dan---" "Dan apa? Dia memiliki taring di giginya? Begitu maksudmu?" pungkasnya yang tidak dapat menahan tawanya. "Hm.. Aku tidak dapat memastikan ia mempunyai taring, tapi---" "Pria di kota ini dengan kulit pucat sangat banyak Feira. Apalagi di musim dingin seperti ini" "Tapi--" "Sudahlah, Kau itu terlalu banyak menonton hal-hal yang tidak masuk akal" Emma meninggalkanku yang masih duduk mematung dengan segala pikiran aneh yang memenuhi isi kepalaku sambik memijit pelipisku menatap punggung Emma yang perlahan meninggalkanku sendiri. ***** "AAAAAAAAA!!! Tolong jangan sakiti Aku!" Aku berlari dengan sepenuh tenaga berusaha lari dari seorang pria yang tidak ku kenali wujudnya. Pria itu mempunyai kulit yang begitu pucat serta taring di giginya. Garis wajah yang begitu menyeramkan membuat sekujur tubuhku bergidik takut. Aku terus berlari dengan pria itu yang masih setia mengejarku hingga dalam sekejap pria berkulit pucat itu muncul di hadapan ku dan mencegatku. Tubuhku gemetar saat ia perlahan mendekatiku dengan senyum yang begitu menyeramkan. Aku beringsut mundur menangis ketakutan dengan pria itu semakin mendekatkan langkahnya padanku. Ia memamerkan taring dengan bercak darah disudut bibirnya. Pria itu menyeringai menatapku yang terlihat seperti santapan baginya. Aku melihat jelas darah segar itu keluar dari sudut bibirnya. "To--tolong ja--jangan bunuh Ak--Aku" Segukkan tangisku membuat pria berkulit pucat itu semakin merasakan kemenangannya. Aku terkejut dalam sekejap tangan pria itu melingkar di perutku, lalu menyesapi leherku seolah menghirup aroma tubuh ku yang membuat ia sulit menelan salivanya. "Kenapa kau memiliki aroma yang begitu menarik, Feira?" Bisiknya dengan taring yang masih melekat di giginya. Aku menagis, menangis sekencang mungkin. Aku sangat takut bahkan tubuhku tidak berhenti gemetar dengan bulir keringat yang sudah membasahi tubuhku. "Tolong jangan bunuh Aku.. Aku mohon" Aku terus memohon padanya dengan air matanya yang memenuhi wajah ku yang menjadi pucat pasih. Suara tawa pria itu begitu melengking membuat Aku semakin takut. "Aku tidak membunuhmu Feira, Aku hanya merubah sedikit gaya hidupmu. Aku akan membuatku kekal seperti ku" Segala ucapan yang terlontar dari bibirnya terus membuatku meronta untuk di lepaskan. "Aku tidak mau! Aku tidak mau! Tolong lepaskan, Aku!" Aku terus meronta membuat pria itu merasa kesal lalu mendorongku hingga tubuhku terhempas menabrak ranting pohon. Aku merasakan perih di lenganku. Akibat dorongan itu membuat ranting pohon menggores kulit putihku yang membuat darah segar terlihat di sana. Mata pria itu berubah menjadi merah seakan begitu haus menatapku. Aku memegang lenganku yang tergores lalu menatap pria itu yang sedang menyeringai menatap darah segar yang berlumuran di lenganku. Lagi dan lagi dalam sekejap pria itu berada beberapa langkah dariku dan tiba-tiba saja muncul di hadapanku lalu menarik lenganku. Betapa terkejutnya diriku saat pria itu menggigit lenganku yang berlumuran darah. "TIDAAAAAAAKKKKK!!!!!" Aku terperanjat dari ranjangku dengan tubuhku yang basah akibat keringat karena mimpi buruk itu. Tenggerokanku bahkan terasa sakit yang tanpaku sadari Aku berteriak sekencang-kencangnya. Aku menatap sekeliling dan mendapati diriku yang masih berada di dalam kamar. Jantungku masih berdegub kencang serta nafas yang masih memburu membuat tubuhku pun masih gemetaran karena mimpi yang menyeramkan itu. "Aaahhh.. Hanya mimpi" Aku meringkuk di atas ranjang lalu menelan salivaku dan mengusap bulir-bulir keringat yang membasahi dahi serta leherku. "Astaga.. Mimpi itu sangat menyeramkan" Ucapku sambil meneguk air yang berada di atas nakas samping tempat tidurku. ***** • AUTHOR POV • Seperti biasanya Emma berpamitan pada Feira untuk pergi bekerja di kota. Cuaca menjadi cerah dengan butiran salju yang tampaknya sudah turun subuh tadi. Feira kembali menelusuri hutan dan mencari pemandangan lainnya untuk ia nikmati. Langkah Feira terhenti saat mendapati punggung lebar seorang pria di belakang sebuah pohon besar. "Si---siapa kau?" Suara gugup Feira menyadarkan pria itu. Feira terkejut saat pria itu berbalik dan ternyata adalah Mervin. "Mervin?" Feira kembali terkejut saat mendapati seorang rusa yang sedang terkapar dengan lumuran darah tepat di belakang Mervin. "Ap--apa yang kau lakukan?" "Aku sedang menolong rusa ini, sepertinya dia terkena tembakan" Ucap Mervin menatap rusa yang berada di belakangnya. "Dia tertembak?" Feira terlihat panik dan mendekat pada Mervin dan juga rusa itu. Dan yah! Apa yang di katakan Mervin benar. Ia melihat bekas peluru yang mengenai rusa itu. "Kasihan sekali dia" Ucap Feira menatap rusa yang sudah tidak berdaya lagi di hadapannya. "Hm.. Ohiya, Apa kau sudah dari tadi disini?" Mervin menatap Feira dengan tatapan penasaran. "Tidak.. Aku baru saja sampai saat menegurmu tadi" Mervin terlihat lega dengan jawaban dari Feira. "Ohya.. Feira, Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu" Ucap Mervin tersenyum menatap Feira. "Apa itu?" "Ikut denganku" Mervin menarik Feira menelusuri jalanan baru yang tidak pernah Feira lewati sebelumnya. "Mau kemana kita?" "Aku akan menunjukkan tempat yang indah buatmu. Kau menyukai pemandangan, kan?" Feira mengangguk dengan tangan yang masih saja di tarik oleh Mervin. Tidak terasa lama Feira rasakan berjalan, Ia dan Mervin tiba ditempat yang di maksud oleh Mervin. • FEIRA POV • Aku di buat tercengang dengan pemandangan alam yang di sajikan begitu indah di hadapanku. Sebuah telaga dengan air yang begitu biru dengan rumput yang hijau serta bermacam bunga yang menebarkan aroma manis membuat Aku menatapnyaa kagum. "Waw... Mervin, ini sangat indah" Aku mengedarkan pandanganku menatap secara detail keindahan yang berada di depan mataku tanpa terlewatkan sedikitpun. Mervin tersenyum melihatku yang tampak begitu senang. "Kau menyukainya?" tanyanya sambil tersenyum padaku. "Apa kau ingin menikmati telaganya, Feira?" Ucapan Mervin membuatku menatap telaga yang begitu biru dan bersih. "Apakah boleh?" balasku. Mervin mengangguk menatapku tanpa melepas senyumannya. Aku sangat terkejut saat Mervin membuka bajunya tepat di hadapanku. Kulit yang begitu pucat terlihat jelas pada tubuhnya serta otot perut yang begitu sempurna. Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku saat Mervin selesai menanggalkan kaosnya dan menatap ke arahku. Mervin membuang dirinya ke dalam telaga itu membuatku bersorak dengan kekehan kecil di bibirku. "Ayo.. Feira, ini sangat menyenangkan" ajak Mervin yang terlihat sedang menikmati telaganya. Aku sedikit malu untuk melepas pakaian yang ku kenakan saat ini. Tapi, Aku juga tidak dapat menolak godaan telaga yang berada di depanku. Aku meminta Mervin berbalik memunggungiku selagi Aku melepaskan pakaianku. Aku begitu malu untuk terang-terangan membuka bajuku di hadapannya. "Hm.. Mervin, apa kau bisa berbalik sebentar? Aku harus melepas pakaianku" "Baiklah" balas Mervin memunggungiku. Mervin membalikkan tubuhnya dan Aku mulai melucuti pakaianku. Aku melompat kegirangan, menjatuhkan diriku ke dalam telaga yang sama membuat Mervin dapat berbalik ke arahku. Aku begitu senang saat air telaga itu menyapu seluruh tubuhku dengan rasa segar yang ia berikan. Aku menatap Mervin yang menahan tawanya melihat sikap norakku. • MERVIN POV • Aku membalikkan tubuhku saat ku rasa air telaga itu bergelombang ke arahku. Feira telah berada di dalam telaga bersamaku. Ia terlihat cantik saat air itu membasuh rambut serta wajah polosnya membuatku sulit untuk mengalihkan pandanganku darinya. Aku terus menatapnya yang begitu senang menikmati serta bermain air telaga. Hal itu membuatku tanpa sadar menarik ia lebih dekat padaku. Aku menariknya hingga wajahnya terlihat terkejut saat tubuh mungilnya menabrak tubuhku yang begitu dingin dan juga kaku. Aku dapat mendengar jantung Feira yang berdegub begitu kencang dengan keahlian yang Aku miliki. Tatapan yang di layang Feira padaku membuat Aku menginginkan lebih. Aku semakin sulit mengontrol diriku hal itu membuat Aku begitu frustasi. Nafasnya menyapu lembut wajah pucatku. Tatapan itu sangat sulit ku abaikan. Bola mata hazel itu begitu membuat diriku menjadi serakah seakan ingin memilikinya. "Maafkan Aku, Feira. Aku tidak bisa menahannya" *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD